Koalisi

Rahmat_Susanta_ok_BangetKetika Pemilu Legislatif selesai digelar maka hal yang pertama dilakukan oleh partai-partai adalah mencari koalisi secepatnya. Tidak ada partai yang diprediksi memiliki persentase di atas 20% sehingga gonjang-ganjing koalisi ini menjadi menarik.

Dalam politik tidak ada promise yang benar-benar di-deliver. Tidak ada teman atau musuh abadi karena musuh tiba-tiba bisa menjadi kawan atau kawan menjadi musuh. Koalisi partai politik adalah pemandangan yang merepresentasikan hal ini.

Umumnya koalisi dibangun atas dasar kesepahaman, entah ideologi atau visi. Namun yang jauh lebih besar dari itu, koalisi dibangun karena adanya kesempatan (opportunity) dan kepentingan (interest). Koalisi partai berlangsung karena adanya kesempatan untuk mencalonkan presiden dan adanya kepentingan yang sama bagi partai tersebut untuk membangun pengaruh di pemerintahan.

Koalisi partai bisa berlangsung singkat maupun panjang, tergantung kepentingan masing-masing. Jika kalah dalam pertarungan Pemilu Presiden (Pilpres) nanti, sudah pasti koalisi ini akan berakhir. Sebaliknya, koalisi yang menang akan memperpanjang koalisinya hingga kepentingan berakhir, atau ada kesempatan lain yang lebih menarik.

Kalau ada koalisi yang putus di tengah jalan, maka itu juga karena ada kesempatan lain yang bisa menguntungkan kepentingan mereka. Koalisi banyak partai yang dibangun Presiden SBY di kabinet banyak mengancam kepentingan SBY karena sifat alami dari partai adalah mencari keuntungan pribadi. Makanya, koalisi yang harusnya bisa melanggengkan kerja sama adalah koalisi bukan dengan sesama partai politik.

Merek juga mengenal adanya koalisi. Pada saat merek tidak memiliki sumber daya yang cukup mereka terkadang harus berkoalisi, baik dengan merek di kategori yang sama maupun dengan merek di kategori produk yang lain.

Contoh paling banyak terlihat adalah manakala sebuah peritel dari multi-brand melakukan program promosi bersama. Merek-merek yang dijual di ritel tersebut kemudian melakukan aliansi—di bawah koordinasi dari peritel—melakukan promosi bersama di outlet-outlet peritel tersebut.

Merek-merek kecil terkadang juga melakukan koalisi untuk melawan market leader. Misalnya saja dengan membuat kesepakatan harga di antara mereka. Dengan menetapkan harga yang sama di antara mereka membuat mereka tidak terjebak di perang harga yang bisa menjadi kelemahan merek-merek kecil.

Merek-merek juga bisa berkoalisi dalam hal resources. Misalnya sesama operator seluler menggunakan BTS yang sama agar jangkauan komunikasi mereka menjadi lebih luas.

Orang-orang marketing lebih suka melakukan collaboration branding (co-branding) dibandingkan coalition branding. Koalisi sering dimaknai sebagai kerja sama yang dibangun dengan egonya masing-masing, bersifat jangka pendek, dan saling memanfaatkan untuk kepentingan masing-masing. Sementara kolaborasi lebih punya maksud saling memadukan secara harmoni kepentingan para pihak.

Kolaborasi paling simpel adalah joint promo. Kedua belah pihak sama-sama mempromosikan produk mereka ke dalam satu kampanye. Misalnya yang dilakukan pihak Shell dengan memberikan hadiah khusus bagi pembeli Shell jika mempergunakan kartu kredit BCA. Shell mengomunikasikan lewat situs mereka sementara BCA lewat katalog kartu kredit.

Jenis kolaborasi lain adalah ingredient collaboration. Dalam kolaborasi ini satu pihak menempatkan produk mereka sebagai bagian dari produk partner mereka. Ini misalnya terjadi antara Dell dengan Intel, dimana Intel menempatkan prosesor mereka ke setiap komputer Dell. Hal yang sama dilakukan oleh merek ponsel dengan salah satu merek kartu seluler seperti Telkomsel.

Value chain co-branding juga bisa terjadi manakala setiap merek saling berbagi pasar. Ini terjadi antara maskapai penerbangan. Di antara maskapai penerbangan sangat terbiasa untuk berbagi rute dengan penerbangan lain. Value chain bisa juga dilakukan misalnya anggota frequent flyier Garuda Indonesia kini menjadi anggota dari Sky Team yang terdiri dari berbagai maskapai.

Ada jenis-jenis co-branding lain yang bisa dilakukan. Yang jelas, keberadaan co-branding seharusnya memberi manfaat kedua belah pihak. Harus mampu memanfaatkan resources dan pasar yang dimiliki pihak lain demi keuntungan kedua belah pihak.

Baru-baru ini Android bahkan berkolaborasi dengan makanan snack coklat buatan Nestle, yakni Kit-Kat. Android meluncurkan versi terbarunya dengan nama “Android Kit-Kat”. Jika dilihat kolaborasi ini terasa aneh karena Android adalah operating system sementara Kit-Kat adalah makanan. Bagaimana keduanya bisa melakukan kolaborasi yang demikian mendalam?

Android berharap dengan memakai kata Kit-Kat bisa memperkuat mereknya di kalangan konsumen Kit-Kat, sementara Kit-Kat berharap kerja samanya dengan Android bisa menambah moment experience dari para konsumennya terhadap merek Kit-Kat.

Kolaborasi dengan sesuatu yang berjauhan terkadang memang lebih mudah dilakukan dibandingkan melakukannya dengan sesuatu yang lebih dekat. Semakin dekat hubungannya maka akan semakin besar kemungkinan munculnya konflik. Apalagi jika koalisi atau kolaborasi ini dilakukan oleh produk sejenis. Sama seperti partai politik, tidak ada teman abadi, yang ada kepentingan abadi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.