Media Cetak Belum Mati

Saat ini teknologi digital sudah menjadi subyek bagi industri media cetak, karena informasi makin cepat, akurat, dan dapat diakses dimana saja berada. Demikian disampaikan Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informasi. “Yang dibutuhkan media cetak saat ini adalah economic of scale dan mesti dikelola secara professional,” jelas menteri yang akrab disapa Chief RA ini.

Chief RA berbicara dalam talkshow bertema “Teknologi Digital Membuat Media Lebih Hidup” yang digelar di Jakarta (16/03). Talkshow ini digelar untuk menandai hadirnya kembali (reborn) Majalah Sinyal Magz. Selain Chief RA, talkshow menghadirkan Merza Fachys, Ketua ATSI (Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia) sekaligus CEO Smartfren, dan Dahlan Dahi, Executive Director Kompas Gramedia Majalah.

Kiri-Kanan : Firman HR, Moderator, Menkominfo, Rudiantara, Merza Fachys, Ketua ATSI, Dahlan Dahi, Executive Director Kompas Gramedia Majalah.
Kiri-Kanan : Firman HR, Moderator, Menkominfo, Rudiantara, Merza Fachys, Ketua ATSI, Dahlan Dahi, Executive Director Kompas Gramedia Majalah.

Merza meyakini masih ada ceruk pasar yang dapat dimanfaatkan media cetak. “88% responden dari suatu penelitian melihat bahwa membaca produk cetak akan mendapatkan pengetahuan lebih mendalam daripada online. Sementara 64% pemasang iklan belum mau meninggalkan media cetak,” kata Merza. Merza menekankan perlunya media cetak melakukan integrasi dengan dunia digital. “Printing jadi jendela online, sebaliknya online juga jadi jendela printing,” tambahnya.

Dahlan Dahi menyarankan media cetak harus menyesuaikan konten yang relevan ke pembacanya. “Berbagai data dari online perlu dilihat, seperti 91% pengguna online datangnya dari mobile. Perlu ada penyesuaian ketika konten dialirkan lewat smartphone,”tambahnya. Adaptasi terhadap perilaku konsumen menjadi pilihan yang tidak bisa ditawar agar informasi yang disajikan dapat dinikmati oleh kebanyakan pengguna.

Industri media cetak harus dapat menyesuaikan diri dengan perubahan perilaku konsumen sambil tetap melakukan inovasi bisnis. Pendapat Robert G. Pickard, professor bidang ekonomi media dan manajemen sekaligus peneliti senior di Reuters Institute, University of Oxford yang menyatakan bahwa industri media cetak tidaklah mati karena gempuran digital ternyata relevan.

Tantangan terbesar yang dihadapi oleh pebisnis media cetak bagaimana menjadikan teknologi digital menjadi cara baru dalam mengoperasikan bisnis serta menjadi peluang untuk berkembang dan tumbuh. Karena itu butuh visi yang jelas untuk menjadikan teknologi digital mampun membuat media cetak hidup lebih berwarna. Pada saat yang sama, butuh  tebaran optimisme  bahwa adanya teknologi digital adalah keniscayaan dan menjadi tantangan yang harus dihadapi dengan cerdik dan kreatif.

Untuk dapat beradaptasi dan dapat terus bertahan sejumlah tahapan perlu dilakukan melalui transformasi bisnis. Pendapatan yang diperoleh untuk kelangsungan bisnis media berasal dari konsumen dan pengiklan. Konsumen punya banyak pilihan dalam berlangganan, misalnya dapat berlangganan versi digital tanpa perlu menggerus versi cetaknya.

“Yang jelas, ketika media cetak dapat mengisi kebutuhan konsumen, mendengarkannya, dan memberikan mereka peluang untuk berkomentar secara aktif baik di cetak maupun online. Kesempatan untuk berkomentar dan menganalisis membuat media cetak semakin erat ikatannya dengan pembacanya,” tambah Dahlan.

Sementara itu, Moch. S. Hendrowijono, Pemimpin Redaksi Sinyal Magz berharap wajah baru Sinyal Magz mampu memenuhi kerinduan para pembaca yang ingin mendapatkan ulasan  lebih mendalam  seputar teknologi, gadget, dan telekomunikasi. “Di sisi lain, kami juga melakukan integrasi dengan tren teknologi yang sedang berkembang,” tutur Hendrowijono.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.