Pionir Ciptakan Ekosistem 4G

shutterstock_199193126Internux melakukan terobosan pasar dengan menghadirkan layanan data 4G komersial pertama lewat Bolt Super 4G LTE di Tanah Air. Bagaimanakah respons pasarnya?

Beberapa waktu lalu dunia maya sempat dihebohkan dengan pertanyaan menggelitik Menteri Komunikasi dan Informatika RI Tifatul Sembiring soal kecepatan akses internet di Indonesia. Lewat akun Twitter @tifsembiring, ia bertanya, ”Tweeps budiman memangnya kalau internetnya cepat mau dipakai buat apa?” Reaksi yang didapat dari masyarakat beragam, mulai dari jawaban serius sampai yang nyeleneh.

Data dari penyedia layanan cloud global Akamai Technologies Inc untuk kuartal III 2013 menyebutkan kecepatan koneksi internet Indonesia sebesar 1,5 Mbps menempati peringkat dua terbawah di dunia. Fakta ini berbanding terbalik dengan peningkatan kecepatan koneksi internet di dunia yang rata-rata sebesar 10%, yakni 3,6 Mbps.
Ya, isu soal akses internet memang marak dibicarakan seiring melonjaknya jumlah pengakses internet dari tahun ke tahun. Di satu sisi teknologi internet menawarkan kemudahan komunikasi dan menumbuhkan sektor industri digital. Namun di sisi lain, infrastruktur yang tersedia tidak sebanding dengan tingginya demand. Ini mengakibatkan lambatnya kecepatan dalam mengakses internet.

Fokus pada permasalahan kecepatan koneksi inilah yang melatarbelakangi PT Internux meluncurkan inovasi layanan data Bolt Super 4G Long Term Evolution (LTE) pada Desember 2013. Layanan dengan media SIM card dan modem ini menyuguhkan jaringan internet 4G pertama di Indonesia.

Jaringan internet terbaru ini kecepatannya bisa mencapai 10 kali lipat (hingga 72Mbps) dari jaringan internet yang ada sekarang. Jaringan 4G LTE Internux berjalan di pita frekuensi 2,3GHz dengan menerapkan teknologi Time Division Duplex Long Term Evolution (TDD LTE). Di frekuensi tersebut, Internux menggunakan lebar pita 15GHz untuk menggelar 4G LTE.

“Masyarakat Indonesia sebetulnya sangat advance terhadap teknologi digital. Saat ini, mereka bukannya tidak memiliki kebutuhan yang besar akan data, hanya saja fasilitas dan infrastrukturnya yang tidak mendukung. Hasil riset setelah menggunakan Bolt, konsumen yang tadinya hanya menggunakan 300 megabyte naik menjadi 1 gigabyte,” ujar Liryawati, Chief Marketing Officer PT Internux.

Produk Bolt merupakan start awal dari Internux dalam menghadirkan ekosistem 4G di Tanah Air. Kecepatan data yang ditawarkan mampu memudahkan akses informasi, komunikasi bisnis, maupun entertainment sehingga lebih produktif. Modem Bolt Super 4G penggunaannya bisa di-share sampai ke delapan user. Sebab itu, segmen yang disasar oleh Liryawati adalah konsumen tua-muda dari kelas A, B, dan C. Luasnya segmen tersebut terkait edukasi dan awareness teknologi 4G kepada masyarakat awam.

Guna menunjang kecepatan koneksi yang optimal, Internux telah lebih dulu menciptakan sebuah ekosistem 4G di Indonesia. Selama kurang lebih dua tahun, Liryawati mempersiapkan infrastruktur pendukung berupa 1.700 menara base transceiver station (BTS) yang menjangkau seluruh wilayah Jabodetabek. Bila operator lain diklaim mengandalkan satu BTS untuk menjangkau satu wilayah, Bolt menggunakan 10 BTS untuk satu lokasi.

Setiap 200–400 meter akan ada satu mikro BTS Bolt. Pengoperasian beberapa BTS mikro tersebut dikontrol oleh BTS induk yang kapasitasnya lebih besar. Persiapan infrastruktur Bolt 4G juga didukung oleh beberapa partner, yakni Mitsui & Co, Huawei, serta First Media untuk membantu operasional excellence, data center, dan bantuan manajemen.
Sebagai teknologi baru, investasi yang dirogoh Internux untuk menghadirkan layanan 4G ini pun tidak sedikit. Dana sebesar US$550 juta digelontorkan sepanjang tahun 2014 untuk pembangunan infrastruktur. Suntikan dana lain sebesar US$1 juta berasal dari Mitsui Corp Jepang.

Paket Data Murah dan Distribusi Massal
Sesuai dengan tujuan awal yakni memopulerkan teknologi 4G, target utama Bolt adalah jumlah pengguna sebesar-besarnya. Untuk itu, ditetapkan pricing yang terjangkau oleh target marketnya. Adapun Bolt Super 4G LTE tersedia dalam layanan internet prabayar dengan merek Thunder Bolt dan pascabayar dengan merek Premium Bolt. Layanan Thunder Bolt dibanderol harga Rp25.000, sementara paket data 8GB plus Rp274.000 untuk mobile WiFi 4G sehingga total pembelian pertama sebesar Rp299.000.

Sedangkan untuk mendapat layanan Premium Bolt, pelanggan dapat membeli paket unlimited dengan biaya langganan sebesar Rp149.000 per bulan. Promosi lainnya yang juga dijalankan adalah diskon layanan Bolt hingga 82% bagi pengguna First Media.
“Ini adalah investasi jangka panjang. Kami tidak mungkin untung di saat ini, justru kami berusaha menekan harga agar terjangkau semua orang. Memang margin laba kami jadi kecil, tapi itu tidak masalah,” tutur Sarjana Ilmu Komunikasi lulusan University of Texas ini.

Senada dengan target marketnya yang luas, channel distribusi yang dipilih Bolt pun sifatnya massal. Strategi distribusi yang digunakan adalah direct selling booth. Liryawati memilih metode direct selling karena memungkinkan krunya berinteraksi, memberikan edukasi kepada konsumen. Para konsumen pun bisa mencoba langsung konektivitas 4G. Dari booth ini, strategi komunikasi tentang brand Bolt pun bisa tercapai di samping TVC, iklan cetak, dan buzz di media sosial.

Booth-booth tersebut ditempatkan di pusat-pusat perbelanjaan, kampus-kampus, sampai convenience store. Melalui metode ini, Liryawati mengklaim mendapatkan purchase rate sebesar 73% sejak tiga bulan peluncurannya. Sedangkan jumlah subscriber Bolt mencapai 5.000 user per hari saat produk diluncurkan. Melihat prospek cerah Bolt, wanita kelahiran 5 Februari ini pun optimistis memasang target tinggi di tahun 2014.

“Hingga akhir tahun ini kami menargetkan untuk memiliki 3.600 BTS di Jabodetabek dan Banten, pembukaan 6 gerai baru Bolt Zone di wilayah Jabodetabek, dan 10 juta subscriber di akhir tahun 2014,” pungkasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.