Multitasking Kurangi Produktivitas Hingga 40%

Multitasking Kurangi Produktivitas Hingga 40%
Sumber: Innovatively Organized

Sadar atau tidak, kita sering kali melakukan pekerjaan dengan cara multitasking. Mungkin alasannya biar kerja lebih efisien, namun pada kenyataannya, ternyata bekerja dengan multitasking malah mengurangi produktivitas hingga 40%. Nggak percaya?

Kita kerap menganggap bahwa melaksanakan lebih dari satu pekerjaan dalam waktu yang sama itu sangat efektif. Bahkan banyak manajer, direktur, hingga CEO menginginkan karyawannya mampu mengerjakan banyak hal sekaligus.

Bertolak belakang dengan itu, David E. Meyer, Joshua S. Rubinstein, dan Jeffrey E. Evans menjelaskan dalam Executive Control of Cognitive Processes in Task Switching pada Journal of Experimental Psychology, bahwa bekerja secara multitasking sangat tidak disarankan.

Secara logika, mereka menjelaskan tidak ada orang yang bisa mengerjakan banyak hal sekaligus, tapi berpindah pekerjaan dengan cepat masih bisa terjadi.

Hanya saja, hal tersebut tidak hanya bisa membuyarkan konsentrasi, tapi juga menurunkan IQ seseorang. Bahkan mereka yang terbiasa multitasking, cenderung lambat ketika diminta untuk mengulangi pekerjaan yang sama.

Masih senada dengan jurnal tersebut, Jeffrey Paul Baumgartner, Founder Anticonventional Thinking (ACT) pada website pribadinya menjelaskan tentang dua poin yang menganalogikan tentang tak baiknya melakukan pekerjaan dengan multitasking.

  1. Berpindah-pindah dari mengerjakan pekerjaan satu ke pekerjaan yang lain, kemudian pindah lagi memiliki jeda perpindahan waktu kerja.
  2. Meski waktu jeda tersebut sangat kecil tapi tetap saja, perpindahan tersebut memakan waktu yang secara kumulatif akan terus meningkat.

Hal itulah yang kemudian menghabiskan waktu saat bekerja dan membuatnya tidak efektif.

Sementara untuk para pelajar, nilai akademik mereka yang terbiasa multitasking dianggap akan memburuk.

Bertolak belakang dengan multitasking, multithinking dianggap sangat baik untuk produktivitas kerja. Memikirkan hal lain saat melakukan ‘hanya satu’ pekerjaan akan berimbas baik pada hasil kerja seseorang. Karena bisa jadi, isu yang dipikirkan tersebut menjadi masukan untuk menyelesaikan pekerjaan.

Sebagai contoh, ketika mengerjakan pekerjaan A, tapi memikirkan A, B, dan C, maka ketika mencari jawaban untuk A, bisa jadi pemikiran Anda tentang B atau C menjadi inspirasi dalam mengerjakan A.

Sementara itu, kondisi yang memungkinkan seseorang untuk multithinking adalah lamanya rentang pekerjaan, serta kondisi yang ramai. Lamanya waktu akan memudahkan Anda dalam berpikir (tidak tergesa-gesa), sedangkan kondisi yang ramai akan memudahkan Anda dalam mendapatkan masukan sumber informasi dari luar.

Jadi banyaklah berpikir sebelum bertindak, bukan sebaliknya.

Dikutip dari berbagai sumber

2 COMMENTS

  1. Sekedar mengomentari saja. Sering terjadi kalau kita lebih banyak berfikir akhirnya tidak terealisasi apa yang dipikirkan, karena banyaknya pertimbangan-pertimbangan yang membuat bimbang. Jadi menurut pribadi saya, lebih baik bertindaklah sedini mungkin, akan tetapi setelah bertindak luangkanlah waktu sejenak untuk evaluasi apa yang sudah dilakukan. Agar jika ada kesalahan yang terjadi tidak akan terjadi lagi lain waktu, pada kesalahan yang sama. Sama halnya praktik dengan tiori 🙂 Semoga bermanfaat. Trims
    #Pietter

    http://flashcomindonesia.com/kursus-desain-interior-surabaya.html

    • Terima kasih atas masukannya.

      Tapi bukankah dengan pertimbangan kita bisa meminimalisir kegagalan, ibarat tongkat yang menuntun seorang musafir. Asal pertimbangannya tidak terlalu berlebihan, misalnya ingin tongkat emas dengan ukiran Jepara padahal sedang di gurun pasir.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.