Nucleus Farma: Revolusi Farmasi Melalui Obat Alami

Marketing – Salah satu kearifan lokal masyarakat Indonesia adalah memanfaatkan flora dan fauna di alam bebas sebagai obat alami. Hal ini tentu saja tidak lepas dari melimpahnya keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia. Menurut data Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) 2015–2020 yang dibuat oleh Bappenas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan LIPI, sebanyak 15,5% dari total flora di dunia ada di Indonesia.

Flora di wilayah Indonesia termasuk bagian dari flora Malesiana yang diperkirakan mencapai 25% dari spesies tumbuhan berbunga di dunia. Indonesia menempati urutan ke-7 di dunia dengan jumlah mencapai 20.000 spesies, dimana 40% dari angka tersebut merupakan tumbuhan endemik atau asli Indonesia. Untuk fauna, terdapat 8.157 spesies vertebrata (mamalia, burung, herpetofauna, dan ikan) dan 1.900 spesies kupu-kupu yang merupakan 10% dari spesies dunia.

Seiring modernisasi dunia kedokteran, obat alami (natural medicine) seperti dilupakan oleh masyarakat. Mereka lebih sering mengonsumsi obat berbahan kimia. Namun, penggunaan obat kimia dalam jangka panjang menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi kesehatan. Itu sebabnya, sekarang muncul kesadaran untuk mengonsumsi kembali obat alami, termasuk di negara-negara maju.

obat alami
Edward Basilianus, CEO and Founder Nucleus Farma. Foto: Majalah MARKETING.

Edward didukung oleh rekannya Cipto, pakar engineering dan business management lulusan UC Berkeley dan Stanford University; serta Chaidir, doktor di bidang biologi farmasi lulusan University of Wuerzburg, Jerman. Nucleus Farma yang berdiri tahun 2014 berkantor pusat dan memiliki pabrik di kawasan Tangerang Selatan, Banten.

Natural medicine sudah menjadi basis pengobatan yang berkembang pesat di Amerika, Jepang, dan China. Saya ingin Indonesia menjadi basis produksi natural medicine di masa depan, karena itu dari awal berdiri Nucleus Farma, kami mengajukan aplikasi ke FDA ke Amerika,” jelas Edward.

Pengakuan FDA

Karena butuh persiapan yang matang, Nucleus Farma baru meluncurkan produk perdananya  pada akhir 2018 lalu. Produk tersebut diberi nama “Onoiwa” yang berarti “ada ikan” dalam bahasa Jawa dan “saudara laki-laki” dalam bahasa Jepang. Dalam memproduksi Onoiwa, Nucleus Farma dibantu peneliti dari Jepang dan menggunakan teknologi dari Jerman. “Semua bahan baru dari Indonesia, dibuat di Indonesia. Cuma peneliti dan teknologinya dari luar negeri,” jelas Edward yang ditemui di kantornya beberapa waktu lalu.

Onoiwa dibuat dari ekstrak ikan gabus yang diambil langsung dari Bintan, Kepulauan Riau. Edward Kurniawan mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan salah satu koperasi nelayan di Bintan untuk mendapatkan pasokan ikan gabus. “Gabus memang paling bagus dari luar Pulau Jawa, seperti Riau, Kalimantan. Produk kita paling bagus dibandingkan kompetitor, karena bahan bakunya paling bagus,” timpal Business Unit Manager Nucleus Farma itu.

Onoiwa merupakan obat resep dokter (ethical drug). Obat ini sudah berhasil menembus jaringan rumah sakit besar di Indonesia seperti Hermina dan Mitra. Keberhasilan Onoiwa menembus rumah sakit tentu tak lepas dari kesuksesan obat ini memperoleh sertifikat FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat. Hal tersebut juga menandakan fasilitas produksi Nucleus Farma telah memenuhi standar dan ketentuan dari FDA.

Edward mengklaim, Nucleus Farma merupakan satu-satunya produsen natural medicine asal Indonesia yang sudah teregistrasi di FDA. “Kami ingin menumbuhkan kepercayaan diri para dokter agar mau meresepkan obat natural seperti Onoiwa. Makanya kami sampai mendaftarkan ke FDA, karena mereka selama ini tidak yakin dengan obat berbasis alam. Padahal di Jepang produk berbasis alam sudah masuk ke sistem pelayanan kesehatan di sana, begitu pun Belanda yang cenderung beralih ke natural medicine,” ungkap dia.

Salah satu obat alami produksi Nucleus Farma Onoiwa

Onoiwa memiliki kadar anti-oksidan cukup bagus dan dapat mempercepat pembentukan albumin dalam tubuh. Onoiwa juga berkhasiat mempercepat pengeringan luka pasca operasi. Saat ini Onoiwa diproduksi dalam bentuk kapsul.

Pius Indramawan, Product Manager Nucleus Farma, mengatakan, sekali berproduksi Nucleus Farma mampu membuat 50.000 boks Onoiwa. Satu boks berisi 30 kapsul. “Produk tersebut habis dalam 2 sampai 3 bulan,” tandasnya. Dia pun menambahkan bahwa ke depan pihaknya akan memproduksi Onoiwa dalam bentuk serbuk dan likuid.

Edward, yang berpengalaman lebih dari 25 tahun di industri farmasi, mengungkapkan nilai pasar natural medicine berbasis ikan gabus mencapai Rp50 miliar per bulan. Dia mengklaim Nucleus Farma berada pada posisi ke-2 di kategori ini dari sekitar 20 produsen yang bermain.

Aktivitas produksi di pabrik Nucleus Farma, Tangerang Selatan, Banten

Pius menambahkan, ke depan pihaknya akan meluncurkan produk baru Onoake dan Onogate. Onoake merupakan obat berbasis ekstrak daun kelor (Moringa oleifera), sementara Onogate berbasis teripang (Stichopus variegatus). Pihaknya juga berencana meluncurkan Rafa Khomsyah dengan bahan baku antara lain jintan hitam (Nigella sativa) dan beras merah. Produk ini terinspirasi dari hadis Nabi Muhammad SAW.

“Dari sekitar 45.000 tanaman obat di dunia, sekitar 30.000 ada di Indonesia, yang sudah dimanfaatkan baru 3.000-an. Sekarang banyak produk dari Amerika yang bahan bakunya dari daun kelor. Daun kelornya diambil dari Indonesia, dibuat di Amerika, dijual ke Indonesia lagi,” tutur Pius.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.