Maicih: Tampil Beda dengan Menciptakan Pasar Baru

Bermodalkan dua juta rupiah, Reza Nur Hilman sukses mengembangkan Maicih hingga beromzet miliaran rupiah. Apa rahasianya?

reza nur hilmanKira-kira tahun 2007, Reza Nur Hilman – sang penggagas – membeli keripik di sebuah tempat di daerah Bandung. Rasanya yang enak membuatnya ketagihan. Sejak saat itu, ia pun mulai rutin membeli keripik tersebut. Hingga pada tahun 2010, ia berpikir untuk memproduksi dan menjualnya sendiri.

Bermodalkan dua juta rupiah ia pun mulai melaksanakan niatnya untuk membuat keripik serta menjualnya sendiri. Setelah produk jadi, ia pun mulai menjajakan keripik buatan sendiri ke kerabat dan teman dekat. Tak disangka, keripik tersebut mendapat respon positif.

Mereka tertarik untuk membeli lagi dan menanyakan tempat penjualnya. Bahkan mereka pun menanyakan nama produknya.

Nama Maicih terinspirasi dari sebuah dompet kecil yang biasa digunakan emak-emak/ibu-ibu ketika hendak berbelanja ke pasar. “Yang membuat keripik kan mama saya, ya dengan spontan saya jawab Maicih.”

Branding

Tentunya, nama Maicih bisa tenar seperti sekarang tidak sim salabim. Ketika nama Maicih dikenal di kalangan teman dan kerabat, ia pun secara konsisten menjajakan produknya menggunakan nama tersebut.

Sejak saat itu, produk yang ia jual (menggunakan nama Maicih) laku keras. “Respon pasar sangat bagus,” terangnya.

Direct selling adalah metode penjualan yang ia gunakan dulu. “Metode penjualan direct selling itu sangat efektif. Sampai saat ini saya masih mempertahankan metode penjualan ini namun dikombinasikan dengan media sosial dan hasilnya ‘wah’,” ujarnya bangga.

Menurutnya, ada kepuasan batin tersendiri antara dirinya dan konsumen. Ketika menyerahkan langsung produk ke konsumen, mereka sangat senang dan langsung mencurahkannya melalui media sosial. Dari situ banyak orang yang mulai penasaran dengan Maicih.

“Rasa penasaran tersebut bagai ‘bola salju’. Banyak yang bertanya-tanya dan banyak yang membeli. Sejak itu, kami mulai fokus untuk menginformasikan segala hal tentang Maicih melalui media sosial,” kata Reza.

Strategi media sosial

Hadirnya media sosial memudahkan langkahnya untuk memasarkan produk. Awalnya ia menggunakan akun pribadi untuk memasarkan produk. Namun karena responnya sangat bagus, pada tahun 2011 ia membuatkan akun sendiri, yaitu @infomaicih.

Dari sekian banyak media sosial, ia lebih memilih fokus menggunakan Twitter. Ia berdalih jika media sosial ini lebih efektif dan mampu menciptakan word-of-mouth dibanding yang lainnya.

Pengaruh media sosial sangat luar biasa. Menurutnya, jumlah statistik penduduk Indonesia lebih dari 250 juta, jumlah pengguna gadget smartphone baru 10%. Tapi mereka aktif dan itulah pasar kita. “Jadi bagi kami media sosial itu low-cost banget dan buzzer-nya lebih kencang,” ucapnya.

Tapi ia menyarankan, sebelum terjun ke media sosial, brand awareness-nya harus sudah bagus. Karena jika brand awareness sudah bagus akan sangat mudah bagi merek mendapatkan pengikut.

Memasarkan produk

Setelah brand dibangun dengan baik, langkah selanjutnya adalah memasarkan produk ke masyarakat. Ia tidak langsung menjual, namun terlebih dahulu mengedukasi pasar.

Pasalnya, keripik yang ia tawarkan berbeda dengan kebanyakan keripik yang dijual di pasaran. “Orang tidak semuanya suka pedas. Itu tidak menjadi kendala karena kami tidak mencari pasar tapi menciptakan pasar sendiri. Kami berbicara dan menawarkan produk langsung kepada konsumen, itulah kekuatan direct selling,” terangnya.

Diakuinya bisnis tidak akan berkembang jika semuanya dilakukan seorang diri. Ia pun mulai membangun jaringan distribusi yang ia sebut dengan istilah “jenderal”.

Jenderal-jenderal ini akan “gentayangan” di jalanan untuk menjajakan produk. Para jenderal ini harus militan. Mereka tidak diperbolehkan memasukkan produk ke warung-warung. “Apa bedanya keripik Maicih dengan yang lainnya jika tetap begitu,” tegasnya.

Baginya, komunikasi satu arah itu tidak memberikan efek yang signifikan. Untuk itu, ia selalu menekankan kepada para jenderal-jenderalnya untuk militan dan terus mengasah jiwa entrepreneur mereka.

Di usianya yang sudah menginjak tiga tahun. Ia ingin menjadikan perusahaan yang ia pimpin menjadi holding company. Ia ingin bersaing dengan perusahaan consumer good lainnya di pasar makanan ringan.

Untuk mendukung ambisinya yang besar, ia terus menguatkan jaringan distribusi agar tersedia merata di seluruh Indonesia. “Distribusi kami saat ini tidak hanya melalui para jendral saja tapi juga sudah masuk ke ritel,” ungkapnya.

Ia sadar para jendral tak selamanya akan gentayangan di jalan. “Pada dasarnya snack itu kan “sekolah”-nya di ritel,” lanjutnya.

Go global

Sukses menaklukan pasar dalam negeri ia pun berniat untuk melebarkan sayap ke pasar luar negeri. Namun, untuk bisa masuk ke pasar luar ia harus melakukan beberapa perubahan, seperti mengubah nama Maicih.

Menurutnya, pasar luar itu berbeda, untuk menaklukan pasar di sana ya kita harus menyesuaikan produknya terlebih dahulu. Ia pun mengadopsi metode-metode yang sudah digunakan merek besar sebelumnya. Misalnya RedBull yang mengganti nama menjadi Kratingdaeng agar bisa diterima di pasar Indonesia.

Ia pun memutuskan mengubah nama Maicih menjadi Spicy Granny. Perubahan ini dilakukan karena nama Maicih dianggap sulit diucapkan dengan orang luar.

Spicy Granny dipilih karena dua hal. Pertama, ikon nenek atau granny memiliki seni masak keripik. Sedangkan spicy, Maicih memiliki rempah-rempah yang unik dan level-level yang sangat terkenal.

Ia tidak merasa khawatir perubahan ini akan menganggu pasar Maicih di dalam negeri karena pasar yang dituju berbeda dengan pasar dalam negeri. Semoga sukses Maicih!

Artikel ini pertama kali terbit di Majalah Youth Marketers edisi November “Kebangkitan Merek Lokal”. Anda dapat mengunduhnya secara gratis untuk mendapatkan artikel menarik lainnya di sini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.