Pandemi Corona, Momentum untuk Menuju Ekonomi Hijau

ekonomi hijau, ekonomi berkelanjutan

Marketing.co.id – Berita Marketing | Pemerintah dan dunia usaha harus menjadikan krisis perekonomian yang diakibatkan pandemi Covid-19, sebagai momentum untuk melakukan perubahan dari business as a usual (BAU) menjadi lebih berkelanjutan (sustainable).

Baca Juga: Pelaku Bisnis Harus Terapkan Konsep Berkelanjutan di Masa Pemulihan 

President Director PT Barito Pacific Tbk Agus Salim Pangestu mengatakan, adanya pandemi Covid-19 saat ini merupakan saat yang tepat “mengganti gigi” untuk masuk ke ekonomi hijau (green economy) yang lebih berkelanjutan. Perubahan tersebut memang tidak mudah karena membutuhkan waktu dan proses serta harus ada komitmen dari semua kepentingan, seperti pemerintah, masyarakat dan dunia usaha. “Green economy ini mahal sehingga membutuhkan waktu dan proses,” kata Agus.

Menurut Agus, perubahan ke arah perekonomian yang berkelanjutan tersebut ibarat menyetir kendaraan manual yang memiliki gigi (gear) 1-5.  Ketika pengendara sedang dalam gigi satu maka tidak bisa langsung beralih ke gigi lima,  tapi harus bertahap. Jika dipaksakan pindah dari gigi satu ke gigi lima, maka kendaraan akan rusak. Hal itu juga berlaku dalam pemakaian energi. “Jika langsung pindah ke gigi lima, misalnya beralih ke energi geothermal sekaligus maka pemerintah sebagai pembeli tidak langsung listrik dari swasta tidak akan mampu. Pemerintah bisa bangkrut,” ujarnya.

Agus berpandangan bahwa perubahan yang dilakukan secara sekaligus dan mendadak atau tiba-tiba, contohnya mengganti material yang banyak dikonsumsi masyarakat, dampaknya malah justru akan membahayakan lingkungan. Misalnya mengganti semua plastik dengan kertas. “Berapa luas HTI (Hutan Tanaman Industri) yang dibutuhkan?” kata Agus.

Baca Juga: Profesional Muda, Penggerak Utama Praktik Bisnis Berkelanjutan

Sementara itu, Co-Founder and Managing Partner Creco Consulting Raden Pardede mengatakan bahwa krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 ini harus menjadi momentum melakukan perubahan dari BAU menjadi lebih berkelanjutan. “Don’t waste the crisis,” ujar Raden.

Dalam kondisi normal, proses transformasi kadang butuh waktu lebih lama. Hal itu terjadi dalam digitalisasi. Sebelum pandemi, digitalisasi sudah terjadi, tapi pandemi mempercepat proses itu. Semua orang, baik orang tua maupun anak muda dipaksa beradaptasi, mulai dalam hal berbelanja, seminar, bersekolah, sampai bekerja. “Dalam situasi normal tak akan terjadi perubahan secepat itu. Hal itu mungkin bisa terjadi dalam transisi ke energi hijau.”

Lebih lanjut Raden menjelaskan, harus ada komitmen dan kesediaan berkorban semua pihak, baik masyarakat, pemerintah, maupun dunia usaha, untuk bertransformasi menuju energi berkelanjutan. Tak bisa dihindari, perubahan untuk menuju energi hijau perlu biaya dan tak bisa terjadi seketika.

“Akan ada trade off. Sekarang bayar lebih mahal untuk lingkungan lebih baik di masa mendatang. Sehingga perlu kesadaran dan kesediaan masyarakat untuk membayar lebih mahal. Tak bisa bayar murah sekarang dan lebih murah lagi di masa datang,” katanya.

Selain diperlukan kebijakan energi baru dan terbarukan (EBT) yang konsisten, pemerintah juga perlu memberikan subsidi untuk EBT bagi masyarakat yang tidak mampu. Komitmen dunia usaha juga sangat dibutuhkan. “Apa mereka bersedia mendapatkan profit lebih kecil demi lingkungan lebih baik?” pungkas Raden.

Marketing.co.id: Portal Berita Marketing dan Berita Bisnis

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.