Mengurus order sampai relationship

Sales Force – Case Study

 

Sales Force pun harus beradaptasi dengan situasi yang ada. Termasuk dengan adanya produk-produk baru yang terus diluncurkan.

Sebagai perusahaan yang menghasilkan produk-produk perawatan tubuh, Kinocare menyadari pentingnya peran trade dalam memasarkan produk-produknya. Bahkan, trade diyakini mempunyai peran sebagai salah satu kunci suksesnya. “Meski demikian, ada beberapa faktor lain yang secara sinergi harus kami pikirkan, seperti konsep produk maupun strategi komunikasi lainnya,” kata Benny Kurniawan, Sales & Marketing Director PT Kinocare Era Kosmetindo.

Seperti perusahaan Fast Moving Consumer Goods pada umumnya, Kinocare membagi ranah distribusi menjadi dua bagian besar, yakni modern trade dan general trade. “Hampir semua parameter kami gunakan. Dari letak geografis, luas wilayah, ekspektasi pelayanan yang digunakan peritel, besarnya turn over, lokasi channel, kebutuhan frekuensi kunjungan, dan sebagainya. Kami mencoba mengakomodasi semua kebutuhan itu. Tentu ada tantangannya,” imbuh Benny.

Benny menyadari relasi dengan para peritel harus dibina dan dijaga sedemikian rupa. Upaya ini merupakan bagian investasi masa depan. Ada bagian besar kegiatan untuk menjalin relasi dengan peritel ini. Pertama, kegiatan kuantitatif, seperti melakukan order, pengecekan stok, dan semua tugas rutin lainnya. Ini perlu didukung dengan kegiatan kedua—kegiatan kualitatif, seperti menjaga relasi bisnis dengan peritel. Jumlah peritel yang menjadi berhasil Kinocare gandeng sudah puluhan ribu. Ini pun masih terus bertambah.

“Perhatian kepada pelanggan secara proposional cukup penting. Apalagi bisnis yang sedang kita bangun ini sifatnya jangka panjang,” imbuh Lie Wie Kiong, National Business Manager.

Relasi dengan pelanggan juga menjadi tanggung jawab sales force. Lie Wie Kiong menerjemahkan itu dengan mengenal pelanggan lebih dekat, memberikan informasi yang akurat dan tidak memperdayai pelanggan, mengefektifkan saluran birokrasi dan administrasi sehingga mendukung kenyamanan pelanggan.  “Intinya, kita mempunyai data yang akurat, standar pelayanan yang baik, dan mempunyai tatacara yang sopan dan baik,” imbuhnya.

Soal promosi di tingkat ritel, Benny menegaskan faktor penting yang memengaruhi dan sering dilupakan oleh para pemasar lainnya adalah demand peritel itu sendiri. “Sebagai key major dalam bisnis adalah demand peritel, channel untuk mempertemukan demand dengan konsumen. Nah, sebaiknya, promosi dilakukan dalam koridor ini,” katanya.

Berangkat dari koridor di atas, promosi tinggal disesuaikan dengan usia dan fase dari sebuah produk. Menurutnya, produk yang baru berusia di bawah enam bulan, perlu dipromosikan melalui beragam program sampling. Sementara ketika sebuah produk sudah mulai berkembang dan bisa menembus pasar, promosi dilakukan melalui peningkatan drop size melalui binus pembelian berkala dan sebagainya. “Sewa display dan program penjualan berhadiah juga menjadi cara lain untuk meningkatkan penjualan. Masyakarat kita kan senang dengan adanya gimmick-gimmick,” tandasnya.

Sementara itu, budget promosi juga disesuaikan dengan kondisi tadi. Kinocare tidak mau secara sembrono memberikan bobot yang tinggi pada peritel  sementara Kinocare belum mampu menunaikan kewajiban sebagai produsen untuk menjawab demand konsumen. Bila ini terjadi, persentase relatif yang diberikan akan menjadi suatu misleading.

“Sebenarnya, ada koridor yang bisa disepakati bersama. Ini di luar negeri maretnya sudah lebih matang. Biaya promosi sebaiknya tidak besar bobotnya sampai akhirnya merugikan harga beli konsumen di ritel. Ini akan sangat berbahaya bila tidak disadari. Bila suatu produk seharusnya berharga 100, tapi karena proses birokrasi saat ini akan menjadikannya hidden cost. Belum ditambah proses lainnya. Harga produk bisa naik menjadi 130. Tapi, betapa harga ritel yang terbentuk ini, akan menurunkan daya beli dan menimbulkan  efek domino,” katanya.

Benny menyadari  sales forces merupakan kelompok manusia yang layak diapresiasi. Baginya, tim ini bukan tim yang derajatnya lebih rendah dibanding tim-tim yang lain. Mengingat tim inilah yang langsung berhadapan dengan konsumen di pasar. Oleh karena itu, Kinocare menggalakan apa yang dinamakan manajemen prestasi. Kinocare menyediakan insentif, bonus untuk memberi penghargaan atas prestasi mereka.

“Mereka juga butuh penghargaan dan pengakuan. Kami berupaya memperhatikan mereka baik dari aspek psikologis maupun fisiologisnya seperti kebutuhan pokok mereka. Semua dalam rangka memotivasi mereka. Namun, lebih penting dari itu, kami menciptakan suasana kerja yang senyaman mungkin agar orang bisa bekerja secara profesional, membawa keluarganya menjadi lebih baik, dan mengembangkan kemampuan karyawan. Uang hanyalah satu alat. Kita berharap hidup kita tidak dikendalikan oleh uang,” katanya.

Kinocare mempunyai sekitar 200  salesman. Angka ini terus berubah seturut perkembangan pasar karena Kinocare selalu mengeluarkan produk baru yang membutuhkan tambahan tim. “Seperti saat ini, kami lagi membutuhkan banyak tenaga salesman dan sopir. Rata-rata lima orang sales dibawahi oleh seorang supervisor. Meski tidak mutlak demikian,” katanya.

Benny melihat tantangan dalam mengembangkan sales force tak lain adalah konsistensi dan disiplin dari timnya itu sendiri. Apalagi jumlah produk dan area pasar semakin lama semakin besar. Ini menuntut keuletan dan kerja keras yang lebih besar. Tantangannya lebih bagaimana mengadaptasikan diri dengan kondisi pasar yang aktual.

“Pada tahun ini, kita ingin mencapai target penjualan yang sudah ditetapkan. Sepertinya tidak penuh 100 persen karena sedikit slow di awal tahun. Namun, kita tetap berusaha. Masih ada waktu,” katanya.  Sigit Kurniawan

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.