Mengintip Pesaing Lewat Customer Insight

www.marketing.co.id – Customer insight diyakini lebih memberikan informasi yang akurat untuk mendapatkan informasi pasar maupun gerak-gerik pesaing.

Taman Impian Jaya Ancol. Hampir semua orang Indonesia mengenalnya. Setiap tahun, jutaan orang Indonesia mengunjungi tempat wisata ini, terutama saat liburan sekolah, hari raya, maupun libur akhir tahun. Bermula dari ide awal Presiden RI (pertama) Ir. Soekarno yang menugaskan Gubernur DKI waktu itu, Ali Sadikin, untuk membuat tempat rekreasi bagi masyarakat kota Jakarta.

Tempat rekreasi ini berkembang pesat, seiring kebutuhan masyarakat Jakarta yang menginginkan tempat wisata pantai untuk keluarga. Melihat kebutuhan ini, pihak pengelola—dalam hal ini PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk, sebuah perusahaan BUMD—melakukan berbagai inovasi dalam memberikan pelayanan. Terutama sekali dalam hal menambah wahana-wahana permainan baru.

Namun, tuntutan masyarakat semakin beragam dan banyak keinginan akan adanya inovasi yang diberikan Ancol. Berdirinya mal-mal atau pusat perbelanjaan baru, maupun tempat rekreasi wisata air yang menawarkan experiential marketing baru, membuat pengelola Ancol harus mengerutkan kening lebih lama, meskipun penambahan wahana baru hampir setiap tahun ada. Di sinilah strategi market intelligence mulai digunakan.

“Kalau kita bicara tentang market intelligence, adalah bagaimana kita mencari tahu seperti apa tren di luar ataupun bagaimana kebiasaan competitor. Namun, yang terpenting di sini adalah customer insight. Dari sini kita bisa paham keinginan konsumen. Juga apa saja yang sedang dilakukan oleh kompetitor. Masalahnya, agak sulit menyebutkan siapa direct competitor Ancol. Hanya saja, sejalan dengan pembangunan, bertumbuhnya berbagai mal atau shopping place membuat rancu industri pariwisata di Jakarta. Ini berpengaruh kepada customer habit, menjadi ke arah konsumerisme,” ungkap Metty S. Yan Harahap, Promotion Manager PT Taman Impian Jaya Ancol, anak perusahaan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk.

Melihat kondisi ini, pihak manajemen Ancol melakukan berbagai antisipasi menghadapi persaingan, dalam hal ini melakukan strategi komunikasi bagaimana merebut kembali pengunjung ke Ancol. Tahap awalnya dilakukan pengamatan atau survei awal mengenai target segmen utama yang akan disasar. Terutama sekali kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan konsumen saat akhir pekan. Dari hasil pengamatan yang didapat, sekitar 80% orang pergi ke pusat-pusat perbelanjaan, terutama konsumen usia 30–45 tahun—segmen usia ini dianggap yang sudah punya penghasilan sendiri.

Memang diakui secara de facto, di Indonesia, kompetitor langsung dari Ancol sendiri tidak ada. Keberadaan Ancol sudah menjadi top of mind hampir sebagian besar orang Indonesia. Orang dari luar daerah Jakarta yang datang ke Ibukota, merasa belum lengkap jika tidak mengunjungi Ancol. Sementara itu, orang-orang Jakarta sendiri seperti teralihkan oleh pusat-pusat perbelanjaan baru. Padahal, jika kita perhatikan secara seksama banyak dampak yang ditimbulkan dengan adanya tempat-tempat baru tersebut, baik dari soal kemacetan jalan, maupun konsumerisme.

Riset rutin tersebut dikerjakan oleh manajemen Ancol. Bahkan, kegiatan itu bisa dilakukan pada saat low atau high season. Riset dilakukan dalam hal sejauh mana masyarakat luas bisa menangkap pesan dalam promosi Ancol, juga pengalaman yang didapatkan saat berkunjung ke Ancol. Selain itu, harapan konsumen yang diinginkan dari Ancol. Dari berbagai riset, ada satu cara yang lebih sering dilakukan, yaitu customer insight.

“Saya sendiri tipikal orang yang menganggap riset itu hanya sebagai data basic. Selebihnya kembali kepada customer insight, karena yang dilakukan melalui survei dengan metode apa pun, hasilnya tidak pernah sesuai dengan harapan,” lanjut Metty.

Salah satu poin dalam market intelligence adalah “mengintip” pesaing. Ini bisa dilakukan dalam bermacam-macam cara. Ancol sendiri “mengintip” pesaingnya dengan cara pengamatan. Kepada pihak yang dianggap kompetitor, dilakukan mystery shopping untuk melihat tren di sana. Kegiatan ini dilakukan oleh tim internal, sedangkan untuk customer insight biasanya dikerjakan tim dari luar atau biro riset yang mempunyai skill khusus dalam mengamati. Dari sana bisa diketahui kebutuhan konsumen Ancol yang paling dalam.

Di Ancol, semua riset internal pengerjaannya dilakukan oleh orang-orang di divisi riset dan marketing. Keduanya melakukan sinkronisasi pekerjaan. Divisi riset akan melakukan penelitian, sedangkan divisi marketing akan mendalami customer insight. Untuk itu, pihak manajemen sudah mempersiapkan bujet khusus.

Dari hasil riset itu, pihak manajemen akan mengambil kebijakan yang salah satu informasinya didapatkan dari kegiatan market intelligence tersebut. Informasi yang didapat juga bisa dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan strategi pemasaran selanjutnya. Salah satu hasil riset dan market intelligence adalah munculnya campaign dalam strategi komunikasi Ancol, yaitu “Smart recreation, spending, value, and choice for your family”. (Noor Yanto)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.