Netpreneur vs Entrepreneur: Kemudahan Berbisnis di Era Digital

Netpreneur vs Entrepreneur

Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak tahun 1998 memaksa para pelaku bisnis untuk memutar otak lebih keras lagi demi mempertahankan usahanya. Banyak bisnis konvensiona kerap disebut sebagai bisnis offline—terkena ancaman gulung tikar karena tidak mampu menyeimbangkan neraca pengeluaran dan pendapatan. Kondisi inilah yang kemudian memunculkan alternatif untuk membuka bisnis berbasis internet, alias bisnis online.

Para pebisnis online yang dikenal dengan sebutan netpreneur muncul tidak semata-mata karena krisis moneter berkepanjangan di Indonesia.  Media sosial tidak lagi digunakan hanya untuk bersosialisasi, melainkan juga menjadi sarana berkegiatan ekonomi. Apa saja nilai lebih seorang netpreneur yang bergelut di bisnis online dibanding entrepreneur yang berbisnis secara offline?

Anytime, anywhere

Ruang gerak netpreneur tidak terbatas pada gedung atau toko. Bisnis tidak hanya bisa dijalankan dalam ruang tertutup yang menuntut mobilitas antara seller dan buyer. Selama ada koneksi internet, mereka bisa menjalankan usahanya dari mana saja dan kapan saja, tidak terbatas ruang atau toko.

Mereka juga tidak perlu melakukan mobilisasi untuk bertatap muka dengan buyer. Koneksi internet yang bisa diakses kapan saja membuat transaksi cenderung lebih cepat. Dengan kata lain, netpreneur menjalankan bisnis online-nya dengan cara yang lebih praktis, hemat waktu, dan hemat tenaga dibanding entrepreneur.

Digital era, digital technology

Hampir dapat dipastikan, semua netpreneur tidak mungkin “gaptek” atau gagap teknologi. Teknologi internet adalah aset utama dalam menjalankan bisnisya.

Mau tidak mau, mereka harus memahami seluk-beluk teknologi internet, mulai dari perkembangan media sosial hingga penggunaan tools yang memudahkan kegiatan bisnisnya. Tuntutan untuk “melek teknologi” ini merupakan poin keunggulan netpreneur dibanding entrepreneur.

Simple work, simple problem

Kinerja netpreneur yang berbasis teknologi internet dipermudah dengan kehadiran berbagai tools penunjang bisnis seperti Google Trends, GoMo, dan Think with Google. Berbagai tools ini membantu dalam menjalankan bisnisnya dengan lebih simpel dan sederhana.

Permasalahan bisnis yang ditemui netpreneur dapat terbantu lewat penggunaan tools-tools tersebut. Dengan kata lain, mekanisme kerja dan problem solving didukung oleh tools yang menjadikan bisnis online lebih praktis untuk dijalankan.

World wide web, world-wide transaction

Ruang lingkup bisnis netpreneur tidak terbatas pada satu negara saja, melainkan meluas sampai ke seluruh penjuru dunia yang “terjamah” koneksi internet. Di satu sisi, hal ini memunculkan tantangan bagi bisnis karena kompetitor bisnis lebih banyak dan berasal dari berbagai belahan dunia.

Namun di sisi lain, kondisi ini membuat jangkauan pasar menjadi lebih luas. Koneksi internet memungkinkan terjadinya transaksi antara netpreneur dengan para supplier dan bahkan buyer yang berasal dari luar negeri. Jangkauan pasar yang luas ini tidak dimiliki oleh entrepreneur sebab kebanyakan transaksi bisnis offline terbatas pada transaksi tatap muka atau sambungan telepon.

No capital, no worries

Seorang entrepreneur pasti membutuhkan modal awal untuk menjalankan bisnisnya. Paling tidak, ia harus memiliki uang untuk menyewa toko tempat ia berbisnis. Hal ini tidak berlaku bagi seorang netpreneur.

Netpreneur sangat mungkin berbisnis meskipun ia tidak memiliki modal awal. Ada beberapa alternatif yang bisa dilakukan untuk menjalankan bisnis tanpa modal, misalnya dengan berbisnis dropshipping, yaitu metode penjualan eceran di mana si pengecer tidak perlu memiliki produk secara fisik.***(AR)

Supported By:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.