Lantai Pun Dijadikan Media Beriklan

Persaingan di dunia ritel saat ini, terlebih di modern outlet,  terasa kian sengit. Hal itu memaksa para pemasar di luar negeri mencari cara-cara yang inovatif dan efektif untuk menggaet pelanggan.

Di dalam toko atau outlet, suatu produk harus bisa terlihat menonjol di antara produk-produk lainnya agar mampu menarik perhatian konsumen. Maklum, sebagian besar keputusan membeli memang terjadi dan diputuskan di sana—terutama pada konsumen yang tidak mempunyai rencana dalam berbelanja (unplanned behavior).

Menghadapi tantangan ini, para pemasar berusaha keras untuk lebih memperhatikan lingkungan di dalam outlet sebagai “kendaraan” marketing, yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan merek.  Lingkungan ini mencakup keseluruhan toko, mulai dari rak-rak sampai pada ban berjalan di kasir. Singkat kata, tidak ada satu sudut pun yang terlewatkan. Setiap inci di ruang toko mesti bisa dimanfaatkan untuk berpromosi dan menghasilkan uang.

Akhir-akhir ini, kita menyaksikan pertumbuhan pesat dari in-store marketing. Banyak taktik dan strategi baru yang dicoba dan diuji, sementara tren untuk menerapkan strategi in-store marketing ini kian meningkat. Di samping semua yang sudah dicapai selama ini, masih banyak cara dan inovasi yang belum dicoba untuk meningkatkan value dari setiap ruang yang ada di toko.

Tetapi semuanya itu tentunya harus dibarengi dengan komitmen untuk mengukur efektivitas dari setiap usaha yang dilakukan. Apakah sesuatu yang dikira “cukup” ternyata “berlebihan”? Bagaimana cara menilai apakah iklan atau promosi yang dilakukan langsung di dalam toko bisa lebih diingat, bisa lebih meningkatkan penjualan daripada yang lain? Seiring langkah dalam mengembangkan in-store marketing, pemasar juga harus memperbaharui cara-cara yang lama maupun yang baru, dan terus melakukan berbagai terobosan dan inovasi.

Apakah suatu toko bisa dijadikan “laboratorium“ untuk melakukan eksperimen dalam berpromosi? Selama bertahun-tahun, demonstrasi produk dan display kardus atau karton sederhana telah digunakan sebagai alat in-store marketing. Efektivitasnya tidak pernah dipertanyakan. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Knowledge Network/PDI, ditemukan bahwa demonstrasi produk yang tidak berhubungan dengan makanan bisa meningkatkan penjualan lebih dari 40% dalam waktu sekitar satu bulan.

Supaya dapat mengetahui seperti apa in-store marketing dan perkembangan apa saja yang terjadi, ada baiknya kita melihat contoh-contoh di toko swalayan yang berada di luar negeri saat ini atau mungkin beberapa saat ke depan.

Bila sedang berada di lapangan parkir, misalnya, Anda dapat menemukan tanda (billboard) dari salah satu pengiklan. Kereta atau keranjang belanjaan dilengkapi monitor video kecil yang menayangkan peta dari supermarket tersebut. Beberapa monitor video bisa berinteraksi dengan semacam transmitter di dalam toko, yang menayangkan iklan dari produk-produk yang ada di sana.

Kartu-kartu harga yang dipasang pada bagian depan rak menampilkan iklan, dan produk-produknya sendiri ditandai dengan lampu spotlight kecil dengan warna tertentu.  Di lantai setiap gang, Anda dapat menemukan iklan yang ditempelkan untuk menjelaskan produk tertentu. Pesan-pesan promosi dimainkan melalui sound system toko, dan alat-alat pencipta bau atau aroma di tempat-tempat strategis yang dapat mengingatkan Anda pada produk tertentu.

Sewaktu mendekati pintu keluar atau kasir, Anda bakal merasa seakan sedang berada di Times Square. Ada sebuah monitor video yang menayangkan iklan-iklan; gang-gang di sana juga dilengkapi dengan tanda-tanda yang juga menampilkan iklan. Anda bahkan bisa menemukan pesan iklan pada conveyor belt di mana Anda meletakkan belanjaan.  Ada majalah-majalah yang dibuat oleh pihak manufaktur, dan bahkan oleh supermarket itu sendiri, yang diletakkan di tempat-tempat strategis pada rak majalah.  Saat Anda hendak meninggalkan kasir, kupon-kupon frequent shoppers akan diselipkan pada berbagai macam barang yang baru saja Anda beli dan dibungkus dalam tas belanjaan.

Sebagian dari tools promosi yang disebutkan di atas sedang diuji cobakan dan diimplementasikan di Amerika Serikat (AS). Ini bukanlah kisah fiksi ilmiah, tetapi hasil akhirnya diharapkan benar-benar dapat mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian.

Ada beberapa perusahaan yang mencoba menerapkan in-store marketing ini ke arah yang baru. Contohnya, Campbell Soup. Mereka membuat sistem display produk The Campbell’s IQ Maximizer,  yang tertata rapi, menarik, dan mampu mengurangi waktu belanja dari 58 detik menjadi 8 detik. Display bernama rak Serpentine ini menampilkan berbagai kategori produk Campbell Soup,  memberikan pengalaman berbelanja yang lebih “consumer friendly kepada pelanggan, dan terbukti mampu menjual lebih banyak sup.

P&G’s Oil of Olay dan Clinique dari Unilever adalah merek-merek yang telah membeli ruang di “shelf TV” atau disebut juga shelf-based video advertising units, yang diciptakan oleh ActMedia di Thailand.  Shelf TV adalah media in-store marketing berupa monitor TV kecil yang dipasang di rak, kebanyakan sejajar dengan mata (eye-level), dan menayangkan iklan video promosi singkat mengenai suatu produk.

Sementara itu, Procter & Gamble, Kellogg, dan Unilever juga tengah mengembangkan program floors ads, serta menyedot sebagian dari profit-nya untuk akses lantai di toko ritel. Program ini dikemas oleh sebuah perusahaan yang ahli dalam mengembangkan inovasi pada in-store marketing. Wujudnya berupa permainan gambar-gambar iklan yang dipasang di lantai untuk menarik perhatian konsumen, supaya mencari atau menemukan produk yang dimaksud di rak, dan akhirnya melakukan pembelian.

Ya, betul! Kini bukan cuma rak, langit-langit atau dinding saja yang diperhatikan. Lantai pun tak luput dijadikan sarana berpromosi.  Floor ads ini berkembang cukup pesat di AS.  Ada satu perusahaan yang khusus menangani floor-ads atau beriklan di lantai ini, namanya FLOORGraphics. Beberapa perusahaan besar seperti Campbell Soup, P&G, Kellog, dan Unilever telah menggunakan jasa perusahaan tersebut untuk menangani floor-ads mereka. Sedangkan dari sisi peritel, kliennya antara lain Safeway, A&P, Winn-Dixie, Food Lion, dan SuperValu.

Floor-ads ini mampu menyedot perhatian jutaan konsumen di tempat mereka berbelanja, mempunyai cakupan area yang lebih luas daripada media bentuk lainnya, menghasilkan penjualan lebih banyak di Point of Purchase, mampu membuat konsumen teringat kembali akan iklan-iklan yang sudah ada di televisi, serta mampu meningkatkan pergerakan produk sebesar 15-30%.

Semua contoh di atas hanyalah sebagian kecil dari penerapan in-store marketing yang sudah banyak dilakukan oleh perusahaan atau peritel besar di seluruh dunia. Dengan semua inovasi ini, mereka  berharap bisa menemukan cara yang paling efektif agar biaya promosi tidak terbuang percuma. Kemampuan mendukung kampanye promosi dengan pengukuran efektivitasnya adalah mutlak dilakukan untuk mencapai sukses. Seiring dengan usaha dan inovasi yang dilakukan oleh setiap toko untuk mengembangkan bentuk promosi in-store-nya sendiri-sendiri, pihak ritel maupun manufaktur haruslah bekerja sama dan membuktikan value dari program promosinya masing-masing.

Semakin inovatif cara atau metode yang digunakan untuk melakukan in-store marketing, semakin sulit pula mengukur kesuksesannya. Tetapi dengan adanya ketersediaan data tentang perilaku belanja konsumen, suatu sistem bisa dibuat untuk mengevaluasi apa dampak dari masing-masing metode terhadap penjualan.

Inilah tantangan bagi para marketer dan peneliti saat ini. Mereka terus mempelajari bagaimana menerapkan in-store marketing yang efektif, baik dari pihak manufaktur maupun peritelnya. Hasil yang didapat bila sukses menjalankannya adalah peningkatan pembelian konsumen terhadap suatu merek ataupun toko, repeat purchase, dan tentunya peningkatan keuntungan yang selalu diinginkan oleh semua pihak.  Ivan Mulyadi (dari berbagai sumber)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.