Mencari Ketidakpuasan Konsumen

Yamaha meyakini bahwa langkah awal untuk mempertahankan loyalitas konsumen adalah mencari ketidakpuasan konsumen. Selanjutnya, terus memperbaiki dan mengembangkan layanan yang menjawab ketidakpuasan tersebut.

Mutu berkualitas dan harga terjangkau umumnya menjadi pertimbangan banyak konsumen dalam membeli suatu produk. Namun saat ini, pelayanan pun memberi kontribusi penting bagi pertimbangan konsumen untuk membeli atau tidak produk tersebut. Dari uraian tersebut, boleh dibilang perilaku konsumen selalu berubah-ubah, seiring dengan segala tuntutan kebutuhan dan keinginan mereka.

Perubahan perilaku konsumen pun semakin berkembang lagi, didorong oleh perubahan tren dan kemajuan teknologi, sehingga konsumen semakin kritis, tidak bisa didikte, dan sulit dipahami. Kalau sudah begitu, peningkatkan kualitas produk dan pelayanan, serta inovasi-inovasi baru merupakan “harga mati” yang mesti dilakukan setiap perusahaan untuk mengakomodasi tuntutan tersebut, guna menciptakan kepuasan konsumen yang berujung pada loyalitas.

President Director PT Yamaha Motor Kencana Indonesia, Dyonisius Beti, mengatakan bahwa beberapa industri mengalami penurunan loyalitas konsumen, termasuk industri otomotif roda dua. Berdasarkan survei Yamaha, Customer Loyalitas Index (CLI), seluruh merek sepeda motor telah mengalami penurunan loyalitas konsumen sebesar 10 persen. Bila CLI pada tahun 2007 sebesar 85 persen, maka CLI di tahun 2010 hanya sebesar 75 persen. “Kami mengalami hal serupa, tetapi sedikit lebih baik dari rata-rata industri,” ungkapnya.

Faktor penurunan loyalitas ini dipicu oleh melimpahnya informasi yang disajikan, baik oleh media konvensional maupun digital, yang membandingkan setiap produk dan layanan terbaru. Alhasil, hal tersebut memberikan beragam tawaran baru bagi konsumen. Apalagi jenis sepeda motor makin beragam, sehingga konsumen pun mulai mencari produk yang sesuai dengan tujuan dan kebutuhan aktivitas mereka.

Pemicu lainnya adalah promosi gencar-gencaran yang dilakukan oleh produsen dan perusahaan pembiayaan sepeda motor serta cara pembelian yang mudah dan terjangkau dengan uang muka ringan. Fakta tersebut semakin memicu keinginan pelanggan untuk memiliki sepeda motor ke-2, tetapi memilih merek dan jenis yang berbeda. ”Bila sebelumnya, konsumen cenderung setia pada satu merek terpercaya. Kini, konsumen mulai timbul keinginan untuk mencoba produk dan merek lain,” terang Dyon.

Bagi Dyon, fenomena tersebut bukanlah suatu hambatan. Akan tetapi menjadi sebuah tantangan dan motivasi dalam meningkatkan kualitas produk dan pelayanan agar dapat mengakomodasi tuntutan konsumen sesuai filosofi perusahaan, yaitu Kando (touching your heart) berlandaskan Customer & Community Satisfaction (CCS) dengan menjadikan kepuasan konsumen dan loyalitas konsumen sebagai prioritas utama.

Untuk menjaga kepuasan konsumen, pastinya Yamaha mengutamakan produk kualitas terbaik sesuai standar negara asalnya, Jepang. Dengan kualitas tinggi ini, maka reliability dan durability produk menjadi terjamin. Hal itu tentu akan berimbas pada harga produk Yamaha. “Sepeda motor Yamaha layak dibayar sedikit lebih mahal. Lantaran kualitas yang diperoleh konsumen jauh melebihi dari harga yang dibayarkan,” jelasnya.

Selain produk, program CCS diterapkan pula dalam proses pelayanan kerja tim Yamaha dari ATPM, main dealer dan sub dealer dengan mengusung konsep Sales, Service, dan Spareparts (3S). Selama ini, strategi layanan yang dilakukan Yamaha dalam memudahkan dan menjangkau konsumennya terbilang sangat lengkap, di antaranya ketersediaan diler yang tersebar secara luas dan layanan purna jual, baik dalam perawatan maupun perbaikan sepeda motor yang didukung oleh layanan contact center, meliputi call center, situs web, dan media sosial.

Disadari Dyon, keberhasilan suatu layanan tak terlepas dari infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM). Sebab itu, pengembangan diler serta peningkatan kemampuan dan perilaku frontliner menjadi agenda penting. Bentuk upaya yang telah dilakukan adalah membuat konsep diler yang menawarkan ruang pameran dan ruang tunggu yang nyaman, serta dilengkapi dengan fasilitas terbaik.

Yang paling penting, menggembleng seluruh SDM, khususnya frontliner sebagai ujung tombak paling penting untuk melaksanakan fungsinya seperti yang ditetapkan dalam standard operasional procedur (SOP). Selanjutnya, mengampanyekan dan mengedukasi program CCS melalui seminar-seminar dan Akademi Yamaha, agar frontliner ,dapat memberikan pengalaman pelayanan yang melebihi keinginan, kebutuhan, dan ekspektasi konsumen.

Kendati demikian, meningkatkan kualitas pelayanan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Oleh karena itu, Yamaha terus meninjau seluruh bentuk layanan dan memperbaiki secara berkala untuk menciptakan dan menerapkan pelayanan yang inovatif, konsisten, serta terintegrasi dalam memenuhi tuntutan konsumen. “Kami rutin melakukan survei untuk mencari ketidakpuasan konsumen secara internal ataupun melibatkan pihak konsultan, kemudian dilakukan evaluasi dan perbaikan atas ketidakpuasan tersebut,” kata Dyon.

Kerja keras Yamaha berbuah hasil, konsumen setianya terus kembali untuk membeli produk Yamaha. Indikatornya, konsumen yang tadinya menggunakan sepeda motor kategori low price model, kemudian mengganti dengan premium model dan seterusnya. Tak mengherankan bila pelayanan Yamaha diakui oleh mayarakat luas. Buktinya, produsen sepeda asal Jepang ini terus meraih Indonesia Service Quality Award sejak tahun 2007 hingga sekarang.

Bukan hanya itu, secara kinerja, Yamaha juga sangat cemerlang.  Konsistensi menjalankan dan mempertahankan kualitas pelayanan berefek domino terhadap pertumbuhan dan peningkatan penjualan. Awal memulai program CCS tahun 1999, penjualan sepeda motor Yamaha saat itu baru mencapai 99 ribu unit per tahun. Namun, dalam kurun waktu 11 tahun, penjualan Yamaha meroket lebih dari 3,3 juta unit atau bertumbuh 33 kali lipat. (Service Excellence/Moh. Agus Mahribi)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.