Pengalaman Tak Terlupakan di Old Trafford (Bagian 1)

James_Gwee_01Saya tiba di Kota Manchester pada 1 April. Kantor imigrasi di bandara bertanya pada saya, “Apakah Anda di sini untuk keperluan bisnis?”

Saya tersenyum dan menjawab, “Hanya untuk liburan.”

Lalu, ketika ia melihat kaus Manchester United yang saya kenakan, ia bertanya lagi, “Apakah Anda akan menonton pertandingan Liga Champion melawan Bayern Munich nanti malam?”

Saya menjawab, “Wah, saya lupa pertandingan itu. Ya, saya akan pergi ke Old Trafford untuk menontonnya. Tapi, apa masih ada tiket tersedia?”

Ia menjawab, “Siapa tahu? Mungkin Anda beruntung.”

Jadi, malam itu saya dan istri naik MRT bawah tanah dari hotel ke Old Trafford. Saya kegirangan karena impian saya menonton pertandingan Manchester United sebentar lagi akan menjadi nyata, bersamaan dengan itu saya deg-degan karena belum memegang tiketnya. Saya ingin berjalan secepat mungkin ke loket tiket, tetapi istri saya sedang tidak enak badan. Walau begitu ia tidak mau kehilangan momen sehingga ia pun berjuang untuk bisa ke sana. Jadilah saya harus berjalan perlahan, dan setiap menit berlalu, peluang untuk mendapatkan tiket juga semakin tipis.

Akhirnya kami tiba di stadion legendaris Old Trafford, Theatre of Dreams. Saya bertanya ke sana ke mari, dan kebanyakan petugas di sana memberitahu bahwa tiket sudah terjual HABIS. Tapi, saya masih tetap kekeuh. Saya tinggalkan istri saya di MU Mega Store, lalu saya lari ke kantor tiket Manchester United. Saya bertanya pada seorang wanita muda yang melayani di loket, apakah masih ada tiket. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dan saya merasa hampir putus asa.

Tapi, tiba-tiba ia berkata, “Saya masih punya dua tiket, tapi tempat duduknya terpisah jauh satu sama lain.” Saya menjawab, saya tidak mungkin mengambilnya karena saya membawa istri yang sedang tidak fit. Saya memohon untuk dicarikan tiket yang lain. Wanita itu bertanya dari mana saya berasal. Saya memberitahunya, saya sudah jauh-jauh datang dari Indonesia dan impian saya menonton pertandingan Manchester United di Old Trafford. Ia mengangguk mengerti dan menghabiskan 6 menit dengan sabar mencarikan tiket.

Kemudian, “Maaf sekali Pak, tapi saya tidak menemukan tempat duduk lagi untuk pertandingan malam ini.”

Saya tahu ia sudah berusaha keras, jadi saya berterima kasih padanya lalu pergi. Tapi saat saya membalikkan badan, ia tiba-tiba berkata, “Tunggu, sepertinya masih ada dua tempat duduk lagi. Sebentar, jangan pergi dulu.” Ia mengklik mouse beberapa kali dan akhirnya berkata, “Dapat! Dua tempat duduk, tapi lokasinya ada di paling atas, di paling belakang. Bagaimana Pak?”

Saya langsung mengambilnya. Saya mengeluarkan kartu kredit untuk membayar dan merasa sangat berterima kasih padanya.

Lalu, datanglah momen yang sangat mengejutkan, menyenangkan, dan tak terlupakan dalam pengalaman itu. Saat mencetak tiket, ia berkata, “Ini ada di paling atas. Anda harus naik tangga sampai delapan tingkat. Tadi Anda bilang kalau istri Anda sedang tidak enak badan. Pasti sangat melelahkan jika harus naik tangga delapan tingkat. Tunggu sebentar, saya akan cari cara lain.”

Ia pun menemui supervisornya untuk menjelaskan situasi. Lalu, ia kembali dan menjelaskan, “Saya akan memberikan VIP pass khusus ini supaya Anda bisa pergi ke bagian VIP dan naik lift dari sana ke lantai 8. Ketika Anda masuk bagian VIP, tunjukkan VIP pass ini agar diperbolehkan naik lift VIP.” Ia lalu tersenyum, “Selamat menikmati pertandingan dan semoga istri Anda cepat sembuh!”

shutterstock_92718070_James GweeSaya sungguh kehabisan kata-kata, karena saya berhasil mendapatkan dua tiket terakhir pertandingan Manchester United melawan Bayern Munich, dan saya baru saja dilayani oleh seseorang yang sangat perhatian kepada orang yang belum dikenal. Mari kita teliti apa saja yang sudah terjadi:

Pelajaran 1:
Wanita di loket bisa saja dengan mudah memberitahu bahwa semua tiket sudah terjual habis. Saya pun bisa saja segera menerima dan paham karena saya sudah tiba 45 menit sebelum pertandingan. Tetapi, ia berusaha lagi dan lagi sehingga akhirnya bisa menemukan dua bangku kosong.

Mengapa? Saya yakin bahwa di dalam pikirannya, ia bukan hanya melayani seseorang yang ingin membeli tiket, melainkan seorang fans berat. Seseorang yang sudah datang jauh dari belahan dunia lain hanya untuk menonton tim favoritnya. Kami jadi berada dalam tim yang sama. Ia merasa harus membantu sesama tim dan tak ingin sesama timnya kecewa.

Apakah para karyawan Anda merasakan hal yang sama terhadap para pelanggan Anda yang mereka layani setiap hari?

Pelajaran 2:
Seorang staf pelayan biasa hanya akan melayani saya seperti pelanggan lainnya. Mereka mungkin hanya berpikir, “Anda datang terlambat, semua tiket sudah terjual habis. Sayang sekali, salah Anda sendiri. Coba datang lagi pada pertandingan berikutnya.” Tetapi, wanita yang melayani saya di loket tersebut mengerti bahwa saya bukan pelanggan biasa yang tidak bisa mendapatkan tiket.

Pada artikel berikutnya kita akan mempelajari lagi beberapa poin penting yang dapat kita ambil dari pengalaman tak terlupakan ini.

Bersambung….

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.