Jurus “Mencangkul” Pasar Pertanian

Meski seluas ladangnya, pasar produk pertanian selama ini seolah terbengkalai begitu saja. Karena itu, Pertani merasa perlu menggarapnya secara serius dan modern.

Secara data sebetulnya cukup menggiurkan bagi para pemasar untuk menggarap ceruk yang tak pernah terpedulikan ini. Penduduk Indonesia yang mayoritas petani jelas merupakan peluang besar menjadi lumbung bisnis. Namun, belum pernah terdengar sebuah perusahaan ritel mengolah pasar pertanian sebagai lahan bisnisnya.

Kesadaran itu justru muncul dari perusahaan milik negara, Pertani. Perseroan yang memang bertugas memproduksi dan mendistribusikan produk-produk pertanian ini menyadari bahwa sudah selayaknya para petani mendapatkan produk-produk pertanian dengan mudah, juga edukasi yang tepat.

Oleh sebab itu, pada 16 April 2008 lalu Pertani secara resmi mengoperasikan toko pertanian yang berlokasi di Haurgeulis, Indramayu, Jawa Barat, dengan nama Topsindo. Bisa ditebak, Topsindo singkatan dari Toko Pertanian Swalayan Indonesia. Menteri Pedagangan Mari Elka Pangestu-lah yang meresmikan operasional perdana toko itu.

Jika melihat konsepnya, Topsindo jelas dan spesifik. Segmen pasarnya adalah para petani (end user) tanaman pangan dan holtikultura yang berada di sekitar outlet. Toko ini juga membidik para pehobi tanaman holtikultura di perkotaan yang pangsa pasarnya sedang tumbuh pesat saat ini.

Karena ini toko specialties untuk pertanian, tentu saja yang dipasarkan ialah berbagai macam produk sarana produksi terkait, mulai dari benih padi, jagung, sayur-mayur, bibit buah-buahan, pupuk, pestisida, hingga alat dan mesin pertanian. Produk-produk tersebut sebagian bersumber dari hasil pengembangan Pertani, sebagian lagi dari perusahaan-perusahaan mitra.

Produk-produk pertanian yang dikeluarkan oleh Pertani terdiri dari pupuk merek Kuda Laut, beras cap Anggrek Plicata, beras aromatik Intan Kepala, beras ramos super cap Nanas, pupuk organik cair merek Bintang Kuda Laut, dan lain sebagainya.

Topsindo tidak sekadar menjual produk semata. Sebagai pionir swalayan pertanian, toko ini dipadukan dengan klinik. Klinik pertanian disediakan bagi petani yang ingin berkonsultasi langsung dan gratis seputar budidaya maupun informasi pertanian mutakhir. Di klinik itu, petani akan dilayani oleh para profesional di bidang pertanian dan dapat mencari info menggunakan teknologi informasi yang tersedia.

Lebih lanjut, menyangkut pelayanan, lazimnya di pasar swalayan, pengunjung akan dimanjakan persis seperti gaya belanja modern. Upaya memanjakan konsumen itu diejawantahkan dengan suasana belanja yang nyaman, pelayanan ramah, keleluasaan memilih produk, dan menentukan pilihan produk secara jelas dan tepat melalui bimbingan konsultasi pertanian. Di situlah diferensiasi, keunikan, dan nilai tambah, serta jurus yang diunggulkan Topsindo.

Menurut Wahyu, Direktur Pemasaran Pertani, pihaknya optimistis langkahnya ini akan menuai sukses. Pasalnya, potensi pasar yang besar mungkin sekali membawa ritel kelolaannya ini maju dan tumbuh dengan cepat. Menggarap ini ibarat “makan di lumbung padi”.

“Kami optimistis akan berdiri Topsindo-Topsindo berikutnya di sentra-sentra pertanian potensial yang tersebar di seluruh Indonesia,” ujar Wahyu. Haurgeulis menjadi lokasi pertama yang dipilih dalam mengoperasikan ritel ini. Sebab, kota kecamatan di Kabupaten Indramayu itu merupakan sentra persawahan dan holtikultura. Indramayu tercatat sebagai lumbung padi terbesar (seluas 180.000 hektar) di Indonesia.

Di sana juga terdapat banyak pabrik penggilingan padi dan toko-toko pertanian reguler. Ini menunjukkan tingginya kebutuhan sarana produksi pertanian setempat. Pertani sendiri memiliki pabrik penggilingan padi berkapasitas besar lengkap dengan fasilitas pergudangan yang luas di daerah ini.

Prospek Cerah

Rencananya, dalam beberapa bulan ke depan, Pertani akan menambah outletnya di tujuh kota, antara lain di Medan, Palembang, Lampung, Semarang atau Pemalang, Mojokerto, Sidrap, dan Banjarmasin. Penambahan outlet ini sekaligus menjadi model bisnis bagi penerapan sistem waralaba. Masyarakat diberi kesempatan untuk menjadi franchisee.

“Kami yakin bisnis ini berprospek sangat baik, cerah, dan akan berkembang pesat melalui sistem waralaba. Saat ini peminatnya sudah banyak, mulai dari Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan Jawa Tengah,” tutur Wahyu.

Meski begitu, Wahyu tak mau gegabah dalam mengambil tindakan. Ia menyadari bahwa pemahaman karakter konsumen amat diperlukan. Apalagi, embel-embel pelat merah yang acap kali terkesan tidak serius dalam mengembangkan bisnis, pun sempat menghinggapinya, walau segera ia tepis.

Kini Pertani aktif mengomunikasikan merek Topsindo-nya itu melalui aktivitas below the line. Kegiatan promo tersebut dilakukan secara rutin untuk merangkul konsumen agar lebih paham (aware). Untuk menindaklanjuti program promosi, perusahaan juga melaksanakan aktivitas komunikasi pada point of sale.

Aktivitas point of sale itu, seperti program bonus berhadiah, lomba penanaman, pelatihan penggunaan sarana pertanian, hanging banner, product demonstration, dan sebagainya. “Komunikasi dengan konsumen melalui klinik pertanian di outlet Topsindo diharapkan mampu mempererat hubungan keduanya,” tandas Wahyu.

Pertani juga menggalakkan program loyalitas konsumen dengan memberikan kartu anggota kepada pelanggan (customer). Berbekal kartu anggota, pelanggan akan mendapatkan nilai tambah (value added) dibanding dengan konsumen lainnya, seperti diskon khusus atau berkesempatan mengikuti undian.

Para pemegang hak waralaba pun tak perlu khawatir, karena Pertani juga akan membantu promosinya. “Program-program promo yang kami lakukan juga akan kami lakukan di semua cabang Topsindo di seluruh Indonesia nantinya,” tegas Zulfan Sinaga, Kepala Bagian Pemasaran Benih dan Hasil Pertanian Pertani.

Zulfan menambahkan, kepada para peminat waralaba swalayan yang dibesutnya, pihaknya menawarkan franchise fee sebesar Rp 45 juta untuk jangka waktu lima tahun. Secara total, termasuk franchise fee, calon pemegang hak waralaba juga harus menyiapkan dana investasi sebesar Rp 215 juta untuk outlet tipe kecil (10 x 10 m2), Rp 380 juta untuk outlet tipe sedang (15 x 15 m2), dan outlet tipe besar (20 x 20 m2) sebesar Rp 625 juta.

Syarat lain, Pertani mewajibkan pemegang hak waralaba Topsindo menempatkan outletnya di lokasi yang strategis dan potensial. Punya uang dan lokasi saja tidak cukup, mereka juga harus memiliki pengalaman distribusi produk-produk pertanian. Dengan begitu, mereka sudah menguasai target market yang hendak dibidik.

“Secara hitung-hitungan, dana investasi itu akan kembali kira-kira dua tahun. Pasti  menggiurkan, buktinya peminatnya banyak,” katanya. Karena itu, Pertani menargetkan pada tahun ini sudah berdiri 100 outlet dan, tidak tanggung-tanggung, tiga tahun ke depan diupayakan mencapai 1.000 outlet di seantero Nusantara. (Purjono)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.