Membangun Kesetiakawanan Sosial Digital

Saya masih teringat pengalaman memiliki kentongan di beranda rumah. Biasanya digantung di dekat pintu masuk atau jendela kamar utama. Itu sekitar tahun 1980-an. Meski demikian, seumur hidup belum pernah saya melihat secara langsung kentongan tersebut “in action”. Bahkan ketika suatu hari rumah kami pernah kemalingan sekalipun.

kesetiakawanan sosial digital

Namun setidaknya, masyarakat masa lalu punya kesepakatan sosial bahwa ada sistem peringatan dini yang harus dimiliki oleh semua rumah untuk memberikan respons atas kejadian yang terkait dengan keselamatan dan keamanan. Itulah wujud kesetiakawanan sosial yang tersistem.

Pertanyaannya, bagaimana dengan masyarakat modern di masa kini? Apakah kita punya padanan kentongan? Masihkah kita punya kesetiakawanan sosial yang tersistem?

Meski dunia bertambah modern, tidak sedikit dari kita yang merasa mengalami kemunduran dalam soal padanan kentongan ini.

Saya juga menyadarinya beberapa bulan yang lalu saat menjadi juri kompetisi hackathon solusi permasalahan desa yang diselenggarakan Universitas Indnonesia dan Kementerian Komunikasi dan Informasi.

Anak-anak pintar dari seluruh Indonesia yang mengikuti kompetisi tersebut menyentak saya dengan berbagai solusi ala generasi mereka atas masalah masyarakat desa. Satu solusi yang tidak bisa saya lupakan adalah fitur “panic button” dalam setiap app yang mereka buat.

Saya tanya ke mereka, apa gunanya panic button atau tombol darurat ada di ponsel kita?

Menurut mereka, masyarakat desa sering kali harus menghadapi situasi yang darurat seperti bencana alam, sakit, kejahatan, kebakaran, dan sebagainya, tapi tidak tahu bagaimana dan ke mana harus meminta pertolongan. Di sinilah tombol darurat di ponsel menjadi penting sebagai padanan bagi kentongan di masa lalu.

Dengan sekali sentuh, tombol darurat tersebut akan mengirim permintaan pertolongan kepada tetangga, ketua RT, lurah, polisi, bahkan bisa dibuat juga mengirim sinyal tersebut ke walikota atau bupati.

Bagi saya, inilah bentuk sederhana dari kesetiakawanan yang tersistem. Inilah wujud padanan kentongan itu!

Dari para peserta hackhaton yang rata-rata masih kuliah tersebut, kita belajar perlunya membangkitkan kesetiakawanan sosial melalui teknologi digital.

Generasi mereka mungkin tidak pernah melihat kentongan, tapi mereka tahu bahwa kentongan yang menghilang itu perlu segera dicari penggantinya.

Melihat mereka, saya optimistis bahwa di masa depan, makin banyak inovasi dari generasi muda untuk menumbuhkan semangat kesetiakawanan sosial secara digital.

Tidak hanya panic button, inovasi seperti kitabisa.com dan komunitas Tangan di Atas merupakan bentuk-bentuk kesetiakawanan sosial yang dikemas secara digital, dan kini menjadi gerakan yang luar biasa berpengaruh bagi kehidupan banyak orang.

Mengubah Kebiasaan

Tantangan terbesar dari proses ini adalah mengubah kebiasaan masyarakat yang akan menggunakan berbagai aplikasi tersebut.

Belum semua masyarakat mengerti dan terbiasa dengan hal baru ini. Sehingga sebaik apa pun sistem maupun aplikasi yang dibangun, akan kurang optimal manfaatnya jika penggunaannya belum masif.

Menurut saya, ada tiga langkah untuk membuat sistem kesetiakawanan digital ini lebih cepat diadopsi masyarakat.

Pertama, berbagai jenis aplikasi dan platform kesetiakawanan digital yang sudah “proven” perlu membuka peluang untuk membangun ekosistem bersama. Sehingga masyarakat akan mendapat manfaat yang lebih besar dari ekosistem tersebut. Misalnya, sebuah ekosistem kesetiakawanan digital yang terdiri dari aplikasi panic button, aplikasi health emergency, aplikasi zakat, aplikasi asuransi, dan aplikasi crowdfunding. Itu adalah satu bentuk ekosistem kesehatan darurat yang menawarkan seluruh solusi dalam satu pintu. Nilai ekosistem seperti ini akan lebih tinggi dibanding jika tiap-tiap aplikasi berdiri sendiri.

Kedua, mendorong pemerintah daerah untuk mengadopsi atau bekerja sama dengan aplikasi atau ekosistem kesetiakawanan digital tersebut. Di alam demokrasi seperti ini, sekaligus bisa menjadi pembeda program dari tiap calon pemimpin daerah. Pemilik aplikasi seharusnya mendorong adopsi aplikasinya ke dalam sistem pemda dengan bentuk kerja sama yang saling menguntungkan.

Ketiga, aplikasi atau ekosistem kesetiakawanan digital perlu bekerja sama melakukan pre-installation dengan para produsen gawai dan produk alat digital lainnya. Di zaman internet of things seperti ini, integrasi aplikasi kesetiakawanan digital ke dalam perangkat keras yang ada di sekitar kita akan sangat penting. Tentunya hal itu sekaligus bisa memberikan nilai lebih dari perangkat.

Tiga langkah tersebut membantu mendorong proses adopsi yang lebih cepat, yang pada akhirnya akan mengubah kebiasaan masyarakat dalam menjalankan kesetiakawan sosial. Kuncinya ada pada kemauan untuk berkolaborasi dan membangun ekosistem bersama.

 

Harryadin Mahardika

Kepala Program Magister Manajemen Universitas Indonesia (MMUI)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.