Lima Strategi dalam Social Media (1)

www.marketing.co.id – Beberapa perusahaan di Indonesia sudah mulai serius menyikapi peran social media dalam strategi bisnis mereka. Merek-merek seperti Surfer Girl, Gery Chocolatos dari GarudaFood, maupun Yamaha Motor Indonesia sudah cukup besar namanya di situs-situs social network di Tanah Air.

Melalui kampanye-kampanye di owned media (situs resmi, Facebook, dan Twitter), merek-merek tersebut perlahan membangun hubungan positif dengan konsumen. Aktivitas yang dilakukan ketiga perusahaan tersebut memang patut kita acungi jempol.

Dalam buku Groundswell, Li dan Bernoff memaparkan lima strategi besar yang bisa dilakukan perusahaan dalam menghadapi konsumen yang kian terhubung satu sama lain.

Strategi yang pertama adalah listening. Tidak ada satu pun perusahaan yang luput dari kewajiban untuk memahami keinginan dan kebutuhan konsumennya. Pada ranah digital, ada dua hal yang bisa dilakukan perusahaan untuk “mendengarkan” percakapan konsumen:

1.  Mendirikan komunitas online sendiri.

Strategi ini ideal untuk mempelajari hal-hal yang spesifik dari konsumen karena perusahaan seolah memiliki akses terus-menerus ke sebuah panel FGD (focus group discussion). Tantangan terbesarnya adalah mencari tema komunitas yang bisa menarik konsumen untuk bergabung dan berperan aktif. Selain untuk mendengarkan, komunitas online juga berperan besar dalam strategi-strategi selanjutnya.

2. Melakukan social media monitoring/online brand monitoring.

Pembicaraan konsumen di ranah digital sudah bisa ditangkap social media monitoring. Melalui software tersebut, kita bisa mencari tahu apa saja yang dibicarakan oleh konsumen mengenai merek kita, di mana mereka berbicara, bahkan sentimen dari percakapan tersebut (positif, negatif, atau netral) juga terbaca. Sebuah penelitian dari University of Massachusetts Dartmouth menunjukkan bahwa 7 dari 10 perusahaan Fortune 500 di Amerika Serikat sudah secara konsisten melakukan social media monitoring.

Penting untuk diingat bahwa mendengarkan percakapan konsumen tidak akan memberikan nilai tambah bagi perusahaan jika kita tidak menindaklanjuti informasi yang sudah didapat.

Strategi yang kedua adalah talking. Setelah mendengarkan percakapan konsumen, perusahaan bisa mulai berbicara dengan mereka. Pahami dulu hal yang mereka percakapkan, baru kita bisa berkontribusi dan memberikan nilai tambah. Pada saat perusahaan berbicara di social media, konsumen tidak akan memerhatikannya apabila dia merasa tidak ada added value apa pun bagi dirinya. Konsumen yang kian aktif di media digital memiliki akses ke sumber informasi lain yang bisa lebih mereka percayai: konsumen lainnya.

Arti penting berbicara dengan konsumen di social media adalah untuk memengaruhi proses pengambilan keputusan mereka. Beberapa aktivitas yang bisa dilakukan perusahaan adalah:

1. Bergabung dan berbicara dengan konsumen di social network.

Bagi perusahaan, bergabung di social network seperti Facebook dan Twitter sangatlah mudah (dan murah!). Yang sulit adalah bagaimana menjaga interaksi dengan konsumen agar mereka tetap terlibat aktif. Penting untuk dipahami bahwa aktivitas tersebut tidak bisa digunakan oleh setiap perusahaan. Aktivitas ini paling ideal untuk perusahaan yang target marketnya relatif lebih muda (sesuai dengan distribusi umur pengguna Facebook di Indonesia) untuk memaksimalkan potensi interaksi yang mungkin terjadi atau perusahaan yang memiliki konsumen yang sudah puas atau loyal. Bayangkan bentuk percakapan yang akan terjadi di fan page kita apabila banyak konsumen yang tidak puas. Kasus terburuknya bisa saja pendapat negatif mereka menyebar secara viral.

2. Bergabung di komunitas blog.

Tidak semua perusahaan bisa menggunakan Facebook atau Twitter untuk menyampaikan pesannya. Perusahaan yang menawarkan produk yang kurang umum (misalnya: kontraktor dan kantor akuntan) kurang bisa menikmati kelebihan yang ditawarkan social network. Semakin rumit pesan yang ingin kita sampaikan, semakin sedikit konsumen di social media yang tertarik untuk menyebarkannya. Di saat seperti ini, blog menjadi channel yang lebih ampuh. Melalui blog, perusahaan bisa menyampaikan pesan yang lebih mendalam untuk segmen pembaca yang lebih targeted.

Namun, perusahaan yang ingin bergabung dengan komunitas blog harus bersedia terlibat aktif dan siap berdialog dengan konsumennya.

3. Mendirikan komunitas online sendiri.

Selain baik untuk mendengarkan percakapan konsumen, perusahaan yang memiliki komunitas online sendiri juga bisa berbicara dengan mereka. Tapi, perusahaan juga dituntut untuk mengeluarkan investasi yang lebih besar. Yamaholigan misalnya.

Website komunitas online yang diusung oleh Yamaha ini bertujuan mengakomodasi hubungan antara konsumen yang tertarik dengan dunia otomotif roda dua. Melalui owned media tersebut, perusahaan memiliki keleluasaan untuk melakukan apa saja yang mereka butuhkan.

Strategi yang ketiga adalah energizing. Bersambung ……

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.