Lima Mitos Bisnis Ritel Multichannel

Marketing.co.id – Peritel sedang didorong untuk memperhatikan sebuah laporan terbaru dari PricewaterhouseCoopers (PwC) tentang mitos bisnis ritel multichannel. Termasuk munculnya media sosial, tablet, dan China.

Laporan berjudul, “Demystifying the online shopper; 10 myths of multichannel retailing,” tersebut berdasarkan pada survei global. Melibatkan lebih dari 11.000 pembeli online dari 11 negara.

Sebelas negara yang tercakup dalam survei ini adalah Brasil, Kanada, Cina, Perancis, Jerman, Belanda, Rusia, Swiss, Turki, Inggris, dan Amerika Serikat.

“Baru-baru ini kami telah memperhatikan banyaknya literatur mengenai para pembeli ritel online dan menjadi tren,” tulis John Maxwell, dari PricewaterhouseCoopers dalam laporan tersebut.

Menurutnya, “Banyak konsumen yang memanfaatkan media sosial untuk pencarian merek, memuji produk kesukaan mereka, dan memperlihatkan kelemahan produk lainnya.”

“Namun, survei kami menunjukkan hanya 12% responden yang telah membeli item melalui situs media sosial … dan hanya 18% yang membeli produk setelah mendapatkan informasi dari situs media sosial,” begitu ia menerangkan..

Laporan tersebut menyoroti mitos seputar ritel multichannel sebagai berikut :

Mitos 1: Media Sosial akan segera menjadi saluran utama ritel

“Meskipun media sosial terus menunjukkan eksistensinya. Namun, untuk saat ini media sosial akan tetap menjadi saluran penjualan belum bisa sepenuhnya diandalkan,” kata PwC.

Hal itu terlihat dari setengah responden yang mengatakan, mereka hanya memeriksa situs media sosial setiap hari. Hanya sebagian kecil dari mereka yang sering menggunakan situs untuk berbelanja.

Menurut laporan tersebut, 7 dari 10 pembeli online mengatakan mereka tidak pernah berbelanja dengan cara ini, hanya 5% dari mereka yang akan berbelanja lebih lanjut melalui media sosial dalam 12 bulan ke depan.

Mitos 2: Media sosial akan menjadi showroom di masa mendatang

Banyak pembeli yang melakukan pencarian secara online, tetapi mereka lebih suka membeli produk di dalam toko.

“Sebesar  23%melakukan pencarian secara online kemudian mendatangi toko untuk membeli produk tersebut. Hanya 2% yang melakukan sebaliknya, kata laporan itu. “Dengan pengecualian pada kategori buku, musik, film dan video game, konsumen tampak belum siap meninggalkan outlet ritel tradisional dari landscape belanja mereka.”

Mitos 3: Tablet akan menjadi perangkat belanja online paling disukai

Meskipun pengguna tablet dan smartphone terus meningkat, para pembelanja masih menggunakan komputer mereka untuk berbelanja online.

“Hanya 9% dari mereka yang telah mengubah kebiasaan dalam berbelanja dengan menggunakan tablet – dan sekitar tiga dari lima responden tidak menggunakan perangkat ini untuk berbelanja,” kata laporan itu.

“Responden tidak berencana untuk meningkatkan pembelian mereka menggunakan tablet tahun depan, hanya 11% berpikir mereka akan berbelanja lebih banyak menggunakan tablet mereka.”

Mitos 4: Ketika dunia makin kecil, konsumen global semakin sama

Meskipun konsumen yang berbelanja dari peritel global terus meningkat dari sebelumnya, terdapat serangkaian perbedaan lokal dalam perilaku konsumen.

“Selera pengguna internet dalam belanja online dan media sosial sangat beragam,”kata laporan itu. “Dan pertumbuhan daya beli tidak secara otomatis diterjemahkan ke dalam antusiasme belanja,” lanjut laporan tersebut.

Mitos 5: Cina adalah model ritel online masa depan

Cina berada di barisan terdepan dari beberapa tren. Namun PwC berpendapat, model multichannel online China sangat unik.

“Sekitar 30% responden Cina telah belanja [online] selama lebih dari lima tahun, dibandingkan dengan 44% dari sampel global. Tapi mereka (pembeli China) sudah berbelanja jauh lebih sering,”kata PwC.

“Selain itu, pembeli China ini juga merupakan yang terdepan dalam hal penggunaan perangkat baru dan media sosial,” jelas PwC. (www.startupsmart.com.au)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.