Marketer Harus Rajin Mengukur!

Kalau Anda bertanya kepada para CEO di Indonesia mengenai kelemahan dari tim pemasaran mereka, saya yakin, salah satunya adalah dalam hal pengukuran. Ini juga sangat tercermin dari isi marketing plan yang dibuat tim pemasaran perusahaan-perusahaan di Indonesia. Bagian dari marketing plan yang paling tebal, biasanya adalah di bagian strategi dan program. Untuk mereka yang berkecimpung dalam industri consumer goods, maka strategi dan program promosi adalah bagian yang paling detail.

marketing metrics

Yang paling tidak banyak dibahas atau porsinya tidak sepadan adalah masalah evaluasi dan pengukuran. Padahal, bagian inilah yang sering ditanyakan oleh para CEO dan direksi perusahaan. Walau sudah mulai terjadi banyak kemajuan dalam bidang pengukuran, saya masih melihat gap yang besar antara keharusan dalam pengukuran dan kenyataan yang diukur dari para marketer di Indonesia.

Bisa saja ini terjadi karena mindset bahwa proses pengukuran tidaklah sepenting membuat strategi dan program yang efektif. Bisa juga karena pengetahuan para marketer yang minim dalam melakukan pengukuran atau marketing metrics pada umumnya. Bagi perusahaan kecil, keengganan ini juga bisa terjadi karena mereka mempunyai persepsi bahwa biaya yang mereka akan keluarkan untuk melakukan pengukuran terlalu besar.

Saya yakin, inilah area di mana CMO perlu terus mendorong tim pemasaran untuk semakin fokus dalam merencanakan dan melakukan pengukuran. Era digital marketing juga telah memberikan kesempatan yang semakin besar dalam meningkatkan kualitas pengukuran marketing metrics.

Digital marketing memungkinkan pengukuran menjadi lebih cepat, bahkan real-time. Selain itu, teknologi digital membuat pengukuran menjadi proses yang efisien dan memiliki akurasi yang baik. Sungguh sangat disayangkan bila revolusi digital marketing yang sudah semakin kencang tidak mampu mengubah mindset terhadap pentingnya marketing metrics.

Short List?

Kadang-kadang, beberapa CMO dan marketing manager ingin mendapatkan jawaban pintas dalam marketing metrics. Ini bisa dimengerti mengingat banyaknya marketing metrics yang mungkin menjadi parameter pengukuran. Hari ini, paling tidak terdapat minimal 100 marketing metrics. Pengukuran tersebut bisa termasuk yang paling sederhana seperti profitabilitas, pangsa pasar, brand awareness, kepuasan pelanggan, loyalitas, brand image, dan pengukuran lainnya. Maka sangat logis bila kemudian terdapat pertanyaan, adakah sebuah short list baku dari marketing metrics yang harus diukur oleh tim pemasaran? Kalau ada, apa saja marketing metrics yang harus diukur, dimulai dari yang paling penting hingga relatif tidak penting? Sayang, tidak ada jawaban untuk hal ini. Dengan kata lain, membuat short list yang dianggap sebagai daftar baku dari marketing metrics merupakan upaya yang tidak berguna. Mengapa demikian?

Pertama, setiap industri akan memiliki pengukuran yang berbeda-beda. Misal, untuk marketer yang bekerja di industri consumer goods, maka brand awareness dan brand image adalah hal yang sangat penting. Untuk perusahaan yang termasuk B to B, maka kepuasan pelanggan adalah pengukuran yang lebih utama. Bagi perusahaan yang masuk dalam kategori B to B, maka efektivitas tim penjualan merupakan pengukuran yang harus diprioritaskan.

Kedua, perusahaan-perusahaan dalam industri yang sama pun akan memiliki prioritas berlainan dalam pengukuran. Bagi marketer yang sedang mengelola produk dan kategorinya relatif baru, maka marketing metrics yang berhubungan dengan penetrasi pasar menjadi prioritas. Produk-produk yang masuk pada tahap mature dan berhadapan dengan situasi kompetitif, maka marketing metrics seperti price sensitivity harus diletakkan pada prioritas yang tinggi.

Ketiga, prioritas pengukuran ini sering kali berhubungan dengan familiarity dan tingkat pemahaman. Banyak CMO dan tim pemasaran tidak melakukan pengukuran karena memang tidak memahaminya. Akibatnya, bila kepada mereka ditanyakan apakah marketing metrics ini penting, mereka pun akan menjawab “tidak penting”. Padahal, setelah mendapatkan pemahaman yang baik, kemudian menjadi marketing metrics yang penting. Apa saja contoh marketing metrics yang penting tetapi kemudian tidak dianggap penting karena problem dengan pemahaman?

Dalam pengukuran yang berhubungan dengan pelanggan ada customer lifetime value atau biasa disingkat CLV. Ini adalah marketing metrics yang sangat berguna bagi sebagian besar industri. Perusahaan percaya bahwa pelanggan adalah aset utama, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa mereka tidak mengukur harga pelanggan. CLV adalah sebuah marketing metrics yang dapat membuat perusahaan bisa menentukan strategi akuisisi dan retensi dengan benar.

Biaya akuisisi per pelanggan haruslah lebih kecil daripada CLV. Bila tidak, maka perusahaan tidak akan mampu bertahan di masa mendatang karena profitabilitas per pelanggan tidak akan mampu menutup semua biaya untuk mencari pelanggan baru. Demikian juga dengan mengetahui nilai CLV, perusahaan kemudian dapat menentukan biaya untuk mempertahankan pelanggan.

Pengukuran dalam bidang promosi yang seharusnya penting, tetapi tidak banyak diukur, adalah ROI atau return on marketing investment (ROMI). Alasannya juga sama seperti CLV. Dianggap tidak terlalu penting karena mayoritas tidak memahami bagaimana melakukan pengukuran terhadap marketing metrics ini.

Contoh-contoh pengukuran yang penting tetapi tidak banyak dilakukan, rasanya masih cukup banyak. Itulah tidak berlebihan bahwa di tahun 2016, perusahaan-perusahaan Indonesia harus meningkatkan komitmen tim pemasaran untuk melakukan pengukuran lebih baik lagi. Langkah pertama adalah dengan meningkatkan pengetahuan dalam pengukuran. Jadi, bila kemudian memilih metrik yang akan dijadikan pengukuran, proses pemilihan ini sudah melalui proses pemahaman yang baik.

Kedua, pemilihan metrik pengukuran juga harus didasarkan atas corporate objective dan proses bisnis dari perusahaan tersebut. Dengan mengutamakan proses bisnis yang baik ditambah penentuan dari key success factor, pemilihan marketing metrics pasti akan menjadi lebih baik.

Ketiga, implementasi pengukuran akan berjalan baik bila berbagai marketing metrics ini sekaligus menjadi bagian KPI dari tim pemasaran yang bersangkutan. Implementasi berjalan dengan baik karena marketer juga termotivasi untuk melakukan pengukuran guna mengetahui seberapa jauh sasaran yang ditetapkan telah tercapai.

Akhirnya, adalah tugas pimpinan puncak perusahaan yang membantu mempersiapkan infrastruktur baik teknologi, sistem, dan sumber daya manusia yang dapat mendukung CMO dan tim pemasarannya melakukan proses pengukuran. Sudahkah perusahaan dan Anda melakukan pengukuran marketing metrics yang efektif? Mungkin inilah yang diukur dulu sebelum mengukur yang lain.

(Handi Irawan D, Chairman Frontier Consulting Group, @HandiirawanD)

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.