Money Game Masih Menjadi Momok

MLM pernah dijuluki sebagai bisnis yang “menjual mimpi” karena menawarkan komisi gila-gilaan dalam waktu singkat. Kini, tawaran komisi mobil atau rumah mewah sudah ditinggalkan. Bagaimana upaya MLM agar tetap bertahan?
Bisnis MLM (multi-level marketing) atau sistem pemasaran berjenjang mulai marak di Indonesia pada akhir tahun 1980-an. Saat itu beberapa  asing mulai masuk pasar Indonesia. Mereka yang pernah bersentuhan dengan MLM paham betul dengan gaya MLM dalam mendekati mitra (downline). Mereka biasanya mengiming-imingi downline dengan penghasilan tanpa batas atau bonus mobil mewah. Sasaran mereka ibu rumah tangga, pensiunan, mahasiswa, atau mereka yang masih menganggur.
Indahnya menjadi downline biasanya disampaikan lewat seminar yang megah dan gegap gempita. Mereka yang datang ke acara tersebut umumnya berpenampilan necis laiknya pengusaha sukses. Namun, semangat para calon downline itu meluntur begitu tahu ada uang yang harus dikeluarkan untuk menjadi member dan harus aktif mencari downline baru untuk sukses di bisnis MLM.
Bagi sebagian orang, kejadian itu menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan dan membuat mereka kapok dengan sistem bisnis berbau MLM. Ditambah lagi dalam perkembangannya, bisnis ini dicederai oleh perusahaan berkedok MLM, namun dalam praktiknya menjalankan money game (permainan uang).
Berbeda dengan MLM, pada money game tidak ada produk yang diperdagangkan. Kalaupun ada bentuknya berupa produk berkualitas rendah dan sulit dijual. Perbedaan lainnya, MLM biasanya mengenakan biaya keanggotaashutterstock_83028241n (stater kit, katalog, sampel produk) relatif terjangkau, sementara money game mengenakan biaya yang jauh lebih besar.
Maraknya e-commerce, yang memungkinkan setiap orang memperdagangkan apa saja di internet, membuat MLM seakan tenggelam. Namun, beberapa perusahaan MLM berupaya tetap eksis di jalur bisnis ini, salah satunya Amway yang sudah beroperasi 22 tahun di Indonesia. Di tingkat global, penjualan Amway dilaporkan mencapai US$11,3 miliar pada tahun 2012, meningkat 4% dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya bernilai US$10,9 miliar.
Untuk pertama kalinya, selama lebih dari 20 tahun, penjualan Amway meningkat di 10 pasar teratas, yakni China, India, Jepang, Korea, Malaysia, Rusia, Taiwan, Thailand, Ukraina, dan Amerika Serikat. Amway juga mencetak pertumbuhan dua digit di Kolombia, Hong Kong, Italia, Meksiko, Rusia, Turki, dan Venezuela.

Sebagaimana diutarakan Rossy Waworuntu, Senior Manager of Corporate Affairs Amway Indonesia, Amway di Indonesia masih mampu mencetak pertumbuhan rata-rata 10%–15% dalam tiga tahun terakhir. Oleh karena itu, dia menolak jika dikatakan bisnis MLM di Indonesia sedang merosot.

Saat ini Amway di Indonesia memiliki sekitar 330.000 distributor aktif resmi. Mereka inilah yang aktif menawarkan produk dan menggaet member baru (downline). Di luar itu, masih ada konsumen yang hanya membeli produk tanpa ikatan sebagai member. “Jadi, aktif atau tidaknya penjualan pun tergantung dari up-line. Kami dari Amway membantu insentifnya,” tegas dia.

Kepada member baru dikenakan biaya Rp99.000. Uang ini bisa dikembalikan andai kata dalam tempo maksimal tiga bulan member baru tersebut membatalkan keanggotaannya. Selain menjual produk-produk impor, Amway juga mengembangkan dan menjual produk-produk UKM Indonesia yang diberi nama “UKMWAY”. Adapun jumlah total produk yang ditawarkan mencapai sekitar 250 item.

Nutrilite menjadi produk unggulan Amway di Indonesia maupun pasar global dengan kontribusi penjualan mencapai 50% lebih untuk Indonesia dan 46% untuk pasar global. Tidaklah heran jika Amway banyak mengeluarkan investasi untuk pengembangan Nutrilite. Tahun 2012 lalu Amway menginvestasikan hampir US$185 juta untuk membangun 4 manufaktur pembuatan dan pengolahan vitamin dan suplemen Nutrilite di AS.

Produk unggulan Amway lainnya adalah produk kecantikan merek “Artistry” dan perlengkapan rumah tangga seperti penjernih udara “Atmosphere”, peralatan memasak “iCook “, dan pembersih dan penjernih air “eSpring”. Tahun 2012 lalu, penjualan produk kecantikan menyumbang 26% dan produk rumah tangga menyumbang 22% di pasar global. Sisanya yang 6% disumbang dari penjualan produk di luar nutrisi, kecantikan, dan perlengkapan rumah tangga.

Kekuatan MLM Lokal
CNI merupakan MLM asal Indonesia pertama yang masih terus menunjukkan eksistensinya hingga hari ini. CNI sebagaimana diklaim Pramesti Indah P, Head of Membership Services Division CNI, mampu bertumbuh rata-rata 15% tiap tahunnya. Angka ini lebih tinggi 3% dibandingkan rata-rata industri. Euro Monitor mencatat pertumbuhan MLM dan direct selling Indonesia sebesar 12% tahun 2012 lalu.

CNI lahir di Bandung tahun 1986. Saat itu CNI menggebrak pasar MLM dengan produk pionir Kopi Ginseng, Sunchlorela, dan Ester C. Sekarang CNI memiliki sekitar 200 varian produk yang bukan hanya dipasarkan di Indonesia, namun juga ke Malaysia, Singapura, India, Hong Kong, Brunei, Filipina, China, Thailand, dan Nigeria. “Dan itu adalah kantor-kantornya di mana usaha CNI ada di sana. Produknya sendiri tidak terpaku di negara itu, tapi di negara-negara lain,” tegas Pramesti.

Kategori produk-produk CNI beragam, ada health food, food and beverages, personal care, home care, dan farming. Yang disebut terakhir merupakan plant catalis untuk mencegah hama, merangsang pertumbuhan, dan memberikan hasil panen yang berkualitas. Produk yang sudah hadir sejak tahun 2006 ini banyak diminati petani, pemilik lahan perkebunan.

Saat ini ada sekitar 100 ribu mitra yang aktif memasarkan produk-produk CNI. Dari jumlah tersebut, sekitar 30% berdomisili di Jakarta dan sisanya tersebar di seluruh Indonesia. Untuk merangsang produktivitas mitranya CNI tidak lagi memberikan komisi mereka berupa mobil mewah atau rumah mewah, melainkan dengan uang tunai.

Ada tujuh macam komisi yang perhitungannya mengacu pada buku “I Plan”. Empat di antaranya mencakup tribute commision, development commision, leadership commision, dan promotion big bang. “Nah, komisi-komisi itu dalam bentuk tunai dan mereka bisa langsung nikmati,” ujarnya.

Melalui rancangan marketing I Plan, para mitra dituntut bukan hanya produktif menjual dan mencari downline, namun juga diminta menjaga agar stok barang jangan sampai kosong. Hal ini untuk mengantisipasi konsumen lari ke produk lain manakala stok barang habis. “Ini bagian dari service juga kepada para pelanggan,” tegasnya lagi.

Keberhasilan CNI di jalur bisnis MLM karena konsistensinya dalam membangun merek. CNI adalah salah satu MLM yang berani beriklan—satu hal yang selama ini dihindari pemain MLM lainnya. Iklan CNI dengan talent Susi Susanti, mantan pebulu tangkis terkenal, kerap ditayangkan di TV beberapa tahun lalu.

Posisi CNI sendiri cukup kuat sebagai MLM penghasil produk-produk kesehatan tapi nikmat saat dikonsumsi. Salah satu produk andalannya adalah Kopi Ginseng. Bisa dikatakan produk ini sudah sangat identik dengan CNI. “Tinggal nanti preference dari taste, cuma selama ini orang melihat ginseng kopinya CNI itu masih yang terbaik dari taste maupun aromanya,” kata dia berpromosi.
Lirik Media Digital
Untuk bisa eksis, MLM tidak bisa lagi mengandalkan cara-cara konvensional. Strategi marketingnya tetap sama, yakni bagaimana menjual produk dan mencari mitra sebanyak-banyaknya. Tapi, hal itu tidak bisa lagi dilakukan dengan cara-cara konvensional, seperti menjual dari pintu ke pintu.
Perusahaan MLM harus berpaling ke media digital, maklum banyak orang sudah mengakrabi dan saling terkoneksi dengan media ini. CNI misalnya, selain aktif beriklan lewat ATL (above the line), juga aktif berkomunikasi di media sosial Facebook dan Twitter.
Amway juga sudah merambah media digital. Di setiap brosur Amway sekarang sudah dilengkapi QR code, jadi distributor tinggal memindainya dan langsung bisa mendapat info dari ponsel mereka. Mitra Amway juga bisa menggunakan aplikasi mobile Amway dari ponsel berbasis Android. Lewat aplikasi ini mitra bisa mengakses product knowledge dan video interaktif seputar Amway.
MLM Harus Punya Produk
Banyak masyarakat yang belum bisa membedakan mana MLM dan mana penjualan langsung. Menurut Djoko H. Komara, Ketua Dewan Komisioner Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI), MLM merupakan bagian dari penjualan langsung. Disebut penjualan langsung karena produk pada sistem penjualan langsung tidak diperjualbelikan di pasar atau toko.
“Perbedaannya adalah di kompensasi penghasilannya. Kalau penjualan langsung sifatnya saja, yang artinya MLM itu ya penjualan langsung, ada yang sales door to door, ada yang single level, party plan, dan multi-level,” jelasnya.
Setiap perusahaan penjualan langsung harus mengantongi izin SIUPL. Saat ini yang terdaftar sebagai single level ada dua, yaitu Tupperware dan Luxor. Sementara yang terdaftar sebagai multi-level sebanyak 85 perusahaan. Saat ini, yang resmi ada di Indonesia dan memegang SIUPL ada 160.
Dari 160 perusahaan tersebut, 58 perusahaan asing dan sisanya perusahaan lokal. Pada prinsipnya sistem penjualan langsung ingin memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengelola usaha sendiri tanpa perlu modal besar. Jadi, sistem ini merupakan peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Namun, sebelum memutuskan terjun ke bisnis MLM masyarakat harus hati-hati. Jangan sampai terjebak dalam money game. Menurut Djoko, untuk membedakan MLM atau money game, perhatikan marketing plan jika perekrutan dihentikan—masih menghasilkan atau tidak. Kalau masih menghasilkan berarti multi-level yang benar karena bonus didapat dari perputaran produk.
“Misalnya saya terlanjur mempunyai downline 200, kemudian saya ingin stop dan masih bisa dapat uang dari downline tersebut asal produknya terjual, bisa. Tapi kalau money game, apabila recruitment distop saya tidak mendapatkan apa-apa, karena saya mendapatkan uang dari recruitment,” paparnya.
Kesimpulannya, money game bukanlah menjual produk tapi menjual orang (recruitment), bentuknya seperti arisan berantai. Kita mensponsori orang kita dapat uang. Harus dilihat juga apakah produknya sebanding dengan uang yang dikeluarkan.
Djoko meminta masyarakat berhati-hati terhadap modus money game berkedok MLM. Apalagi saat ini banyak bisnis MLM yang tidak mempunyai SIUPL dan belum mendapatkan sertifikasi dari APLI.
“Maka penting untuk mensyiarkan hal ini. Orang awam yang ingin mencoba terjun sebaiknya memerhatikan faktor-faktor yang sudah saya jelaskan di atas, mana yang MLM benar dan mana yang hanya sekadar money game,” sarannya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.