Price Sensitivity (2)

Bagaimana Menurunkan Price Sensitivity?

shutterstock_219530725Mengingat hal ini, tentu kebanyakan orang berpikir untuk menurunkan harga supaya price sensitivity bisa turun. Ternyata solusinya tidak demikian. Menurunkan harga hingga terkesan murah tidak selalu bisa memecahkan masalah, malah bisa jadi menciptakan persoalan baru. Ini karena tindakan tersebut bisa melukai margin profit, sementara konsumen pasti tetap mengharapkan kualitas produk yang sama tapi dengan harga termurah. Konsumen tahu Anda bisa menurunkan harga, berarti mereka menganggap batas margin profit Anda masih tinggi.

Sebaliknya, jika disiasati dengan tindakan menaikkan harga, Anda harus punya alasan kuat. Bila tidak, konsumen akan memandangnya sebagai tindakan negatif, bahkan jika harga itu masih dianggap rendah atau kompetitif. Dalam menyiasati price sensitivity juga harus dihindarkan kesan perang harga.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas tentang Starbucks, perusahaan harus memberi kesan bahwa mereka sedang membangun merek, serta mendongkrak kepuasan pelanggan sekaligus menciptakan brand loyalty. Ini berarti berkomitmen menempatkan kualitas di atas semua kompetitor, memulai tren baru, atau menciptakan story positif di sekitar merek Anda.

Ketika pelanggan dihadapkan pada beberapa pilihan untuk produk yang sama, mereka sering kali kembali ke merek yang sudah mereka sukai sejak lama (loyalty). Semakin banyak pilihan yang disodorkan maka semakin sulit untuk mengambil keputusan. Oleh karena itu, jika ada semakin banyak pilihan, konsumen cenderung akan kembali pada produk yang sudah mereka kenal dan sukai daripada mengambil risiko mencoba produk baru dan belum dikenal (walaupun harganya lebih murah). Konsumen terbukti lebih responsif terhadap merek, apalagi ada keterikatan emosional di sana, daripada dengan harga yang lebih murah.

Oleh karena itu, alih-alih menurunkan harga, justru naikkanlah harga, tapi dibarengi dengan aktivitas branding yang jitu dan terencana. Apakah merek Anda sudah kredibel? Mudah diingat? Apakah pelanggan setia dengan merek Anda? Dengan kata lain, fokuslah pada kualitas daripada perang harga.

Dengan adanya teknologi pencarian online, harga-harga produk yang tertera pada setiap iklan mungkin bisa meningkatkan price sensitivity. Ini karena konsumen jadi terbiasa melihat segala sesuatu hanya dari sisi harga. Tetapi, ini bisa disiasati jika perusahaan menyediakan informasi yang cukup pada konsumen tentang kualitas dan brand equity yang bagus pada produknya. Dengan demikian, price sensitivity bisa diturunkan dan perusahaan justru bisa menaikkan harga. Usahakan pelanggan bisa melihat produk dari sisi kualitas dan value, dan bukan dari sisi harganya.

Satu hal lagi, fokuslah pada benefit daripada fitur. Jangan terpancing dengan para kompetitor sehingga Anda hanya perang fitur saja, padahal fitur tertentu belum tentu dibutuhkan pelanggan. Sebaliknya, fokuslah pada benefit untuk memenuhi kebutuhan dan memberi solusi pada pelanggan. Informasikan bagaimana produk bisa memecahkan masalah yang sedang dihadapi pelanggan dan bagaimana pelanggan bisa mendapatkan solusi yang sesuai dengan keperluan mereka.

Analisis Price Sensitivity Meter
Analisis price sensitivity meter menggunakan empat pertanyaan tentang harga, yaitu:
• Terlalu murah: pada harga berapa responden menganggap harga suatu barang terlalu murah sehingga tidak mau membeli karena ragu dengan kualitas barang tersebut.
• Murah: pada harga berapa responden menganggap harga suatu barang murah sehingga mau membeli.
• Mahal: pada harga berapa responden menganggap harga suatu barang mahal tetapi masih mau membeli.
• Terlalu mahal: pada harga berapa responden menganggap harga suatu barang terlalu mahal sehingga tidak mau membeli.

Jika cummulative persen dari empat pertanyaan tersebut dibuat dalam sebuah grafik, akan diperoleh empat titik potong yaitu:

1. IPP: titik di mana jumlah responden yang menganggap harga produk murah sama dengan jumlah responden yang menganggap harga produk mahal, tapi masih mempunyai kemampuan untuk mempertimbangkan. IPP merupakan perpotongan antara garis “murah” pada garis “mahal”.
2. OPP: titik di mana jumlah responden yang menolak karena produk terlalu mahal sama dengan jumlah responden yang menolak produk karena terlalu murah. OPP optimal dalam arti bahwa sensitivitas produk yang dianggap murah adalah sama dengan produk yang dianggap terlalu mahal, dan sering kali merupakan harga yang direkomendasikan “recommended price” (ideal price).
3. PMC: titik di mana persentase responden menganggap harga terlalu murah. Bisa diartikan titik terendah harga masih bisa diterima. Dalam hal ini (menurut grafik) PMC merupakan perpotongan antara garis “terlalu murah” dan garis “mahal”.
4. PME: titik di mana persentase responden yang menganggap harga terlalu mahal sama dengan persentase responden yang menganggap produk mahal tapi masih layak dipertimbangkan. PME adalah limit tertinggi harga masih bisa diterima.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.