Kesalahan-kesalahan dalam Riset Kepuasan Pelanggan

Program  kepuasan pelangan tidak akan berjalan efektif tanpa tersedianya data dan informasi mengenai kepuasan  pelanggan.  Dengan keyakinan ini, perusahaan kemudian terdorong untuk melakukan pengukuran kepuasan pelanggan.  Yang  disayangkan, masih banyak  yang melakukan dengan cara-cara asal-asalan atau tidak mengikuti aturan baku suatu riset pasar.

Tidak mempunyai data adalah  buruk.  Tetapi sama buruknya  atau bahkan lebih  buruk lagi akibatnya, bila perusahaan mempunyai data dan  informasi  dari hasil pengukuran  kepuasan pelanggan yang tidak  benar  yaitu tidak valid dan tidak reliable.

Oleh karena itu, sekali perusahaan menyatakan komitmennya untuk melakukan pengukuran kepuasan pelanggan, haruslah dilakukan dengan  cara yang benar sehingga tidak menghasilkan data yang  bias.

Kesalahan-kesalahan dalam melakukan pengukuran ini terbagi dalam 2 kelompok.  Kelompok  pertama adalah jenis kesalahan yang fundamental dan  kelompok kedua adalah jenis kesalahan yang sifatnya minor hingga moderat.   Konsekuensi dari  kesalahan jenis  pertama adalah dihasilkan data yang benar-benar tidak berguna.  Dalam hal ini, lebih baik untuk tidak menggunakan data hasil riset tersebut.  Kesalahan  yang masuk dalam kelompok kedua akan menghasilkan data yang perlu diberi catatan khusus dan perusahaan harus hati-hati dalam menginterpretasikan.

Ada beberapa kesalahan yang masuk dalam  jenis kesalahan fundamental.  Yang pertama adalah kesalahan  dalam menentukan populasinya.  Masalah populasi ini menjadi penting terutama perusahaan yang melakukan riset pasar tidak dengan cara sensus tetapi dengan cara sampling  yaitu hanya mengambil sebagain dari anggota populasi  sebagai responden.  Hasil sampling ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang cukup akurat terhadap populasi  yang diukur  tingkat kepuasannya.

Oleh karena itu, metode riset pasar yang baik, haruslah dimulai dengan menentukan populasinya secara jelas.   Misalnya, sebuah rumah sakit ingin menentukan kepuasan dari para pasiennya.  Rumah sakit tersebut, mempunyai  dua jenis pelayanan  yaitu rawat inap dan poliklinik.   Pendapatan rumah sakit tersebut, 80 % dihasilkan dari rawat inap dan 20 % dari pasien rawat jalan atau poliklinik.  Rumah sakit  tersebut kemudian melakukan  pengukuran kepuasan pasien. Yang justru diukur adalah  hanya pasien yang melakukan rawat jalan.  Alasannya, pasien rawat inap sulit disurvei.  Dalam hal ini jelas bahwa perusahaan tersebut telah melakukan kesalahan dalam mengambil populasinya.  Lebih  gawat lagi, bila ternyata yang disurvei adalah mereka yang hanya berkunjung atau pengantar pasien.

Kesalahan fundamental yang kedua adalah kesalahan karena menentukan sampling frame.  Sampling frame yang baik haruslah  berupa suatu list yang memuat semua  unit yang mempunyai kualifikasi  untuk disurvei.   Bila samplng frame yang digunakan ternyata hanya memuat sebagian, misalnya kurang dari 50 %, dari total populasi maka  data yang dihasilkan akan mempunyai tingkat bias yang tinggi.

Contohnya,  sebuah perusahaan sekuritas ingin melakukan survei kepuasan pelanggan.  Sampling frame yang digunakan adalah para nasabahnya yang berkunjung ke kantor atau  galeri dari perusahaan sekuritas  tersebut.   Dapat diduga, nasabah  dari sekuritas yang melakukan transaksi dan kontak dengan pihak sekuritas melalui telapon atau internet, tidak akan masuk dalan survei  kepuasan pelanggan tersebut.  Padahal,  sebagian besar nasabah  lebih banyak melakukan kontak dan transaksi melalui telepon.  Selain itu, nasabah yang tidak  atau kurang aktif, akan mempunyai kesempatan yang kecil untuk masuk  dalam survei   Hasil dari  riset atau survei ini, pasti tidak mencerminkan keseluruhan populasi.  Hasil  survei akan menunjukkan bahwa  tingkat kepuasan nasabah sangat tinggi.  Ini terjadi karena yang disurvei adalah mereka yang memang sudah menunjukkan loyalitas yang tinggi.

Kesalahan fatal lainnya adalah tingkat pengembalian kuesioanir yang terlalu kecil.  Ini biasanya terjadi terutama perusahaan yang  menggunakan mailing sebagai cara untuk mengumpulkan data.   Hal ini saya masukkan dalam kategori pertama karena  banyak sekali survei-survei di Indonesia yang tingkat pengembaliannnya  sangat kecil akibat responden yang  kurang kooperatif.  Bila jumlah yang mengembalikan kurang dari 20 %, perusahaan harus  sudah hati-hati.  Tingkat pengembalian kurang dari 5 %, haruslah dihindari karena tingkat biasnya yang sudah sangat tinggi.  Kenyataannya, banyak survei dengan mailing di Indonesia mempunyai tingkat pengembalian yang hanya 1-2 %, terutama bila tidak ada iming-iming hadiah bagi pengirim kuesionair.

Kesalahan yang sifatnya minor atau moderat sangat banyak penyebabnya.  Misalnya, pengambilan responden yang tidak 100 % random, cara membuat pertanyaan yang tidak tepat,  penggunaan skala yang tidak benar, tidak adanya konsep pengukuran yang jelas,  interviewer yang kurang benar  dalam pekerjaan mengumpulkan data  dan lain-lain. Perlu dicatat, bahwa bila tingkat kesalahan yang dibuat melewati batas toleransi, hal-hal inipun bisa  menjadi kesalahan  fundamental sehingga data dan informasi yang dihasilkan benar-benar tidak ada gunanya.

Idealnya, perusahaan yang melakukan  pengukuran secara sampling, hanya mempunayi satu  kesalahan  yaitu  sampling error.  Kesalahan ini hanya dapat dieliminasi dengan cara meningkatkan jumlah sampel tetapi tidak dapat dihilangkan.  Kesalahan yang lain yaitu non sampling error dan terutama kesalahan dalam kelompok pertama, haruslah dihindari.  Bila tidak, kita  bisa memberikan peta  yang salah dan akibatnya lebih buruk daripada mereka yang tidak memiliki peta. (www.marketing.co.id)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.