Perlu Sinergi untuk Atasi Konten Negatif Media Sosial

Indonesia Technology Forum (ITF) kembali menyelenggarakan seminar nasional. Tema yang dibahas adalah Menagih Langkah Nyata Industri Telekomunikasi dan OTT Menghadapi Dampak Negatif Media Sosial. (28/8)

 

konten negatif media sosial
Kiri-kanan : Firman, Moderator, Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) KH Masduki Baidlowi, Group Head Corporate Communication Indosat Ooreoodo Tbk Deva Rachman, Agung Yudha, Public Policy Lead Twitter Indonesia, Komisioner BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) Agung Harsoyo.

Narasumber yang hadir adalah Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) KH Masduki Baidlowi, Komisioner BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) Agung Harsoyo, Group Head Corporate Communication Indosat Ooreoodo Tbk Deva Rachman , dan Public Policy Lead Twitter Indonesia, Agung Yudha.

Maraknya berita bohong (hoax) maupun perundungan (bullying) di era media sosial telah menjurus pada perpecahan dan integritas berbangsa dan bernegara. Padahal bila kita melihat produk hukum yang telah ditetapkan yaitu UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) No. 19 tahun 2016 sebagai perbaikan dari UU No.18 tahun 2008, dengan jelas mengatur bagaimana cara menggunakan media sosial dengan benar. “Regulasi jelas mengatur  bahwa konten media sosial bertentangan dengan kaidah bernegara dan tidak sesuai dengan budaya bangsa,” kata Chief RA, panggilan akrab Rudiantara dalam seminar yang digelar Indonesia Technology Forum (ITF).

Menurutnya, sangat penting melakukan kerjasama antara semua elemen bangsa bergerak memerangi konten negatif di media sosial. “Pemerintah, masyarakat di semua segmen, hingga platform harus bergerak bersama,” kata Rudiantara dalam sambutannya.

Pihak Kementerian Komunikasi dan Informasi menangani konten negatif ini dari hulu hingga hilir. “Hulunya adalah literasi informasi sesuai amanah UU ITE no.19 tahun 2016. Sedangkan di sisi hilir ada pendekatan hard approach seperti pemblokiran situs dan sebagainya,” ungkap Rudiantara dalam seminar yang digelar Indonesia Technology Forum (ITF).

Di sisi hulu, pihaknya tidak hanya membuat sistem Trust+ yang kini berisi 800 ribu black list tetapi juga membuat daftar internet positif yang kini mencapai 250 ribu. “Mudah-mudahan dalam 2-3 tahun ke depan daftar positif ini sudah melebihi black list,”ungkap Rudi. Daftar positif ini memuat konten yang selayaknya diakses oleh pengguna internet di Tanah Air.

Sementara, beberapa waktu lalu MUI menerbitkan Fatwa MUI nomor 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah (urusan kemasyarakatan) melalui media sosial yang salah satunya berisi bahwa setiap muslim yang bermuamalah lewat media sosial diharamkan melakukan ghibah (membicarakan keburukan atau aib orang lain), fitnah, namimah (adu domba), dan penyebaran permusuhan. MUI juga mengharamkan aksi perundungan, ujaran kebencian, serta permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antargolongan. “Kami mengajak lembaga-lembaga lain untuk bekerja sama meniadakan konten negatif yang berujung pada keresahan masyarakat tersebut,” tambah Masduki.

“BRTI mendorong sinergi semua pihak dan lembaga dalam menanggulangi konten media sosial yang negative. Saat posting harus disadari apabila itu sudah menjadi keabadian. Jadi kalau disambar orang lain ya jelas mudah,” kata Agung Harsoyo, Komisioner BRTI sekaligus dosen di STEI Institut Teknologi Bandung. “Aturan registrasi pelanggan telekomunikasi akan diperbaiki dan pemberlakukan IPv6 sebagai digital identity dan memudahkan tracking pengguna internet yang negatif,” tambah Agung.

“Kami berkomitmen meredam dan mencegah konten media sosial yang negatif. Kami memiliki sistem filterisasi konten, sehingga konten negatif tidak beredar. Secara global kami telah memblokir sejuta akun terkait terorisme dan kekerasan,” kata Agung Yudha, Public Policy Lead Twitter Indonesia. Agung Yudha juga menambahkan bahwa semestinya pengguna aplikasi juga membaca rules and term of services sebelum menggunakan layanan. “Di sana ada aturan tentang conservation yaitu ketika posting itu sudah menjadi konsumsi publik,”katanya.

konten negatif media sosial
Group Head Corporate Communication Indosat Ooreoodo Tbk Deva Rachman, Agung Yudha, Public Policy Lead Twitter Indonesia, Komisioner BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) Agung Harsoyo.

Media sosial memang ibarat pedang bermata dua karena dapat banyak bermanfaat bagi penggunanya tapi dapat pula digunakan untuk menyebarkan hal-hal negatif. “Kita harus menjadi masyarakat yang lebih kritis, bijak, dan selalu cross check terhadap informasi yang kita terima,” kata Deva Rachman, Group Head Corporate Communications Indosat Ooredoo Tbk. Karena itu pihaknya juga ikut berpartisipasi mendidik masyarakat dengan kampanye #Bijaksosmed melibatkan anak-anak muda yang kini menjadi sasaran aktif media sosial.

Sebagai lembaga, ITF mendorong penuh kontribusi industri telekomunikasi dan pelaku OTT untuk menggagas dan membedah etika dan budaya bermedia sosial yang lebih bijak dalam konteks ke Indonesiaan, sehingga diharapkan ada tatanan baru dalam penerapan etika bermedia sosial yang sesuai budaya Indonesia. Perlu ada kesepakatan mengenai etika bersosial media karena untuk payung hukum maupun fatwa sudah tersedia. Sosialisasi gerakan etika bersosial media harus menjadi gerakan nasional yang masif dan  selalu diingatkan kepada pengguna media sosial di Tanah Air.  (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.