Mana yang Lebih Dulu, Sales atau After-Sales Service?

www.marketing.co.id – Coba baca judulnya lagi. Mana yang lebih dulu? Tentu saja penjelasan logis yang paling masuk akal adalah sales. Baru setelah produk terjual, kita menangani after-sales service (layanan purnajual). Itu adalah urutan yang paling masuk akal bagi siapa pun. Saya menanyakan hal ini pada banyak teman dan semuanya setuju bahwa sales terjadi duluan, lalu setelahnya layanan purnajual.

Tapi, hal tersebut tidak berlaku bagi teman saya, Jino Sugianto, president director dari perusahaan joint venture PT Midea Planet Indonesia. Midea adalah satu-satunya perusahaan elektronik asal Cina yang terdaftar dalam World’s Top 500 Most Valuable Brand in 2010. Kantor pusat mereka berada di Shunde, Guangdong, dan mempunyai 28 cabang di seluruh dunia. Mereka menjual lebih dari 8 juta unit AC di Cina dan 8 juta lebih diekspor pada tahun 2009. Midea tak diragukan lagi adalah produsen elektronik terbesar (AC, kulkas, dan mesin cuci) di Cina.

Teman saya menjelaskan bahwa dalam lini bisnisnya, seperti halnya dalam semua bisnis lain, brand image adalah sangat penting. Kepercayaan atau ketidakpercayaan konsumen akan suatu merek bisa membangun atau menghancurkan suatu perusahaan. Katakanlah jika sebuah perusahaan yang menjual AC mempunyai bujet marketing yang besar dan memutuskan berpromosi besar-besaran untuk mendongkrak awareness konsumen terhadap mereknya.

Bayangkan kampanye marketing itu ternyata sukses dan konsumen berbondong-bondong ingin membeli produk tersebut. Namun, beberapa dari mereka mengalami masalah dan menelepon diler untuk memperbaiki AC-nya. Tapi sayang, perusahaan terlalu fokus mendongkrak sales sehingga mengabaikan untuk mempersiapkan teknisi-teknisi terlatih untuk memperbaiki unit-unit AC yang rusak.

Apa yang terjadi? Pelanggan harus menunggu hingga dua hari sebelum teknisi akhirnya bisa datang untuk melihat kerusakannya. Pada saat memeriksa, teknisi memberitahu bahwa ada suku cadang yang harus diganti. Tetapi, suku cadang tersebut tidak ada di Indonesia dan harus diimpor dari Thailand. Si pelanggan pun harus menunggu lagi sekitar satu minggu.

Si pelanggan lalu menelepon diler untuk menyampaikan keluhan, tetapi mereka tidak bisa melakukan apa pun selain mendengarkan omelan pelanggan. Pelanggan bersumpah tidak akan membeli lagi dari diler tersebut. Si diler pun bersumpah tidak akan berurusan lagi dengan merek tersebut.

Lalu, bagaimana dengan image merek tersebut? Bagaimana kepercayaan pelanggan terhadap merek tersebut? Apa yang akan dikatakan mereka tentang merek tersebut kepada teman atau relasi mereka? Apa yang terjadi dengan diler? Apa ia masih mau menyarankan pelanggan agar membeli merek itu lagi? Image yang rusak sulit untuk diperbaiki. Seperti contoh cerita Humpty Dumpty, “All the king’s horses and all the king’s men, could not put Humpty Dumpty together again.

Guru besar manajemen, Senior Peter Drucker berkata,“Tujuan bisnis adalah menciptakan dan mempertahankan pelanggan.”

Sayangnya, banyak perusahaan dan pengusaha terlalu fokus pada mendapatkan pelanggan dan mengabaikan untuk mempertahankan pelanggan. Tetapi, hal tersebut tidak berlaku bagi teman saya, Jino. Bahkan, sebelum Midea diluncurkan di pasar Indonesia, ia telah mempersiapkan tim layanan purnajualnya.

Ia telah mematangkan tim yang berisi teknisi-teknisi terlatih. Ia juga telah mendapat support dan komitmen dari para prinsipal dan pabrik Midea di Cina, bahwa setiap pengiriman AC, kulkas, mesin cuci, dan lain-lain, akan disertakan dengan jumlah suku cadang yang cukup dari sejak awal.

Ia mendirikan kantor-kantor cabang di berbagai kota di Indonesia lengkap dengan pusat layanan purnajualnya untuk menjamin agar semua diler mendapat support penuh. Diler pun bisa lebih yakin jika tahu bahwa mereka didukung oleh tim layanan purnajual, suku cadang, dan teknisi yang mumpuni. Kepercayaan para diler itu dianggap sangat penting.

Sebelum ia berpikir untuk menjual, ia terlebih dahulu memikirkan layanan purnajual. Sebelum ia memulai kampanye marketing, tim layanan purnajualnya sudah siap. Sebelum para diler mempromosikan Midea, mereka sudah yakin bahwa mereka didukung penuh. Mereka sadar bahwa sebelum menjual, layanan purnajual sudah siap.

Sungguh suatu pelajaran yang sangat penting.

Jadi, mana yang lebih dulu, sales atau after-sales? Sekarang, Anda akan berpikir dua kali sebelum menjawab secara yakin pertanyaan berikut dengan, “Tentu saja sales lebih dulu!”

Bagaimana kita mengaplikasikan pelajaran yang telah kita pelajari dari teman kita Jino dari Midea? Saya sangat menyarankan Anda membaca ulang definisi bisnis dari Peter Drucker,“Tujuan dari bisnis adalah menciptakan dan mempertahankan pelanggan.” (James Gwee T.H., MBA.)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.