Pemimpin Market Share: Leader yang Selalu Berbenah Diri

www.marketing.co.id – Insto butuh 13 tahun untuk merebut posisi puncak pasar obat tetes mata. Melihat kelemahan sendiri, lalu menutupinya, serta konsistensi menjadi kunci utama mereka menguasai pasar.

Lirik lagu Menuju Puncak yang disenandungkan para kontestan Akademi Fantasi Indosiar (AFI), “…bukan mudah, jalanan ini untuk dilalui…”, gambarannya persis seperti yang dialami PT Sterling Producs Indonesia. Produsen obat mata Insto itu butuh waktu cukup panjang untuk menduduki posisi sebagai market leader: 13 tahun. Boleh jadi memang harus begitu. Merek, ibarat manusia, lahir, tumbuh  dan dewasa. Jika diurus secara baik, eksistensinya di tengah-tengah pasar akan semakin baik pula.

Evolusi Insto alias perubahan yang bergerak secara perlahan tapi pasti menjadi kunci semakin menguatnya produk tersebut di tengah-tengah persaingan obat tetes mata. Selama satu dasawarsa sejak lahirnya Insto, pasar obat mata masih dikuasai merek Rohto. Sayangnya, merek pesaing itu sempat ditarik dari pasaran ketika ganti formula sekitar 1996. Rohto baru kembali ke pasar dengan kemasan yang berbeda setelah vakum selama satu tahun.   Berkah dari mundurnya satu pemain itu mengukuhkan Insto dalam peraihan market share, yang hingga kini masih terus dibuntuti secara ketat oleh merek Visine.

Pada kuartal pertama tahun 2005, pangsa pasar Insto mencapai 47%, diikuti oleh Visine yang meraih sekitar 37%. Di belakang kedua pemain tersebut, posisi diduduki oleh mantan raja pasar, Rohto, yang meraih belasan persen market share. Sisanya diperebutkan oleh merek-merek yang tidak terlampau besar seperti Brito, Lotte dan puluhan merek yang relatif sangat kecil.  Jika dihitung-hitung, jumlah pemain di kategori obat tetes mata mencapai 30 pemain. Mereka memperebutkan total pasar di OTC  (out of the counter) sekitar Rp100 miliar per tahun.

Jalan Panjang

Seperti dikemukakan di atas, pencapaian posisi puncak merek Insto ditempuh lewat perjalanan yang cukup panjang. Berbagai tahapan pemasaran dilakoni secara konsisten dan bertahap untuk meraih hati konsumen. “Prosesnya sangat panjang.  Dari semua sisi kami benahi supaya brand identity-nya kuat; mulai dari produk, formula, sampai komunikasi. Dan itu butuh perjalanan yang sangat panjang untuk menjadi market leader,” ujar C. John Syauta, Marketing Manager PT Sterling Product Indonesia di tahun 2005. Bukan hanya itu, ketepatan juga menjadi prioritas utama dalam setiap aksi pemasaran Insto. Ketepatan itu hanya bisa diraih berdasarkan riset pasar dan riset konsumen. “Kami mengambil keputusan berdasarkan riset, kekurangannya apa, di mana, dan itu kami benahi,” paparnya.

Itulah yang melandasi berbagai aktivitas pemasaran dan perubahan selama ini. Sejak diluncurkan pada era ‘70-an, sejumlah perubahan atau revitalisasi dilakukan untuk mendekatkan diri ke konsumen. Misalnya, dari sisi kemasan, perubahan dilakukan sebanyak tiga kali. Yang pertama di tahun 1995 dengan memakai temper proof. Tahun 2000, perubahan kemasan terjadi pada tulisan. Sebelumnya tulisan Insto berbentuk tipis dan lurus, diubah menjadi agak besar dan bergelombang.

Formula produk pun mengalami perubahan pada tahun 1990. Hal itu, menurut John, untuk memberikan yang terbaik kepada konsumen. Lalu, komunikasi produk juga terus disesuaikan dengan keinginan konsumen. Tetapi, tegas John, konsumen tentunya lebih percaya pada kualitas produk. “Orang bisa saja menjual iklan dengan berbagai macam cara, tapi pada akhirnya kalau produk itu tidak baik, akan ditinggalkan. Kami sudah buktikan dan kami tahu bahwa produk kami bagus, formula kami bagus dan komunikasi kami juga sangat baik. Itu semualah yang membuat kami menjadi leader.”

Bila sudah jadi pemimpin, selanjutnya tinggal konsistensi yang terus dijaga. Misalnya, konsistensi di dalam berkomunikasi, menjaga mutu produk, kemauan mencapai titik distribusi yang sangat luas, dan pemahaman yang tinggi terhadap pricing strategy. Soal harga, PT Sterling mematok sesuai dengan target market A, B dan C plus. Harga eceran yang berkisar Rp7.500–8.000 dinilai John sangat sesuai dengan target market berdasarkan “benefit value for money “ atau harga sesuai dengan kualitas yang diterima.

Satu lagi yang dianggap kelebihan Insto adalah penunjuk expired date yang tercetak langsung di botol kemasan, tidak menggunakan stiker. Kelemahan stiker, kata John, produsen bisa saja mencetak tanggal kadaluwarsa satu minggu atau satu bulan lebih akhir karena kelebihan produksi. Tapi, dengan tercetak langsung di botol kemasan, Insto tidak bisa main-main dengan masa kadaluwarsa produknya. “Kalau terjadi over production, supaya jangan dekat expired date, tempel stikernya belakangan. Itu kan bisa juga. Nah, itu tidak mungkin di kami,” ungkapnya.

Dari semua aspek pemasaran yang dilakukan PT Sterling, Insto akhirnya memiliki imaginary product di benak konsumen. Yang ditangkap oleh konsumen, klaim John, merek Insto relatif lebih unggul dibandingkan merek lain. Misalnya, cepat menyembuhkan, harga terjangkau, ada di mana-mana, dan direkomendasikan oleh dokter. “Setelah kami cek kesehatan brand itu, semua ada. Kami unggul di semua aspek,” tegasnya.

Pola 369 Derajat

Menurut John, mempertahakan diri sebagai market leader bukan pekerjaan gampang. Berbagai serangan yang dilakukan masing-masing pemain dari yang etis hingga yang kasar sering terjadi. Tetapi, untungnya pemain yang mau jorjoran beriklan tidak banyak sehingga yang perlu dihadapi dengan serangan balik tidak terlalu banyak. Produk obat mata yang beriklan di TV tidak lebih dari lima merek.

Kesulitan utama dalam menghadapi persaingan, papar John, adalah ketika menghadapi pemain yang agak kasar. John sendiri mengaku, berusaha menghindari cara-cara yang tidak etis dan kasar. Maunya, etika bisnis harus tetap terjaga. Tapi, ya itu, masih ada cara-cara di luar etika persaingan yang sehat. Dia mencontohkan, tanpa mau menyebutkan merek, ada yang menawarkan neon box kepada toko-toko dengan syarat tidak menjual produk lain selain mereknya. “Persaingan seperti itu saya rasa sangat jelek, tidak fair. Kalau sudah seperti itu sangat susah. Itulah yang paling menyulitkan kita,” katanya.

Meski tidak banyak yang jorjoran beriklan, tapi menurut John, ada satu merek yang sejak 1996 spending untuk iklannya sangat luar biasa. Kurang lebih empat tahun merek tersebut memaksakan diri beriklan dengan bujet yang sangat besar untuk memenangkan persaingan. Tetapi, Insto tetap menjadi leader karena loyalitas konsumennya. Kuncinya, Insto tetap konsisten di kualitas produk, distribusi, harga, komunikasi dan mengenali kekurangan-kekuaran yang terus ditutupi.

Untuk mempertahankan posisi, Insto tidak pernah lepas berkomunikasi. Iklan di media televisi jadi andalan. Alasannya, jangkauan media tersebut jauh lebih luas. Sebesar  80% bujet iklan, porsinya digunakan untuk televisi, sisanya disebar ke media-media lain. Sementara jika dibagi untuk kedua kategori komunikasi antara lini atas dengan  lini bawah, perbandingannya 75% dan 25%. John mengaku, bujet untuk iklan dan promosi tergolong sangat besar. Apalagi, kegiatan tersebut dimaksudkan untuk mempertahankan pasar yang jauh lebih sulit ketimbang merebut pasar.

Pola komunikasi yang dilakukan menganut pendekatan 360 derajat. Artinya, semua lini harus di-cover sehingga tidak mudah digoyang kompetitor. Pola 360 derajat itu bukan hanya melalui iklan, sponsorship atau kehumasan saja. Pokoknya, di mana ada kelemahan atau kekurangan, harus ditutupi sesuai kegiatan komunikasi yang diperlukan. Berkaitan dengan ini, secara berkala PT Sterling melakukan “tracking” untuk mengecek kesehatan brand. Misalnya, bagaimana brand awarenessnya sekarang, posisinya di kalangan usia muda, atau dominasinya di antara pria dan wanita.

Jika lemah di kalangan anak muda, maka Insto melakukan kegiatan untuk mereka. Atau bila  sekarang terlalu didominasi oleh kaum pria, padahal dulu fifty-fifty, maka dilakukan pendekatan dengan cara beriklan di media-media wanita. Brand tracking Insto ini dilakukan tiga kali setahun. “Kayak cek kesehatanlah, brand pun harus terus dicek,” kata John. (Redaksi Majalah MARKETING)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.