Pasar Air Minum Dalam Kemasan Galon, Yay or Nay?

Marketing.co.id – Berita Lifestyle | “Bisnis Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) galon di Indonesia sangat tidak sehat dan merugikan konsumen. Sistem ketergantungan yang sengaja dibangun untuk mengikat konsumen melalui pembelian galon secara beli putus, justru membuat pengusaha untung.” kata Tjahjanto Budisatrio, pakar ekonomi dan bisnis Fakultas Ekonomi Indonesia beberapa waktu lalu. Hal ini mengemuka dalam sebuah webinar yang diselenggarakan oleh FMCG Insights bertema, “Pelabelan BPA: Menuju Masyarakat Sehat dengan Pasar Sehat”

Menurut Budisatrio, Pasar AMDK galon polikarbonat (PC) sudah saatnya ditata ulang karena sistem yang ada saat ini lebih banyak merugikan konsumen. Seperti banyak galon dibeli putus yang tidak bisa ditukar baru atau ditukar merek lain atau galon tidak bisa diuangkan kembali.

Sebagai contoh, jika kita membeli galon A, dan ternyata galon A tidak ada di toko, pembeli harus membawa pulang galon kosong itu. Galon merek A tidak bisa ditukar dengan merek galon B, dengan kata lain, konsumen sadar atau tidak “terikat” kontrak jangka panjang disebabkan oleh sistem yang ada saat ini.

Faktanya, konsumen sudah bayar di muka, tapi kenyataannya yang didapatkan bukan galon baru tapi galon lama sehingga hal ini menjadi keuntungan tersendiri bagi produsen. Galon yang kita pegang adalah investasi di awal, karena kita beli tapi tidak bisa ditukar dengan galon lain, padahal airnya yang di dalam galon sama saja.

Dari sisi kompetisi bisnis, persaingan usaha yang ada juga menjadi kurang sehat karena ada barriers to entry ke dalam pasar yang artinya pasar menjadi sudah tidak lagi perfect competition tapi imperfect competition.

Budisatrio menambahkan, “Galon yang kita beli di awal adalah investasi. Jadi otomatis pelanggan dikunci. Biaya ganti galon ke merek lain jadi mahal. Inilah yang membuat sebuah barrier. Sadar atau tidak sadar, setiap orang yang membeli galon itu awalnya sudah melakukan investasi sehingga membuat konsumen “terkunci” karena mereka sudah menaruh uang untuk galon tersebut.”

Di sisi lain, produsen AMDK galon mengklaim bahwa mereka terancam rugi besar jika galon bekas pakai milik mereka dipasangi label peringatan “Berpotensi mengandung Bisphenol A (BPA)”. Namun klaim ini dibantah Budianto, karena menurutnya sikap pengusaha ini adalah sikap manja, tidak mau berubah karena sudah bertahun-tahun menikmati keuntungan dari investasi konsumen, berupa deposit pertama pembelian galon AMDK.

Budisatrio menegaskan, produsen yang berhasil melakukan lock-in secara kuantitas, maka otomatis menjadi sangat dominan dalam pasar. Ini menunjukkan bahwa di dalam struktur pasar AMDK, ada produsen galon polikarbonat bekas pakai yang dominan dan sisanya adalah produsen lain yang mengikutinya.

Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengingatkan produsen galon AMDK untuk bersikap terbuka kepada publik di Indonesia. Produsen dan distributor seharusnya memberikan informasi sejelas mungkin seputar galon AMDK agar konsumen mendapatkan haknya dengan benar.

Tubagus Haryo, anggota Pengurus Harian Yayasan YLKI mengatakan, “Produsen galon AMDK agar mau melakukan inspeksi secara berkala pada galon-galon yang ada di didistributor, agen atau di pasaran untuk menghindari adanya penyimpangan. Hal lainnya yakni jika memang harga pertama pembelian galon AMDK itu semacam deposit, produsen harus mau mengembalikan uang deposit itu jika konsumen mau menjual kembali galon yang sudah dibeli.”

Tubagus mendesak agar produsen galon AMDK dapat melakukan inspeksi yang bisa ditindaklanjuti dengan melakukan pembaruan galon-galon bekas pakai, jika memang sudah tidak layak dipakai. Hal ini juga untuk menjaga agar kesehatan konsumen tidak terganggu,” ujarnya.

Marketing.co.id: Portal berita Marketing dan Bisnis.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.