Manajemen Konflik: Atasi Konflik dengan Rasional!

www.marketing.co.id – Konflik interpersonal adalah fakta hidup yang tidak pernah dapat dihindari. Ini bukanlah suatu hal yang buruk. Pada kenyataannya, hubungan yang kerap mengalami konflik mungkin saja lebih sehat daripada hubungan yang tanpa konflik.

Manajemen konflik sangatlah penting karena konflik dapat terjadi pada setiap tingkat interaksi—di tempat kerja, antar teman, bahkan lingkungan keluarga. Ketika konflik terjadi, hubungan mungkin saja menjadi buruk atau bertambah kuat. Oleh sebab itu, konflik bisa menciptakan kebencian atau akhir dari sebuah hubungan. Namun demikian, jika ditangani dengan baik, konflik dapat menjadi suatu hal yang produktif—mengarahkan pada pengertian yang mendalam, rasa hormat-menghormati dan kedekatan interpersonal.

Dalam lingkungan kerja, konflik antarrekan kerja sering terjadi. Ketika menghadapi konflik di kantor, sangatlah penting bagi Anda untuk meredakan emosi sehingga Anda dan rival Anda (rekan kerja yang terlibat konflik) dapat menyelesaikan konflik secara rasional. Berikut adalah beberapa manajemen konflik sederhana untuk meredakan konflik di tempat kerja:

  • The Defusing Technique. Rival Anda mungkin marah dan sudah menyiapkan berbagai “senjata” argumen untuk menyalahkan Anda atas ketidaksenangannya. Jangan membalas kemarahan dengan kemarahan. Tujuan Anda di sini adalah menyiasati kemarahan itu dengan menyetujui “argumen” rival Anda. Ketika Anda menemukan kebenaran dalam sudut pandang orang lain, maka sangat sulit bagi orang tersebut untuk tidak meredakan emosinya. Contohnya, “saya tahu bahwa saya sudah berjanji untuk menghubungi Anda semalam. Anda benar, saya hanya berharap jika saya dapat lebih bertanggung jawab di lain kesempatan.” Tuduhan mereka mungkin sama sekali tidak berdasar, namun selalu ada kebenaran dalam argumen mereka. Pada akhirnya, kita pun harus mengakui bahwa setiap orang memiliki pandangan yang berbeda dalam melihat berbagai hal. Namun hal ini tidak berarti bahwa kita harus berkompromi dengan prinsip-prinsip dasar yang kita yakini. Kita cukup memvalidasi pendirian orang lain sehingga mengarah pada solusi konflik yang sehat. Ini mungkin saja sangat sulit dilakukan, tetapi kekuatan dan integritas untuk menunda reaksi awal yang berlebihan demi mencapai tujuan positif merupakan suatu hal yang luar biasa. Kadang-kadang, kita harus “kalah” untuk mendapatkan “kemenangan” sejati.
  • Empathy. Cobalah menempatkan diri Anda dalam “sepatu” orang lain. Lihatlah dunia melalui mata mereka. Empati adalah sebuah teknik mendengar yang penting yang memberikan umpan balik bahwa Anda mendengarkan lawan bicara Anda. Ada dua bentuk empati. Empati pikiran memberikan pesan, Anda mengerti apa yang hendak dikatakan oleh orang lain. Anda dapat melakukan hal ini dengan mengulang apa yang telah dikatakan lawan bicara Anda. Misalnya, “Saya memahami perkataan Anda bahwa Anda sudah tidak lagi percaya kepada saya.” Empati perasaan adalah penghargaan Anda terhadap perasaan orang lain. Sangatlah penting untuk tidak pernah menunjukkan emosi yang mungkin tidak sesuai dengan perasaan orang lain (seperti “Anda sedang bingung dengan gejolak emosi yang sedang Anda alami saat ini”), tetapi lebih baik jika Anda menunjukkan persepsi terhadap apa yang mereka rasakan saat itu. Contohnya, “Saya rasa Anda sedang marah pada saya saat ini.”
  • Exploration. Tanyakan dengan tepat apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan oleh rival Anda. Doronglah ia untuk mengeluarkan segala keluh-kesahnya. Misalnya, “Apakah ada hal lain yang ingin Anda ceritakan pada saya?” Gunakan kata “saya”: Ambil tanggung jawab pemikiran Anda daripada hanya mendorong orang lain untuk mengungkapkannya sendiri. Hal ini akan menurunkan kemungkinan orang tersebut untuk bersikap defensif. Misalnya, “Saya merasa bingung dengan apa yang terjadi di antara kita.” Pernyataan ini tentu lebih efektif daripada hanya mengatakan, “Anda sudah membuat saya bingung.”
  • Stroking. Temukan cara yang positif dalam mengungkapkan sesuatu pada orang lain, bahkan jika orang tersebut sedang marah pada Anda. Contohnya, “Saya sungguh menghargai keberanian Anda untuk membawa masalah ini pada saya. Saya memuji kepedulian Anda.”

Ketika Anda sudah menerapkan sikap-sikap di atas, maka Anda dapat mencobamengaplikasikan beberapa model pemecahan konflik interpersonal dengan cara:

  • Identify the Problem. Lakukan diskusi untuk memahami masalah yang dihadapi oleh kedua belah pihak. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengatakan apa yang ingin Anda katakan dan mendengarkan apa yang ingin dikatakan orang lain pada Anda. Definisikan hal-hal yang telah disepakati, termasuk pula penyebab dari ketidaksepakatan/konflik tersebut. Sangatlah penting untuk mendengar secara aktif apa yang hendak dikatakan orang lain, gunakan kata “saya” dan hindarilah sikap yang menyalahkan orang lain.
  • Come Up With Several Possible Solutions. Ini adalah tahap “brainstorming”. Catatlah poin-poin yang telah disepakati oleh kedua belah pihak; tuliskan sebanyak mungkin ide untuk menyelesaikan masalah itu, terlepas dari seberapa layak hal itu dilakukan. Pada tahap ini, arahkan hasil pada kuantitas daripada kualitas. Dan biarkan kreativitas menjadi pemandu Anda.
  • Evaluate Alternative Solutions. Sekarang, lihatlah satu per saru daftar solusi alternatif yang telah Anda susun berdua. Pertimbangkan akibat positif dan negatif yang dapat dihasilkan oleh pilihan tersebut dan saringlah pilihan tersebut hingga akhirnya Anda memperoleh satu atau dua solusi terbaik untuk mengatasi masalah. Kejujuran masing-masing pihak sangat penting pada tahap ini. Solusi yang dipilih mungkin saja tidak ideal bagi salah satu pihak dan hal tersebut tentu mengharuskan adanya kompromi di antara kedua belah pihak.
  • Decide on the Best Solution. Pilihlah solusi terbaik yang tampaknya dapat diterima oleh kedua belah pihak, meski solusi itu tidak sempurna. Selama dianggap adil dan ada komitmen untuk melaksanakannya, konflik memiliki kemungkinan untuk diselesaikan.
  • Implement the Solution. Kedua belah pihak harus sepakat atas apa yang mesti dilakukan oleh masing-masing pihak, siapa yang bertanggung jawab dan apa yang dilakukan jika perjanjian itu dilanggar.
  • Continue to Evaluate the Solution. Solusi konflik harus selalu dipandang sebagai sebuah “works in progress”. Lakukan riset kecil-kecilan untuk menanyakan pada pihak lain tentang apa yang ia rasakan. Sesuatu yang tidak terpikirkan sebelumnya bisa saja muncul. Solusi harus selalu terbuka untuk direvisi, tentu sepanjang hal itu dianggap menguntungkan.

(Redaksi Marketing)

Sumber: Dr. Maynard Brusman, Consulting Psychologist and Executive Coach Trusted Advisor to Senior Leadership Teams

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.