Politica Wave, Parpol Sebaiknya Memanfaatkan Pilar Kelima Demokrasi

Apa kesamaan antara presiden Amerika Serikat, Barrack Obama, dengan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo? Keduanya memanfaatkan media sosial sebagai alat kampanyenya, dan terbilang sukses. Bercermin kepada dua tokoh tersebut, media sosial kini menjadi alat yang patut untuk diperhitungkan.

Sudah bukan rahasia lagi bahwa kemenangan Obama di tahun 2008 salah satunya karena kekuatan media sosial. Tim suksesnya bukan hanya merangkul banyak relawan lewat media yang digandrungi anak muda, tapi juga mendulang dana dari masyarakat.

Logo Politica Wave

Sementara di Indonesia, sosok pria yang akrab disapa Jokowi juga memanfaatkan media yang sama dalam memperkenalkan siapa dirinya, apa yang ia lakukan, hingga mendengar kebutuhan rakyat. Alhasil, mantan walikota Solo itupun menang dalam pilkada DKI Jakarta.

Jika dilihat, pengaruh internet memang tidak lebih spesial dari media-media lain. Hanya saja, ini dianggap lebih netral ketimbang TV bagi sebagian orang.

Bukan tanpa alasan, ikutnya pemilik industri pertelevisian ke kancah politik membuat banyak orang menganggap TV tak lagi relevan. Alhasil, banyak yang kemudian mencari informasi di dunia digital.

“Seperti yang dikatakan oleh Mahfud MD, media sosial itu pilar kelima demokrasi. Karena pilar keempatnya, media tv yang seharusnya digunakan untuk frekuensi publik telah digunakan untuk kepentingan pemiliknya masing-masing, dan media sosial bisa mengimbangi itu,” papar Yose Rizal, Founder Politica Wave yang mengamati perkembangan politik di media sosial.

Pertanyaannya, apa yang harus dilakukan kader-kader parpol untuk memaksimalkan media sosial?

“Ibarat brand yang baik, ia harus bisa mengetahui isi kepala konsumen sehingga bisa mengeluarkan produk yang tepat juga cara menjual yang sesuai. Semua hal itu bisa didapat dari memanfaatkan media sosial,” terang Yose.

30% Pemilih Ada di Media Sosial

Perlu diketahui, bahwa ada sekitar 30% pemilih yang aktif di media sosial, dan semuanya didominasi oleh anak muda dari kota-kota besar. Untuk itu Anda harus paham betul bahwa media sosial sama dengan media-media lain, tidak bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Yose Rizal, Founder Politica Wave
Yose Rizal, Founder Politica Wave

“Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam memaksimalkan media sosial, yakni mendengarkan aspirasi rakyat dan berinteraksi dengan mereka secara real time,” tukas Yose.

Maka dari itu perlu adanya integrasi dengan kegiatan positif partai politik dalam lingkup offline. Media sosial hanya menginformasikan, apa hal positif yang telah dilakukan agar kemudian banyak yang tahu. Entah itu lewat blog, YouTube, Twitter, dan lain sebagainya.

“Peran media sosial adalah agar masyarakat tahu apa yang mereka kerjakan. Jika partainya jelek, mau dibungkus seperti apa pun juga tetap jelek. Media sosial bukan tongkat ajaib yang bisa mengubah segalanya, hanya perpanjangan tangan partai, cuma bedanya dua arah,” jelas Yose ketika ditemui di kawasan Senayan, Jakarta.

Meski demikian, pemisahan antara kegiatan offline dengan online kerap dilakukan oleh beberapa parpol dan kader-kadernya. Inilah yang diakui Yose sebagai kesalahan pelaku politik.

“Kesalahan lainnya adalah ada beberapa partai atau calon yang bicara telah melakukan suatu hal padahal tidak pernah melakukannya, dan karena informasi di dunia digital sangat cepat, akhirnya malah berimbas buruk pada mereka,” jelasnya.

Mengelola Media Sosial untuk Kampanye

Tidak mudah memang mengelola media sosial, apalagi untuk para tokoh serta parpol besar yang memiliki banyak pengikut. Maka dari itu, Yose menjelaskan beberapa strategi dalam mengelola media sosial yang baik.

  1. Bentuk tim

Tak dapat dipungkiri bahwa kesibukan para pemimpin kerap menyita waktu, alhasil mereka tidak mungkin bisa mengelola akunnya secara personal. Maka dibutuhkan tim yang paham tentang beberapa hal seperti, mendengar aspirasi, membalas pertanyaan, mengelola komunikasi, memberikan konten yang menarik sesuai dengan karakter masing-masing media, hingga menanggapi berbagai isu negatif.

“Banyak yang menganggap, mengelola media sosial itu pekerjaan seorang IT. Hasilnya mereka jadi lebih teknis. Padahal itu adalah pekerjaan multidisiplin,” ucap Yose.

  1. Humanis

Sementara untuk menarik simpati para peselancar dunia maya, menurut Yose para pelaku kampanye harus memberikan konten yang menyajikan sebuah interaksi.

“Foto di Twitter misalnya, bukan hanya sekadar foto gedung atau tempat pengungsian, tapi juga saat si tokoh bercengkrama dengan korban bencana,” pungkasnya. Intinya, buatlah agar konten yang diberikan tidak dianggap sebagai pencitraan, jadi harus senatural mungkin.

“Layaknya brand, jangan gunakan media sosial untuk jualan. Tapi buat cerita yang kuat untuk merepresentasikan diri,” terang Yose lagi.

Sebagai bocoran, beberapa partai politik yang piawai dalam mengelola media sosial menurut Politica Wave adalah PDI-P, Gerindra, Golkar, PKB, dan PKS. Selain akun media sosialnya cukup komunikatif, Yose menilai, kader-kader dari kelima partai itu juga “melek” digital.

Sementara tokoh politik, ada Gita Wirjawan, Hatta Rajasa, JK, serta Mahfud MD. Ada pula Jokowi yang sangat baik dalam mendengar aspirasi rakyat lewat media sosial.

Sementara Prabowo, meski baik mengelola percakapan di lingkup official account, tapi timnya tidak cukup pandai mengelola isu yang terjadi di luar itu.

“Jika tidak memanfaatkan media sosial akan seperti Megawati, ia jadi kurang populer. Karena tidak punya representasi sendiri. Hanya banyak dibicarakan ketika bersama jokowi, atau terkait dengan kasus Risma. Ini termasuk kesalahan,” jelas Yose.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.