Memahami Consumer Journey di E-commerce

 Memahami Consumer Journey di E-commercePerilaku konsumen dalam pembelian online selalu menarik untuk dipahami. Seorang marketer yang jagoan offline sering menjadi clueless begitu bertemu konsumen di ranah online.

Ini terjadi karena dalam konteks telepresence, seseorang bisa mengubah konsep dirinya sedemikian rupa hingga terkadang menjadi sama sekali berbeda dari kondisi real-presence-nya.

Konsep diri yang berbeda ini menghasilkan journey yang berbeda pula dalam proses pembelian online vs offline. Consumer journey dalam pembelian online, terutama di e-commerce, lebih bersifat personal karena praktis tidak banyak dipengaruhi oleh interaksi sosial, melainkan lebih dipengaruhi oleh interaksi dengan sistem.

Kalaupun ada interaksi sosial, misal melalui media sosial, sifatnya terbatas dan punya relevansi rendah. Ini berbeda dengan pembelian offline, yang interaksi sosialnya lebih terasa mewarnai (kadang juga meregulasi) dalam journey menuju keputusan untuk membeli atau tidak membeli.

Karena itu, memahami pembelian online di e-commerce perlu pendekatan khusus. Menggunakan pijakan rasionalitas konsumen saja tidak cukup untuk memahami journey pembelian online ini. Artinya, harga yang murah atau diskon promosi besar-besaran tidak bisa lagi menjadi satu-satunya daya tarik pembelian online.

Rasionalitas harus dikombinasikan dengan experience untuk mengantarkan (mengintervensi) konsumen membeli secara online. Semakin menyenangkan experience yang ditawarkan oleh e-commerce dalam proses pembelian online, kemungkinan besar semakin mendorong keinginan konsumen untuk membeli.

Ini menjelaskan mengapa mayoritas e-commerce terus melakukan update terhadap desain user experience mereka, dan kemudian menggunakan desain user experience tersebut untuk memenangkan persaingan.

User Experience dan Consumer Journey

User experience menjadi bagian penting dalam consumer journey di sebuah e-commerce. Konsumen memiliki banyak jalur (journey) untuk sampai pada keputusan membeli atau tidak membeli. Tiap jalur tersebut unik, tergantung dari akses, experience, dan preferensi dari tiap-tiap konsumen.

Hal tersebut memungkinkan karena ekosistem online memberikan banyak pilihan atau kombinasi untuk sampai pada keputusan membeli. Tantangan bagi marketer untuk memetakan jalur-jalur tersebut.

Jika kita menjadikan jalur consumer journey sebagai sebuah proses input-output, maka kita bisa membaginya dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah tahap dimana konsumen berinteraksi pertama kali dengan platform e-commerce kita. Interaksi pertama ini menghasilkan konsumen yang melakukan registrasi.

Bagian kedua adalah ketika konsumen mulai melakukan evaluasi dan eksplorasi terhadap berbagai produk yang tersedia di e-commerce kita. Sintesis terhadap semua stimulus yang ditemuinya akan memberikan dasar bagi seorang konsumen untuk melanjutkan proses ke tahap berikut atau tidak.

Tahap berikutnya, atau bagian ketiga adalah tahap eksekusi pembelian. Pada tahap ini seorang konsumen telah mengambil kesimpulan untuk membeli, dan akan mengonfirmasi apakah transaksi bisa dilakukan dengan mudah dan aman.

Ketiga bagian consumer journey ini memiliki tingkat churn rate yang berbeda. Semakin ke kanan, churn rate-nya akan semakin tinggi. Melakukan pemetaan terhadap jalur pembelian konsumen dapat mengurangi churn rate sekaligus meningkatkan loyalitas. Bagaimana bisa?

Loyalty Loop

Dewasa ini, semua e-commerce mahfum bahwa mempunyai konsumen yang loyal jauh lebih berharga dibandingkan mendapatkan konsumen baru. Konsumen yang loyal dan aktif bila melakukan transaksi bisa memiliki lifetime value yang lebih tinggi dibandingkan konsumen baru.

Tantangan terbesar bagi marketer adalah meningkatkan jumlah konsumen yang loyal ini. Sering kali, persentase konsumen loyal jumlahnya cukup rendah dibandingkan total konsumen yang dimiliki sebuah e-commerce. Jika dibiarkan dan tidak diintervensi, hal ini bisa menjadi masalah yang kritikal bagi sustainability dan competitiveness perusahaan.

Dengan menggunakan perspektif tersebut, sebuah e-commerce biasanya akan memetakan jalur menuju loyalitas ini ke dalam empat rangkaian (loyalty loop), yaitu (1) key moments; (2) best path to purchase; (3) immediate determinant of purchase intention; dan (4) the joy of post-purchase. Masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut.

Sebuah e-commerce harus bisa menandai momen-momen utama (key moments) yang menentukan dalam journey seorang member. Key moments bisa ditemukan mulai dari momen ketika member pertama kali melihat e-commerce (sebagai situs atau aplikasi), melakukan registrasi, mencoba (trial), membandingkan, mencari informasi tambahan, sampai dengan ketika akhirnya melakukan pembelian pertama kali, maupun ketika melakukan pembelian kembali (repurchase). Di key moments ini, marketer sebuah e-commerce perlu memberikan intervensi untuk menjaga momentum pembelian.

Setelah key moments berhasil diidentifikasi dan diintervensi, berikutnya dirumuskan best path to purchase. Ini adalah cara untuk memetakan jalur paling ideal yang bisa ditempuh oleh member dari sejak registrasi sampai melakukan pembelian/pembayaran.

Pada ekosistem online, jalur yang ditempuh seorang member bisa punya ratusan kombinasi. Perbedaan kecil dalam experience bisa memberikan satu kombinasi baru yang tersendiri.

Marketer e-commerce dituntut untuk mampu mengidentifikasi kombinasi jalur terbaik, dengan cara melihat jalur mana yang paling populer (paling banyak ditempuh) dan jalur mana yang paling murah bagi perusahaan (biaya akuisisi/konversi paling rendah).

Jika sudah bisa ditemukan, jalur tersebut harus diintervensi dengan lebih sistematis. Misalnya, promosi difokuskan pada key moments yang ada di jalur terbaik tersebut.

Selanjutnya, immediate determinant of purchase intention digunakan untuk mengetahui faktor terpenting yang dipertimbangkan oleh member sesaat sebelum menentukan membeli produk di e-commerce kita.

Faktor terpenting tiap-tiap member tentu berbeda-beda, misalnya harga, diskon, poin reward, kesempatan menang undian, dan sebagainya. Marketer dari e-commerce dituntut untuk mendapatkan list faktor-faktor tersebut, lalu menempatkannya dalam beberapa klaster untuk kemudian diintervensi berdasarkan profil member.

Terakhir, e-commerce perlu menciptakan the joy of post-purchase sebagai pintu masuk untuk menghubungkan loyalty loop ini menjadi satu kesatuan yang utuh. Post-purchase experience yang baik dan menyenangkan akan memperkokoh loop yang terbangun, yaitu ketika member serasa mendapatkan insentif untuk membeli kembali produk yang sama di e-commerce tersebut.

Untuk menciptakan experience yang menyenangkan ini, e-commerce harus memastikan dua hal, yaitu bahwa jika terjadi masalah saat produk dikonsumsi atau dinikmati, maka akan diberikan kompensasi yang sesuai; dan adanya benefit tambahan yang diberikan e-commerce selama atau setelah proses konsumsi.

Keempat rangkaian metode tersebut jika digabungkan dengan cara yang benar, akan menghasilkan sebuah loyalty loop yang selalu berulang pada member-member e-commerce tersebut.

Artikel ini ditulis oleh Harryadin Mahardika, Kepala Program Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.