Pemain Lokal Dominasi Industri FMCG Asia

Lim Soon Lee, General Manager Kantor Worldpanel Indonesia (kedua dari kiri)
Lim Soon Lee, General Manager Kantor Worldpanel Indonesia (kedua dari kiri)

Di industri Fast Moving Consumer Goods (FMCG), ternyata pasar Asia memiliki karakter yang unik sehingga mampu menopang pertumbuhan industri consumer goods di tengah perlambatan perekonomian yang terjadi di kawasan Asia.

Keunikan itu terlihat dari dominasi pemain lokal dibandingkan pemain global. “Asia merupakan market yang unik, karena para pemain lokal yang mendominasi lebih banyak dibandingkan dengan para pemain global,” ujar Lim Soon Lee, General Manager Kantor Worldpanel Indonesia, di Kantor Worldpanel Indonesia, Jakarta, beberapa waktu lalu
Fakta tersebut sesuai dengan hasil riset Kantar Worldpanel untuk pasar Asia dimana secara keseluruhan, para pemain lokal Asia berkontribusi sebesar 74%, dan mereka tumbuh dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan para pemain Multi Nasional. Lee memberikan contoh Indonesia dan Cina, dimana para pemain lokalnya masih menunjukkan tingkat kontribusi lebih dari 60%. Angka ini merupakan pertumbuhan dua kali lipat dibandingkan dengan para pemain global.

Tak mengherankan jika industri FMCG di Asia masih sangat menjanjikan meski dalam satu tahun terakhir, pertumbuhan FMCG di Asia menurun. Pada 2013, pasar FMCG tumbuh 10% dibandingkan dengan 2012. Sedangkan tahun 2015, FMCG hanya mengalami pertumbuhan sebesar 4.6%. sedangkan pertumbuhan consumer good di Indonesia tahun ini sebesar 7,4%. Pertumbuhan ini menurun jika dibandingkan tahun 2014 yang tumbuh mencapai dua digit yaitu 15,2%.

Data-data di atas merupakan bagian dari hasil riset Kantar Worldpanel yang bertajuk ‘Asia Brand Power 2015’. Untuk melengkapi hasil riset tersebut, Kantar Worldpanel telah melakukan wawancara eksklusif dengan 11 CEO dari para pemain lokal Asia di 9 negara untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendorong pertumbuhan mereka secara signifikan. Mereka antara lain Mayora (Indonesia), Ichitan (Thailand), Aekyung (Korea Selatan), Godrej (India), Monde Nissin (Filipina), Masan (Vietnam), YFY (Taiwan), Rebisco (Filipina), Marico (India), Sanquan (China), dan Vinda (China).

Selain produk-produk lokal yang sukses di 9 negara, dalam laporan tersebut Kantor Worldpanel juga memaparkan beberapa produk dari Indonesia. misalnya, Teh Pucuk Harum, yang bersaing dengan produk inovatif dengan harga terjangkau. Teh Pucuk Harum juga melakukan komunikasi dengan konsumennya melalui media sosial. Lalu ada Kopi Luwak White Koffie, salah satu pemain terbesar pada segmen kopi instan. Produk ini sukses memposisikan diri sebagai kopi instan yang lebih sehat bagi jantung dan perut dengan harga yang terjangkau.

Sedangkan Teh Gelas, sukses memenuhi tren konsumen Asia yang menyukai teh sebagai minuman penyegar. Produk utamanya yang dikemas dalam gelas berhasil menjadi jagoan dalam memenuhi kebutuhan konsumen akan teh siap minum yang praktis dan terjangkau.

Indofood sukses menjadi merek paling berpengaruh di Indonesia. Salah satu produk Indofood, Indomie bahkan telah menjadi produk mie instan yang paling banyak dibeli di Indonesia. Produk-produk Indofood pun saat ini sudah di ekspor ke lebih dari 60 negara. Produk Indomie ini hanya mampu disaingi oleh Mie Sedaap, menduduki peringkat dua teratas untuk merek yang paling dipilih oleh konsumen Indonesia berdasarkan penelitian Brand Footprint 2015. Keberhasilan Mie Sedaap tidak terlepas dari strategi fokus pada daerah pedesaan dan menawarkan harga yang lebih terjangkau dengan isi yang lebih banyak.

Sedangkan produk kosmetik merek Wardah mengedepankan aspek Halal terbukti memiliki daya tarik yang tinggi di Indonesia. Dan, So Klin, yang memiliki semua jenis deterjen yang dibutuhkan oleh konsumen. Dari deterjen berkonsentrasi tinggi yang cocok untuk segala jenis mesin cuci, hingga deterjen anti-kuman dan deterjen pelindung warna pakaian.

“Produk-produk di atas itu memiliki power lever atau tenaga pengungkit yang mendorong pertumbuhan dari para pemain lokal tersebut. Ini yang mampu mengungguli pemain global,” ujar Lee.

Secara singkat, Lee memaparkan, setidaknya ada lima faktor yang mampu menjadi tenaga pengungkit. Kelima faktor tersebut mencakup ahli dalam bertransformasi, berperan aktif dalam meningkat kualitas hidup masyarakat, terus berinovasi, memanfaatkan teknologi digital, dan mengombinasikan penggunaan data hasil riset dengan intuisi dalam merumuskan keputusan yang diambil.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.