Produk Beda dengan Merek Sama, Mungkinkah?

Pertanyaan:

Saya sedang diberi tugas sepele tapi rasanya sulit untuk memutuskan. Untuk kerahasiaannya, saya tidak mungkin menyebut nama perusahaan dan merek produk kami. Mudah-mudahan hal ini tidak menjadi masalah bagi ibu. Singkatnya, perusahaan kami adalah manufaktur pakaian jadi dan berdiri sejak 5 tahun yang lalu. Walaupun tidak besar, kami cukup sukses dan produk kami dapat dilihat di berbagai department store seperti Matahari, Cahaya, Rimo, dan lain-lain.

Kami mempunyai satu produk andalan yaitu celana panjang untuk anak muda yang suka mengikuti mode baru dan “casual”. Berdasarkan observasi, ternyata merek kami sudah cukup terkenal terutama di Jakarta. Mungkin kira-kira 50% warga sudah kenal dengan merek kami terutama sejak diiklankan.

Sekarang ini kami sedang diajak oleh investor baru untuk memproduksi kemeja untuk para eksekutif. Pemilik perusahaan kami setuju oleh karena memang kemeja formal eksekutif kantoran yang senantiasa tumbuh dan menjanjikan keuntungan cukup baik. Segmen ini tidak terlalu sensitif terhadap harga.

Investor yang baru terus mendesak agar memakai merek yang sama. Alasannya, biaya iklan semakin mahal. Dengan merek yang sama, akan lebih sukses. Di lain pihak, saya pikir perusahaan ini harus punya lebih dari satu merek agar bisa berkembang. Bagaimana pendapat Ibu Yuliana?

Jawaban:

Kasus yang Anda jumpai sangat menarik. Memakai merek yang sudah dianggap terkenal untuk digunakan pada produk baru adalah hal yang sangat wajar dan merupakan cara yang dianggap baik bagi perusahaan untuk berkembang. Dalam konsep pemasaran, hal ini sering disebut dengan brand extention.

Adalah sangat benar kalau calon investor tersebut mempunyai alasan bahwa menggunakan merek yang sudah ada untuk produk baru akan sangat membantu dalam mengurangi biaya iklan. Terlebih lagi dengan kondisi saat ini, di mana jumlah media semakin banyak dan biaya untuk beriklan juga semakin mahal. Keinginan untuk memproduksi produk baru dengan merek yang sudah terkenal merupakan alternatif yang menarik.

Brand extention menawarkan keuntungan tetapi bila tidak hati-hati juga dapat merugikan atau bahkan menghancurkan merek yang sudah ada. Kasus yang Anda hadapi mengingatkan saya akan kasus yang terjadi dengan Levi’s karena ada kemiripannya. Levi’s yang sudah terkenal dengan celana dan jaket jins pernah memutuskan untuk memproduksi jas formal untuk para eksekutif karena Levi’s melihat peluang yang menarik untuk segmen ini.

Apa akhir ceritanya? Levi’s yang sudah demikian terkenal, ternyata tidak sukses ketika meluncurkan jas formal. Walaupun Levi’s yakin bahwa jas mereka mempunyai bahan dengan kualitas tinggi dan harga yang kompetitif, tapi ternyata konsumen tidak dapat diyakinkan.

Mengapa? Bagi konsumen, Levi’s berarti sesuatu yang casual, tahan lama, tambang (ini karena iklan Levi’s yang menampilkan bagaimana celana jins mereka dipakai untuk pekerja tambang) dan nilai tinggi. Ini adalah asosiasi yang terbentuk dalam benak konsumen mengenai Levi’s. Oleh karena itu, konsumen merasa tidak termotivasi untuk membeli jas formal dengan merek Levi’s.

Ini suatu contoh kegagalan dari brand extention. Bukan hanya produk tidak sukses tetapi juga dapat membahayakan citra dari merek yang sudah lama dibangun.

Dari surat Anda, asosiasi yang terbentuk dalam benak konsumen terhadap produk Anda adalah “casual” dan trendy. Kalau memang demikian, menggunakan merek untuk produk kemeja formal bagi para eksekutif kelihatannya tidak “fit” dengan asosiasi tersebut. Adalah lebih cocok bila menggunakan merek Anda untuk kemeja casual, T-shirt atau jaket casual.

Hal ini akan memperkuat asosiasi atau citra yang sudah terbentuk dalam benak konsumen. Pada intinya, bukan hanya karena merek tersebut terkenal tetapi Anda harus juga yakin bahwa terjadi fit antara merek tersebut dan produk yang akan diluncurkan sebelum melakukan “brand extention.” Selamat bekerja.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.