Kisah Edwin Soeryadjaya Bangkit dari Keterpurukan Berkat Konsep Tabur Tuai

Kisah Edwin SoeryadjayaSetelah sang ayah menjual Astra, Edwin Soeryadjaya sempat kebingungan menafkahi keluarganya.
Marketing.co.id – Berita Marketing | Nama Edwin Soeryadjaya mungkin sudah tidak asing lagi di kalangan pebisnis. Sang ayah, William Soeryadjaya adalah pemilik Astra dan juga Bank Summa. Kini, Edwin berkibar lewat perusahaan yang didirikannya bersama Sandiaga Uno, yaitu PT Saratoga Investama Sedaya.
Edwin pernah mengalami masa-masa sulit ketika sang ayah menjual semua saham di Astra untuk membayar utang Bank Summa yang dilikuidasi. Ketika itu, Edwin sempat kesulitan memberi nafkah keluarganya.
Secara perlahan, Edwin bangkit dari keterpurukan berkat prinsip tabur tuai.
“Anda tahu tabur tuai? Jadi kedua orang tua saya itu pemurah hati, banyak menabur di mana-mana, gereja, masjid dan juga anak yatim piatu. Mereka banyak membantu tanpa imbalan. Mungkin karena itu hasil dari taburan orang tua saya, saya yang menuai,” kata Edwin saat diwawancara Co-Founder dan CEO Katadata Metta Dharmasaputra, dalam rangkaian event IDE Katadata 2022 di sesi Unlocking Opportunities in The New Future, Selasa (5/4/2022).
Edwin mengatakan, usai menjual Astra dia sempat membuka dua tiga usaha dan gagal. Hingga akhirnya dia mendapat kesempatan ikut tender Kerja Sama Operasi PT Telkom.
Beruntung, ketika masih di Astra, Edwin sempat mengurusi bagian telekomunikasi. Dia pun memberanikan diri mengikuti tender tersebut. Ternyata, ada 50 perusahaan yang ikut tender dan hanya dipilih lima pemenang.
“Ketika itu saya mencari pinjaman Rp15 juta untuk mengikuti tender tersebut. Saya tahu tender ini berat bahkan Pak Teddy Rachmat sempat meminta saya mundur karena banyak saingan. Dia juga mengatakan bahwa saya bukan lagi pemilik Astra sehingga akan sulit untuk menang tender. Tapi saya memutuskan untuk tetap mencoba,” kata Edwin.
Ternyata, perusahaan miliknya menjadi satu dari lima pemenang tender KSO tersebut. Itu menjadi awal kebangkitan bisnis Edwin Soeryadjaya. Karena, tender itu bernilai 1 miliar dolar Amerika dan mulai jalan pada 1997.
“Saya tidak tahu kenapa ketika itu ada 40 bank yang bersedia memberikan kredit kepada saya untuk menjalani proyek itu. Lalu saya berpikir mungkin ini karena nama baik ayah saya yang sering membantu orang lain sehingga saya yang merasakan dampaknya. Kita hanya berusaha tapi Tuhan juga yang menentukan,” ungkap Edwin.
Ketika sejumlah negara di Asia termasuk Indonesia dilanda krisis ekonomi pada 1998, Edwin justru membeli perusahaan Astra Microtronic berkongsi dengan Sandiaga Uno lewat perusahaan Saratoga Capital.
Setelah itu, Edwin membeli saham perusahaan batubara Adaro. Namun, proses membeli Adaro bukan hal yang mudah.
“Ketika itu, adik saya tidak memberikan approval untuk memakai nama perusahaan keluarga MPM yang juga berkongsi dengan sejumlah eksekutif Astra untuk mengajukan kredit. Akhirnya saya mengajak Benny Subianto untuk membeli saham Adaro,” kata Edwin.
Kini, Edwin menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Adaro Energy Tbk. Saat ini, Edwin sudah menjajaki kerja sama dengan supplier baterai terbesar di Cina yang menyuplai Tesla. Rencananya, baterai tersebut akan dibuat di Indonesia.
“Terobosan-terobosan seperti ini akan mengangkat citra Indonesia, bukan hanya ekspor barang mentah tapi ada nilai tambah,” pungkas Edwin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.