Mantan PNS Jadi Bos Martabak

Pria ini rela menanggalkan statusnya sebagai PNS demi mengembangkan usaha martabak. Dia menawarkan inovasi baru di usaha martabak. Bisnisnya meningkat pesat, karyawan yang awalnya berjumlah 4 orang menjadi 300 orang, gerainya pun tersebar di Jabodetabek.

Martabak Orins

Umumnya martabak yang kita kenal dibuat dan disajikan dengan melipat, sehingga isi martabak berada di tengah. Di tangan Sonny Arca Adryanto, martabak dibuat dalam versi berbeda. Sonny membuat martabak menyerupai pizza, sehingga topping-nya terlihat. Menyantap martabak ala pizza ini menimbulkan sensasi tersendiri, karena begitu menyantapnya lidah akan langsung merasakan topping martabak.

Saat ini Martabak Orins sedang populer, terutama di kawasan Jabodetabek. Kesuksesan Martabak Orins dibuktikan dengan diperolehnya penghargaan “Martabak Favorit Tahun 2016” dari Go Food. “Di Go Food, kami dapat dua penghargaan. Kami yang terbaik di kategori martabak dan camilan, dan masuk terbaik ke-5 di seluruh Indonesia. Empat teratas merek asing, kami merek lokal yang tidak diunggulkan masuk posisi lima,” tutur Sonny saat diwawancarai di bilangan Bumi Serpong Damai, beberapa waktu lalu.

Kesuksesan Sonny di bisnis martabak memberi pelajaran kepada kita pentingnya membangun merek dan berinovasi. Sebelum menggeluti bisnis martabak, Sonny berbisnis jamur di tahun 2010. Namun di tengah jalan, dia menghentikan usaha jamur karena menurutnya kurang prospektif. “Tiga bulan pertama usaha jamur permintaannya tinggi, tapi saya berpikir usaha ini sifatnya musiman,” tutur alumnus STAN (Sekolah Akuntansi Negara) tahun 1999 ini.martabak orins

Setelah menghentikan usaha jamur, dia memutar otak mencari usaha yang kira-kira tumbuh secara berkesinambungan. Akhirnya pilihan jatuh pada martabak, karena menurutnya makanan berbahan dasar terigu ini sudah akrab dengan masyarakat Indonesia. Namun, Sonny menyadari betul penjual martabak banyak dijumpai di pinggir jalan, karena itu dia harus menciptakan diferensiasi agar martabak besutannya bisa mencuri perhatian masyarakat.

“Tantangannya, martabak ada di mana-mana, sudah umum juga. Lalu, kita bikin merek sebelum menentukan jenis martabak yang akan kita jual. Saya dan istri tidak menemukan merek yang pas, akhirnya mertua saya yang memberi merek Orins,” jelas Sonny.

Langkah berikutnya yaitu mencari inovasi yang belum ada di pasar. Setelah mengeksplorasi berbagai martabak yang ada, dia putuskan mengabungkan konsep martabak dengan pizza. Untuk topping-nya ditawarkan beragam, mulai cokelat kacang wijen, pisang cokelat, hingga kombinasi keju kacang dan cokelat.

Tekstur martabak yang lembut, keragaman topping, dan kemudahan membeli melalui delivery order, membuat Martabak Orins cepat dikenal. Ditambah lagi sistem pemesanan online melalui Go Food yang makin melambungkan Martabak Orins. Sejak beroperasi tahun 2011, kini sudah berdiri 20 cabang yang tersebar di Jabodetabek.

Sonny mengungkapkan, dalam sehari dia rata-rata menghabiskan 0,5 ton tepung terigu untuk seluruh cabang. Semua bahan baku didistribusikan dari pabrik dan gudang Orins di Kedoya, Jakarta Barat.

Keluar dari PNS

Perlu diketahui, saat mulai membangun Martabak Orins, Sonny masih bekerja sebagai PNS (pegawai negeri sipil) di Departemen Keuangan. Tahun 2016 dia keluar dari perangkap comfort zone dengan memutuskan berhenti berkarier sebagai PNS.

martabak orins

“Saya ini tipe risk taker, tapi tetap penuh perhitungan. Saya bekerja sambil usaha martabak, setelah merasa mantap di bisnis martabak saya keluar dari PNS,” ungkap Sonny.

Jumlah pembeli langsung dibandingkan yang membeli secara delivery order komposisinya hampir seimbang. Tapi untuk cabang di pinggiran Jakarta, banyak yang datang langsung. Sementara cabang di Jakarta lebih banyak melayani pembeli melalui delivery order. “Soal ramainya toko, di Jakarta ramai pada hari kerja. Kalau di pinggiran Jakarta, ramainya hari libur,” tutur dia.

Di sisa waktu tahun 2017 ini Sonny berencana membuka 3-6 gerai lagi, beberapa di antaranya berlokasi di luar kota. Pembukaan cabang di luar negeri pun sudah ada permintaan dari mitra di Singapura dan Amerika Serikat. Namun, hingga saat ini dia belum berani merealisasikannya karena buka cabang di luar menghadapi banyak kendala seperti pengadaan SDM, pasokan bahan baku, dan perizinan. “Sejak dua tahun lalu sudah ada permintaan untuk buka cabang di negara bagian Philadelphia, AS, tapi saya hold dulu,” imbuh dia.

Sebagai sarjana lulusan akuntansi, Sonny sangat memperhitungkan setiap rupiah yang diinvestasikan. Baginya setiap rupiah yang dikeluarkan harus menghasilkan. Sebagai pengusaha dia akan memilih investasi seminim mungkin dengan hasil yang maksimal. Berangkat dari pemikiran tersebut, dia tidak tertarik membuka cabang di mal. “Saya sudah kepikiran dari awal buka di mal, tapi saya bertanya kepada diri saya sendiri, apakah saya datang ke mal untuk beli martabak? Jawabannya tidak,” katanya.

Tony Burhanudin

MM.06.2017/W

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.