Kopitiam dan Pocong

www.marketing.co.id – Sejumlah pengusaha kopitiam pernah melakukan protes atas pendaftaran merek kopitiam oleh seorang pengusaha. Jika dilihat di Wikipedia, kopitiam adalah kedai kopi dan sarapan tradisional di Malaysia dan Singapura. Makanan yang disediakan biasanya cukup seragam, seperti kopi, teh, teh susu, dan roti bakar dengan selai srikaya.

Kehadiran kopitiam mulai marak akhir-akhir ini karena menjadi salah satu alternatif kuliner di Indonesia. Seperti biasa, keberhasilan satu kedai membuahkan banyaknya kedai-kedai serupa di Indonesia. Ada Kopitiam Oey, Kiliney’s, QQ, Lau’s, Mao, dan lain-lain.

Jika kemudian ada yang mendaftarkan merek “Kopitiam”, maka tidak mengherankan jika para pengusaha kopitiam pun mengajukan protes karena kopitiam dianggap bukanlah merek yang bisa didaftarkan, sekalipun nama Kopitiam bukanlah bahasa Indonesia dan belum ada di kamus bahasa Indonesia.

Persoalan merek memang akan selalu ada, selama merek menjadi salah satu aset paling berharga di perusahaan. Baru-baruini Apple juga harus bersengketa dengan perusahaan di Cina yang ternyata memiliki merek iPad jauh sebelum Apple menciptakan merek ini. Juga sengketa merek Cap Kaki Tiga yang akhirnya menghasilkan dua minuman bergambar badak dan bergambar kaki tiga.

Adanya beberapa sengketa merek memang menunjukkan bahwa kesadaran merek di Indonesia sudah sedemikian tinggi. Ini berbeda dibandingkan sepuluh duapuluh tahun yang lalu. Kehilangan merek yang dialami oleh beberapa pihak semakin menyadarkan mereka bahwa kehilangan merek bisa menjadi hal yang paling menyakitkan. Hal ini misalnya dialami oleh teman saya 10 tahun yang lalu, saat merek dari toko handphone-nya diambil pihak lain, padahal tokonya sudah memiliki banyak pelanggan.

Namun demikian, masalah kepemilikan merek tak akan pernah selesai karena ada banyak kata-kata di dunia ini, dan selalu ada kata-kata yang mirip ataupun sama. Selain itu juga beberapa masalah penggabungan kata seperti halnya dengan Kopitiam Oeyatau Kopitiam Mao. Yang menjadi merek apakah kedua kata tersebut ataupun hanya “Oey” atau “Mao”.

Di masa depan, sengketa merek juga akan banyak memasuki ranah digital. Khususnya nama yang diikuti dengan “com”. Beberapa dotcom ternyata sudah diambil alih oleh pihak lain sebelum yang memiliki merek tersebut mendaftarkan merek tersebut untuk ditambahkan embel-embel dotcom. Kini semakin banyak pula “pembajak-pembajak” merek dotcom yang membeli berbagai nama yang menarik dankemudian menjualnya dengan harga tinggi. Jadi, hati-hati saja nama Anda yang diikuti oleh tanda titik dan kata “com” itu dibajak oleh orang lain. Apalagi jika nama Anda sudah semakin terkenal.

Pada akhirnya para kapitalis memang harus menyisakan nama-nama bagus untuk tidak diambil sebagai merek. Jika tidak demikian, lama-lama pengusaha bermodal kecil yang tidak memiliki kemampuan dan pengertian soal merek bisa tertindas oleh para pengusaha bermodal besar. Beberapa warung kecil yang punya masakan enak dan didatangi oleh banyak pengunjung namanya bisa diambil alih oleh pengusaha besar untuk dipatenkan tanpa adanya hak yang diberikan kepada sang founder.

Oleh karenanya, tepat jika kepemilikan merek kopitiam tidak diberikan kepada individu, karena kopitiam adalah konsep restoran yang menunya mudah sekali ditiru oleh setiap orang, termasuk pengusaha-pengusaha kecil. Dengan demikian, akan mengembangkan usaha kecil di negeri ini.

Memang diperlukan beberapa merek yang akhirnya bisa dipakai semua orang. Merek-merek ini biarlah menjadi berkat bagi setiap orang atau pengusaha yang ingin memakainya.

Salah satu nama yang akhir-akhir ini paling laris dan menghasilkan banyak uang adalah “pocong”. Entah kenapa, pocong menjadi salah satu makhluk gaib yang paling populer saat ini dan dipakai oleh banyak orang.

Film bertema pocong juga merupakan film dengan ekstensi nama paling banyak di film. Seperti Pocong Ngesot, Pocong Kesetanan, Poconggg Juga Pocong, 3 Pocong Idiot, dan lain-lain. Arief Muhammad, seorang anak muda tiba-tiba jadi ngetop sejak akun Twitter-nya @poconggg menjadi salah satu akun Twitter dengan follower terbanyak di Indonesia. Bukunya Poconggg JugaPocong pun menjadi novel terlaris. Seorang pedagang minuman di Semarang sukses setelah menjual es bernama “pocong”.

Jadi, nama pocong sekarang ini tidak lagi menjadi nama hantu atau makhluk gaib yang menakutkan, tetapi sudah memberikan rezeki bagi banyak orang. (Rahmat Susanta)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.