Kemen PPPA Tekankan Pentingnya Pemberdayaan Perempuan melalui Ekonomi Digital

Marketing.co.id – Berita DigitalĀ I Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga menekankan pentingnya menguatkan pemberdayaan perempuan melalui ekonomi digital dan inklusi keuangan untuk memulihkan ekonomi bangsa maupun global khususnya di kawasan ASEAN pasca pandemi Covid-19.

Kemen PPPA

Menteri Bintang mengatakan, bahwa Indonesia adalah negara anggota ASEAN dengan jumlah populasi terbanyak, dimana perempuan mengisi hampir setengahnya. Dari jumlah perempuan tersebut, 54% di antaranya berada pada usia produktif. Karenanya, perempuan berpotensi besar terhadap pertumbuhan ekonomi jika diberikan kesempatan luas dan dukungan yang baik.

“Dalam menghadapi berbagai dampak dari pandemi Covid-19, sangat penting bagi perempuan untuk melakukan strategi dalam mempertahankan usahanya melalui pemanfaatan digitalisasi,” imbuh dia dalam Webinar Internasional Road to ASEAN Ministerial Meeting on Women: ā€˜Womenā€™s Participation in the Digital Economyā€™ yang dilaksanakan Kemen PPPA bekerjasama dengan MicroSave Consulting (MSC).

Di samping itu, Menteri Bintang menuturkan perempuan juga mengambil langkah strategis dalam melakukan diversifikasi produk. Data menunjukkan pelaku usaha mikro perempuan lebih sigap dalam melakukan variasi dan berpindah sektor, lokasi atau produk, dibandingkan dengan pelaku usaha laki-laki. Dalam hal literasi finansial, tren positif dimana ada peningkatan kepemilikan akun yang setara yaitu sebesar 6% antara perempuan dan laki-laki.

Kemen PPPA secara serius melakukan upaya berkelanjutan dalam meningkatkan peran perempuan khususnya di bidang ekonomi, di antaranya melalui salah satu program prioritas yang merupakan arahan Presiden RI, Joko Widodo yaitu meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan yang berperspektif gender. Dalam menjalankan program prioritas pertama ini, Kemen PPPA telah menjalankan beberapa strategi, yaitu menetapkan gender sebagai isu sentral dalam Strategi Nasional Inklusi Finansial; berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan terkait seperti kementerian/lembaga, sektor pembangunan, sektor swasta, lembaga masyarakat, dan akademisi untuk memfasilitasi pelatihan wirausaha yang sensitif gender dan pendampingan usaha; mendukung UMKM perempuan untuk bertahan dengan pandemi global saat ini; dan mendukung akses terhadap kredit bunga rendah.

Dalam konteks pemberdayaan digital, Kemen PPPA telah berkolaborasi dengan sektor swasta untuk menyediakan pelatihan digital bagi wirausaha perempuan.Ā Di samping itu, Pemerintah Indonesia juga memiliki berbagai program pemberdayaan perempuan yang difokuskan kepada perempuan kepala keluarga, perempuan penyintas bencana dan kekerasan.

Hal ini dilakukan melalui sinergi dengan PT. PNM Persero untuk memberikan pendanaan dan pendampingan demi mencapai lima isu prioritas terkait perempuan dan anak. Kemen PPPA juga membuat program kepemimpinan bagi perempuan di perdesaan agar dapat menyampaikan aspirasi dan kesempatan untuk menjadi pejabat desa/pemimpin, serta meningkatkan keterampilan kepribadian dan peran perempuan dalam pembuatan keputusan secara umum.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati menuturkan dalam menangani berbagai kerentanan dan dampak negatif yang dihadapi perempuan di masa pandemi, sangatlah penting melakukan investasi pada teknologi digital dan literasi keuangan guna meningkatkan kesiapan diri perempuan dan keluarga.

Menteri Sri Mulyani menilai perempuan merupakan agen penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Jika perempuan diberikan akses setara khususnya dalam ekonomi digital dan akses finansial, maka hal ini tidak hanya dapat meningkatkan kesejahteraan perekonomian dan menghindari keluarga dari kemiskinan, tapi juga turut menumbuhkan perekonomian bangsa.

ā€œUntuk itu, sinergi, kolaborasi seluruh pihak, serta bekerjasama dengan berbagai negara, sangatlah penting dilakukan untuk memastikan perkonomian digital dapat diakses oleh seluruh perempuan, khususnya di Indonesia, demi menciptakan kesetaran gender maupun inklusi finansial,ā€ tegas Menteri Sri Mulyani.

Sementara itu, Wakil Ketua ASEAN Comittee on Women (ACW) sekaligus Deputi Bidang Kesetaran Gender Kemen PPPA, Lenny N. Rosalin mengungkapkan partisipasi perempuan dalam meraih akses yang lebih tinggi semakin dibutuhkan di kawasan ASEAN, seperti akses keterampilan dan karir berbasis digital; akses kewirausahaan berbasis digital; dan akses kepemimpinan dalam ekonomi digital baik di sektor swasta maupun publik.

Lenny menambahkan, bahwa strategi dan praktik terbaik yang ditunjukan negara-negara ASEAN untuk mengatasi tantangan ekonomi digital dan inklusi keuangan adalah dengan membangun kolaborasi antara multi-stakeholder termasuk pemerintah, akademisi, dunia usaha atau sektor swasta, komunitas, dan media massa.

Special Advisor to The President of the Economic Research Institute for ASEAN and East Asia, (ERIA), Akiko Yamanaka memaparkan berdasarkan data ERIA, perempuan merupakan minoritas dalam bidang pekerjaan berbasis teknologi di ASEAN. Perempuan di kawasan ASEAN cenderung mendominasi bidang non-sains dan memiliki peran terbatas dalam pekerjaan berbasis teknologi canggih yang membutuhkan tingkat keterampilan lebih tinggi dan upah lebih baik.

ā€œSelain itu, sebagian besar pengusaha perempuan ASEAN memiliki dan mengelola UMKM bermodalkan teknologi digital canggih yang terbatas, kalau pun ada. Beragam tantangan ini berpotensi memiliki konsekuensi yang cukup besar terhadap pemberdayaan ekonomi perempuan di masa pemulihan pasca pandemi apalagi seiring semakin banyaknya kejahatan siber, diskriminasi, bias, dan stereotip yang merugikan perempuan secara luas di kawasan ASEAN,ā€ ungkap Akiko.

Di penghujung webinar, Country Director MicroSave Consulting, Grace Retnowati menyimpulkan lemahnya inklusivitas gender dalam perumusan dan implementasi kebijakan pasca pandemi dapat semakin mengasingkan peran perempuan dalam pemulihan ekonomi pasca pandemi.

ā€œPembuat kebijakan di ASEAN perlu memastikan suara perempuan dapat terwakili dengan baik dalam perumusan program kebijakan atau kerangka hukum yang baru di masa mendatang. Kesenjangan digital berbasis gender harus diperhitungkan oleh pembuat kebijakan dalam merumuskan kebijakan tersebut, dengan turut memerhatikan kepentingan dan keselamatan perempuan pengusaha, perempuan pekerja di sektor informal, perempuan pekerja gig economy yang perannya semakin signifikan dalam perekonomian digital,ā€ terang Grace.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.