Nasionalisme dalam Secangkir Kopi

Di tengah dominasi kedai kopi global, kedai kopi lokal mampu menunjukkan eksistensinya. Mereka bersaing dengan menghadirkan cita rasa kopi khas Nusantara dan keunikan konsep.

Coba tanya pada masyarakat urban, kedai kopi modern apa yang mereka kenal? Pasti banyak yang menjawab “Starbucks”. Kedai kopi modern asal negeri Paman Sam ini memang digdaya karena ada di hampir semua mal besar di Jakarta. Kehadiran Starbucks telah menciptakan gaya hidup baru di kalangan masyarakat urban. Ngopi tidak lagi dilakukan di teras rumah atau warung kopi pinggiran jalan, tapi di mal sambil ngobrol ngalor-ngidul atau berselancar di dunia maya.

Merek global dan pencipta trendsetter seperti Starbucks biasanya meninggalkan jejak yang bisa dengan mudah diikuti pemain lain. Mereka mengambil inspirasi dari sang trendsetter, lalu memodifikasi konsep tersebut sesuai dengan cita rasa lokal. Think globally act locally, demikian filosofi yang pas untuk menggambarkan situasi tersebut.

Kemunculan kedai kopi alternatif bisa dibilang sebagai “perlawanan” terhadap jaringan-jaringan kedai kopi yang sudah mapan. Saat ini banyak kedai kopi lokal yang menawarkan konsep unik. “Anomali Coffee” dan “Warung Kopi Tempoe Doeloe” merupakan dua kedai kopi lokal yang turut bermain di ceruk pasar kedai kopi lifestyle bercita rasa lokal.

Coba simak pernyataan Abdul Azis, Operation Manager Anomali Coffee. Anomali Coffee yang dimunculkan pemiliknya, Irvan Helmi dan Muhammad Abgari, pada tahun 2007 ingin menawarkan sesuatu yang berbeda dari yang ditawarkan kedai kopi mapan seperti Starbucks atau Coffee Bean.

Atau coba simak penuturan Abdul Haris, Pemilik Warung Kopi Tempoe Doeloe (WKTP). Melalui WKTP katanya ia ingin menyaingi Starbucks di Indonesia. “Artinya, nanti Warung Kopi Tempoe Doeloe ada di beberapa titik di Indonesia,” tandasnya bersemangat. Anda boleh menganggap Haris terlalu menggebu, tapi bukankah banyak bisnis sukses berangkat dari semangat dan idealisme?

kopiBegitu masuk ke dalam Anomali Coffee di kawasan Senopati, Jakarta Selatan, Anda akan disambut dengan semerbak kopi yang khas. Naik ke lantas, Anda akan menemukan interior kafe bergaya natural. Semua ditampilkan apa adanya; lantai semen, dinding yang belum diplester, dan kayu yang belum dicat (seperti bangunan setengah jadi).

Sesuai namanya, Anomali memang sengaja didesain berbeda dari kafe-kafe yang biasa dijumpai di mal-mal. Desain interior kafe yang apa adanya, kata Azis, menggambarkan kejujuran. “Kami ingin memastikan kepada customer bahwa kami jujur dalam pembuatan kopi. Kopi kami fresh. Kopi itu bukan sekadar roasted bean, maka itu proses order bisa dilihat langsung,” katanya.

Sementara itu, WKTP mencoba membangun suasana tempo dulu dengan menampilkan perkakas-perkakas zaman baheula seperti TV baterai, sepeda ontel, hingga gubuk yang dihiasi dengan kayu-kayu bekas dan kayu valet. “Sampai saat ini saya juga masih hunting barang-barang yang lebih zaman dulu,” tutur Haris.

Andalkan Kopi Lokal Berkualitas

Desain interior Anomali Coffee memang seadanya, namun tidak demikian dengan kualitas kopi yang disajikan. Sesuai tagline yang diusung “Kopi Asli Indonesia”, Anomali menyajikan menu kopi yang diambil dari biji kopi berkualitas dari berbagai daerah di Indonesia.

Azis menjelaskan, proses untuk menyajikan menu kopi yang berkualitas dimulai dari pemilihan biji yang berkualitas. Untuk mendapatkannya, tim Anomali harus terjun langsung ke petani-petani kopi di seantero Indonesia. Itu pun pihaknya tetap sulit mendapatkan biji kopi pilihan.

Penyebabnya petani kopi Indonesia umumnya sudah menjalin kontak jangka panjang dengan para tengkulak dan umumnya petani kopi Indonesia belum memahami cara mengelola kopi dengan baik. “Makanya kita datangi langsung petani dan memberi sampel yang kita inginkan. Kita sampai menginap di rumah petani kopi,” jelasnya.

Di Anomali, pengunjung bisa menyeruput kopi bercita rasa khas Nusantara. Jika Anda kurang paham seluk-beluk kopi tidak perlu khawatir, karena pelayan akan menjelaskan jenis-jenis kopi berikut sensasi rasanya. Secara garis besar ada tiga kategori kopi khas Nusantara, yakni light body, medium body, dan high body. Light body menggunakan bahan biji kopi dari Bali dan Jawa. Medium body menggunakan biji kopi dari Toraja, Flores, dan Papua. Sementara high body bahan bakunya berasal dari biji kopi Aceh dan Sumatera.

Sama seperti Anomali, WKTD juga mengandalkan kopi lokal. WKTD menawarkan menu kopi Aceh, Medan (kopi Sikalang), dan kopi Lampung. Tersedia juga kopi Bogor, kopi Rembang (kopi Lelet), kopi Kudus (kopi Jetah), kopi Bali, kopi Toraja, dan kopi Papua.

kopi1Untuk menarik pengunjung, WKTD memasang reklame di 20 titik di Harapan Indah, Bekasi. Cara lain yaitu menampilkan live music minimal sebulan sekali. “Pegawai kami siap diajak ngobrol, kami juga menyediakan terompet (seperti tukang roti) untuk memanggil pegawai dan memesan sesuatu di sini. Kami buka sampai malam hingga konsumen puas selama berada di sini,” tutur alumnus Arkeologi Universitas Indonesia ini.

Baginya berbisnis kopi adalah perpaduan antara passion dan hobi. Sebagai lulusan Arkeologi dia menyukai benda-benda peninggalan masa silam. Sementara dari kopi, yang menarik adalah kopi mampu merekatkan semua lapisan masyarakat. Dengan kopi pula interaksi bisa berjalan alamiah.

“Kopi sudah hampir menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari. Kopi juga bisa menjadi ruang membuang kegelisahan, kesendirian, pastinya hubungan kopi dengan lingkungannya sampai saat ini luar biasa,” imbuh Haris.

Bisnis Menggiurkan

Saat ini Anomali memiliki 5 gerai, rinciannya 3 gerai berlokasi di Jakarta (Senopati, Setiabudi, Kemang) dan 2 gerai di Bali (Ubud dan Seminyak). Rata-rata pengunjung Anomali Senopati mencapai 6.500–7.000 per bulan, Setiabudi sekitar 4.000─4.500 pengunjung per bulan, Kemang sekitar 2.000–2.300 per bulan, serta Anomali Ubud dan Seminyak masing-masing 4.500 dan 3.700 per bulan.

Azis mengungkapkan, masa-masa sulit Anomali antara tahun 2007 sampai 2010. Tahun 2011 Anomali mulai menggeliat dengan membukukan pertumbuhan penjualan 20%, tahun 2012 tumbuh sekitar 33%, dan tahun 2013 tumbuh sekitar 30%.

Anomali tidak ingin gegabah menambah gerai. Ini bukan perkara dana belum tersedia, tapi lebih kepada melihat lokasi gerai baru dan perhitungan bisnis. Investasi yang dibutuhkan untuk membuka satu gerai sekitar Rp1 miliar–Rp2 miliar. “Sebenarnya banyak yang menawarkan termasuk mal, tapi kalau berdasarkan perhitungan tidak bisa balik modal di bawah tiga tahun kami menolak,” kata Azis seraya menambahkan, dalam lima bulan ke depan akan dibuka satu gerai baru di Jakarta.

Sementara Haris baru memulai usaha kedai kopi, karena itu gerai WKTP baru semata wayang. Ia membuka WKTP dengan modal awal sebesar Rp70 juta. Dalam sebulan ia bisa mendulang omzet Rp90 jutaan. Ke depan, dalam sehari ia menargetkan bisa meraup omzet Rp10 juta agar bisa cepat buka cabang. Dia belum tertarik mengembangkan gerai dengan sistem waralaba karena aturannya rumit.

Walaupun kedai kopi lifestyle makin menjamur, menurut Azis, bidang usaha ini masih terbuka lebar untuk pemain baru. Ia berpendapat, semakin banyak kedai kopi lifestyle bermunculan semakin baik, karena secara tidak langsung akan semakin banyak konsumen yang teredukasi mengenai kopi yang berkualitas. “Makin banyak pula konsumen yang up grade dari kopi Robusta ke Arabica. Sehingga akan memacu petani kita menanam kopi Arabica, dan otomatis kesejahteraan petani meningkat karena Arabica harganya bisa lima kali lebih mahal,” kata Azis.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.