Pentingnya Berkreasi dalam Strategi Era Pandemi (1)

Marketing.co.id – Manajemen Strategis, Manajemen Pemasaran, atau mata kuliah Strategi sudah menjadi bagian dari modul atau mata kuliah yang diambil para praktisi atau mahasiswa bisnis dalam proses pendidikan atau sertifikasi yang ditempuhnya. Dalam kenyataannya, praktisi banyak yang beranggapan bahwa modul tersebut belum dapat menjawab kompleksitas, tantangan permasalahan yang mereka hadapi, khususnya menghadirkan strategi era pandemi seperti di saat ini.

Demikian juga halnya dengan mahasiswa, banyak yang mengalami kesulitan mengaitkan antara konten Strategi dengan penerapannya dalam dunia bisnis. Intinya, ada gap antara apa yang mereka ingin pelajari dengan apa yang mereka dapatkan saat belajar.

strategi era pandemi

Pada umumnya para fasilitator kursus dan dosen bidang Strategi mengajarkan materi dari referensi formal (buku teks, studi kasus dll) dengan pendekatan analitis teknis. Permasalahan bisnis dibedah menggunakan frameworks seperti Porter five forces, SWOT, Business Model Canvas, Value Chain dll. Mengapa banyak frameworks yang sudah baku ini tetap menghasilkan gap dan belum optimal menyiapkan praktisi/mahasiswa bidang bisnis untuk menyusun strategi ? Dalam artikelnya di  Harvard Business Review edisi Maret–April 2019, Profesor Brandenburger dari Stern School of Business, New York mengulasnya dengan menarik dan komprehensif.

Baca juga: Perubahan Perilaku Konsumen pada Era New Normal (1)

Menurut Brandenburger, frameworks di buku teks yang dipelajari para praktisi/mahasiswa bisnis banyak yang menggunakan konteks permasalahan yang terjadi pada organisasi atau perusahaan atau industri yang sudah exist, sudah established, dan sudah terbentuk lansekap persaingannya. Belum cukup tersedia frameworks untuk

Asnan Furinto, Marketing Scientist and Strategist
Dosen Program DRM, Bina Nusantara University

“bermimpi” menghasilkan ide kreatif, disruptif, yang berpotensi menghasilkan strategi game changing. Padahal, di kondisi lingkungan bisnis seperti saat ini, di mana penetrasi teknologi digital sudah cukup dalam, ditambah adanya pandemi Covid 19, membuat organisasi harus lebih kreatif menyusun strategi yang mampu membawa organisasi mereka melewati masa-masa sulit, dan menghasilkan terobosan-terobosan dalam menyongsong era Adaptasi Kebiasaan Baru.

Baca juga: Perubahan Perilaku Konsumen pada Era New Normal (2)

Anggapan bahwa Strategi adalah analisis teknis, sistematis, ditunjang data lengkap, dianalisis menggunakan frameworks baku, bukan berarti harus ditinggalkan. Yang perlu diperbaiki adalah masih kurangnya kesempatan untuk mengeluarkan ide-ide “gila”, out of the box ke dalam proses penyusunan strategi. Kreativitas dan Strategi dianggap sebagai dua hal yang berbeda. Memberikan materi berbagai frameworks Strategi dan menggunakannya dalam analisis kasus memang perlu untuk para praktisi dan mahasiswa bisnis, tetapi belum memadai.

Menurut Brandenburger, ada 4 cara untuk memicu munculnya Kreativitas dalam proses penyusunan Strategi, yang disingkat menjadi 4 C, yaitu Contrast, Combination, Constraint, dan Context. Contrast adalah meninjau ulang asumsi dasar sebuah industri atau organisasi. Combination adalah menggabungkan berbagai hal yang sepertinya tersebar, tetapi dapat menjadi sebuah kesatuan. Constraint adalah menggunakan kelemahan atau keterbatasan menjadi sumber kekuatan, dan Context adalah mencari cara pemecahan masalah yang pernah terjadi pada konteks berbeda. Kita akan bahas dengan lebih detil di artikel berikutnya.

Asnan Furinto
Marketing Scientist and Strategist
Dosen Program DRM, Bina Nusantara University

Marketing.co.id | Portal Berita Marketing dan Berita Bisnis

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.