Pebisnis UMKM yang Lebih Tua Skeptis Terhadap Teknologi

Marketing.co.id – Berita UMKM | Pandemi COVID-19 telah membawa perubahan dalam perilaku pelanggan dan mengharuskan pelaku bisnis untuk beradaptasi. Berbagai sektor terkena imbasnya, termasuk lebih dari 80% pelaku UMKM. Menurut laporan Kearney “Unlocking the Next Wave of Digital Growth: Beyond Metropolitan Indonesia”, kerjasama antara e-commerce, BUMN, dan sektor pemerintah berperan penting dalam merevitalisasi kelangsungan bisnis UMKM.

“UMKM merupakan tulang punggung bagi perekonomian kita yang menghasilkan 60% dari PDB lokal. Upaya terbaik sangat penting untuk membantu UMKM bertahan di masa pandemi. Kementerian Koperasi dan UMKM Indonesia melaporkan bahwa 99,99% bisnis di Indonesia adalah UMKM, dengan total 64 juta unit. UMKM menyerap hingga 97% tenaga kerja, sementara perusahaan besar menyerap sekitar 3%,” kata Shirley Santoso, Presiden Direktur Kearney.

Riset oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Indonesia juga menemukan, bahwa sepanjang tahun 2020, terdapat dua masalah utama yang dihadapi oleh UMKM yang terdampak pandemi, yaitu masalah keuangan dan pasokan/permintaan. Selain dari minimnya fasilitas operasional, sumber daya, dan pendanaan, UMKM juga masih kurang menguasai platform digital.

Menurut laporan Kearney, lebih dari 80% masyarakat di kota-kota tier 2 dan 3 kurang memahami platform digital. Bisnis UMKM biasanya dijalankan oleh satu orang yang lebih berumur tua. Mereka cenderung skeptis terhadap teknologi, sehingga lambat dalam mengadopsi layanan digital. Hal ini menimbulkan kerugian bagi UMKM, terutama ketika pembatasan mobilitas diberlakukan dan masyarakat beralih dari toko fisik ke e-commerce.

Beberapa bisnis mampu beradaptasi, tetapi tidak banyak. Survei Bank Indonesia menyatakan pada tahun 2020, hanya terdapat 12,5% UMKM yang tidak terdampak pandemi secara ekonomi. Hanya 27,6% dari mereka mampu meningkatkan penjualan. Hal ini juga dipengaruhi oleh berubahnya kebiasaan belanja konsumen dan pergeseran ke platform online.

Baca juga: Ribet Belanja? Temui Emak-Emak Jago Belanja Di GoMart

Seiring meningkatnya digitalisasi, e-commerce menjadi sektor terbesar di wilayah metropolitan. Penetrasi e-commerce diprediksi meningkat secara signifikan di kota-kota tier 2 dan 3, dan pertumbuhan e-commerce tradisional akan berkontribusi terhadap pembelian online.

Pendekatan adaptif

Sektor e-commerce dapat mengembangkan layanan yang sesuai untuk meningkatkan digitalisasi UMKM. Pendekatan adaptif perlu diterapkan dengan menghasilkan keuntungan melalui layanan UMKM. Layanan yang diperluas untuk delivery dan pembayaran, logistik, manajemen inventaris/pembukuan, uang elektronik, dan pinjaman dapat dijadikan acuan.

Memaksimalkan layanan yang ditawarkan platform e-commerce bukanlah hal yang mudah. Upaya kerjasama mendidik UMKM dalam menggunakan layanan digital masih menjadi tantangan. Beberapa e-commerce seperti Shopee dan Tokopedia mulai memberikan edukasi bagi penjual, tetapi layanan terkonsolidasi dan platform digital ini masih belum dipahami UMKM. Maka, pendekatan edukasi perlu diperbaiki.

Penjaja kopi keliling atau dikenal sebagai “Starbuck” keliling dengan berbagai pilihan sachet minuman di stang sepedanya. Foto: marketing.co.id/Lialily.

“Dengan memperkuat kerjasama, sektor e-commerce dapat mengidentifikasi beberapa kesulitan utama dari UMKM, mengenali hambatan mereka. Salah satunya yaitu kurangnya literasi platform digital. Setelah solusi bagi UMKM dikembangkan, sektor e-commerce dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang penggunaan platform online mereka sehingga UMKM dapat memasarkan produk secara efektif,” kata Shekhar Chauhan, Partner di Kearney.

Ekspansi lebih lanjut juga dapat dikembangkan untuk mendukung UMKM lokal yang belum memiliki akses terhadap bank dan layanan yang tepat. “BUMN bisa ambil bagian. Model penilaian kredit perlu disempurnakan, dijadikan layak untuk menjangkau lebih banyak pengguna dari kota tier 2 dan 3 yang memenuhi syarat untuk pinjaman, sambil menjaga risiko yang sebanding dengan bank tingkat menengah di Indonesia,” jelas Shekhar.

Bank dengan portofolio pinjaman UMKM dapat berkolaborasi dengan start-up, mengarahkan UMKM ke perwakilan di wilayah tertentu yang dapat membantu mereka mengembangkan platform digital. Selain itu, pemahaman dan penggunaan bank digital dapat dikerahkan untuk meningkatkan kesadaran digital UMKM dan memberi mereka metode yang efektif dalam mempertahankan pelanggan. Pemerintah dapat menciptakan kolaborasi BUMN dengan fintech, serta merujuk UMKM ke layanan fintech jika mereka dianggap belum siap menggunakan sistem perbankan.

Saat ini, beberapa upaya telah dilakukan pemerintah, contohnya melalui kebijakan restrukturisasi pinjaman, bantuan modal tambahan, pelonggaran pembayaran tagihan listrik, dan dukungan pembiayaan lainnya. Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) juga dikembangkan untuk mendukung UMKM. Sejumlah Rp. 112,84 triliun telah diterima oleh lebih dari 30 juta UMKM pada tahun 2020.

Shirley  mengatakan, salah satu kebijakan yang menonjol yaitu pembebasan pajak bagi UMKM selama pandemi. UMKM sangat terpengaruh dengan adanya penurunan konsumsi dan penjualan, maka perpanjangan pembebasan pajak harus dipertimbangkan. UMKM dapat menyisihkan uang pajak untuk pengeluaran operasional/modal kerjanya, sehingga mereka dapat bertahan selama pandemi.

“Pemerintah pun dapat mengelola penerimaan pajak untuk mendorong konsumsi dan pertumbuhan. Momentum pemulihan ekonomi harus terus dipertahankan dengan memfasilitasi akses permodalan melalui regulasi yang tepat, salah satunya perpanjangan pembebasan pajak bagi UMKM. Selanjutnya, ekosistem digital Indonesia dapat ditingkatkan,” kata Shirley.

Baca juga: Sinergi Telkomsel – Gojek Perkuat Digitalisasi UMKM dan Produktivitas Mitra Driver

Selain itu, dengan menggandeng pemerintah daerah, start-up dan e-commerce dapat mendorong pertumbuhan UMKM dengan meningkatkan pembelian produk lokal. Agen distribusi dan pemasaran dapat disebarkan bagi UMKM melalui jaringan kemitraan yang kuat.

“Dengan mencontoh gerakan ‘Aku Cinta Indonesia’, start-up atau e-commerce dapat membantu memastikan UMKM mana yang benar-benar lokal, memprioritaskan mereka sebelum produk impor sehingga masyarakat Indonesia lebih cenderung untuk membeli produk lokal. Dengan cara ini, dapat terwujud upaya ‘gotong royong’ dalam menangani pandemi,” tutup Shirley.

Sementara itu, sistem rantai pasokan yang lebih transparan dan efisien perlu diterapkan bagi produsen lokal. Start-up atau e-commerce dapat berkontribusi sebagai inkubator UMKM dalam memastikan kualitas produk dan pengembangan bisnis. Dengan demikian, masyarakat Indonesia semakin bangga menggunakan produk lokal yang berkualitas di era digital saat ini.

Marketing.co.id: Portal Berita Marketing & Bisnis

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.