Membangun Istana Payung Dari Cucuran Keringat

Darinya kita belajar, bisnis apapun jika digeluti dengan konsisten dan fokus akan membuahkan keberhasilan.

Bagi sebagian orang, berjualan payung mungkin dianggap sebagai bisnis sampingan, sehingga tidak perlu diseriusi. Tapi demikian dengan Johanes Paulus, pria ini fokus menggeluti bisnis payung semenjak masih kuliah.

Johanes Paulus, Pemilik Istana Payung

Di sela-sela kesibukannya berkutat dengan tugas kuliah, dia menyempatkan diri berjualan payung di toko milik pamannya.

Selain berjualan payung,  Paulus sempat menjajal beragam profesi dari kerja di perbankan, menjadi agen asuransi sampai menjadi sales. Cita-citanya menjadi musikus pun pupus pasca band besutannya bubar. “Hobi saya ini bermain musik. Saya buat band sama teman-teman. Tapi setelah kuliah, ada yang kerja dan bisnis, bubarlah band kami. Saya juga akhirnya lebih memilih kerja yang fleksibel. Saya belajar bisnis payung di toko paman,” kenang sarjana ekonomi jebolan Universitas Bunda Mulia.

Pada 2008, gairah dan talenta bisnisnya makin terasah. Johanes pun mendirikan “Istana Payung” dengan modal sekira Rp50 juta. Ia menyewa sebuah toko untuk menjajakkan payung-payungnya. Bagi pria berusia 36 tahun ini, bisnis payung masih memiliki prospek yang cukup bagus. Sebab, Indonesia beriklim tropis, dan bisnis payung sangat bergantung pada cuaca hujan.

“Prospeknya bagus, apalagi kalau musim hujan. Saya satu-satunya toko yang sepanjang tahun hanya menjual payung. Sementara yang lain, ketika masuk musim kemarau, mereka beralih dengan menjual beragam produk lain seperti sandal, buku, petasan, dan lainnya. Saya sih tetap konsisten, kalau pun kemarau, toko sepi itu risiko.”

Sikapnya  yang konsistensi berimbas positif pada perkembangan bisnisnya. Sebab, ia semakin dikenal ke berbagai penjuru sebagai penjual payung yang tak kenal musim. Sehingga, orang dari manapun, yang mencari payung, tak segan untuk langsung datang ke lokasi tokonya di kawasan Perniagaan Timur, Jakarta Barat.

Menurut Johanes, dia mampu menjual sekitar 80—100 merek payung dari berbagai negara. Modelnya pun lengkap dari payung lipat, payung panjang, payung golf sampai payung mobil. Ia memberikan tips dalam membeli payung, “Yang bagus itu yang rangkanya anti angin. Umumnya yang berbahan fiber lebih baik, karena tidak karat, lebih kuat, dan lebih ringan,” sebutnya.

Di tokonya, harga payung dijual dari harga Rp17,5 ribu hingga Rp250 ribu. Dengan pengalamannya di bisnis ini, ia menjadi piawai dalam memilih produk yang berkualitas. Misalnya, ia menjual merek Rosida dan Jope asal Taiwan dan Jerman yang dikenal dengan kualitasnya.

Di musim hujan seperti sekarang, menjadi berkah tersendiri baginya. Sebab, penjualan payung akan melonjak tajam. Diakuinya, rerata penjualan payung saban bulannya antara 1.000 sampai 10.000. Konsumennya pun tersebar di berbagai daerah di Tanah Air, termasuk luar negeri seperti Singapura dan Maldives. “Untuk pasar mancanegara, paling banyak kami kirim ke Maldives. Pasar Singapura juga cukup baik.”

Musim kemarau tidak lantas membuat Istana Payungnya menguncup. Menyiasati kondisi ini, dia fokus menyasar pasar korporat yang membutuhkan payung untuk promosi dan souvenir. Diakuinya, di pasar ini prospeknya juga masih cukup baik.

“Untuk payung promosi dan souvenir itu custom, dengan minimal pemesanan sebanyak 10 lusin. Harga paling murah bisa Rp25 ribu per buah dengan logo satu warna,” ujarnya. Dalam catatannya, selama ini pasar terbesarnya masih didominasi oleh para reseller. “Ya, yang paling banyak, mereka beli di kami untuk kemudian dijual kembali,” imbuh dia.

Johanes menyebut, stok payung yang disiapkannya sebanyak 1.000 lusin. Selain payung, ia juga menyediakan jas hujan yang terdiri dari 3 macam; baju-celana, ponco (kalong), dan mantel buat pejalan kaki. Yang terbaru, bahkan dirinya juga menjual jas hujan plastik sekali pakai. “Harga kami juga bersaing, dari Rp5 ribu sampai Rp200 ribuan,” tukasnya.

Selain pasar offline, kini ia juga tengah mengembangkan untuk membidik pasar online melalui website, media sosial, dan marketplace. “Selain memperkuat offline, saya juga memperbesar online. Agar kami tetap bertahan dan dicintai konsumen, kami akan tetap jaga kualitas produk. Nah, terkait kualitas produk, lantaran kami fokus di bidang ini, menjadikan kami lebih tahu barang yang bagus dan warna yang paling disukai oleh konsumen. Dengan fokus menjadikan kami lebih tahu produk yang disukai oleh pasar.”

Berapa omzetnya dalam sebulan? Saban bulan Istana Payung mampu meraup omzet antara Rp50-100 juta. Untuk menjalankan bisnisnya, saat ini dirinya dibantu oleh 10 karyawan. “Apapun kalau dilakukan dengan fokus, pasti hasilnya akan jauh lebih bagus,” demikian Johanes.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.