Seorang aktor dari sebuah partai politik mengatakan bahwa dia akan menggunakan strategi CRM (Customer Relationship Management) dalam Pemilu mendatang. “Saya akan menggali data para konstituen saya dan memperlakukan mereka secara customized, memberi solusi kepada mereka,” katanya.
“Bagaimana cara mencari tahu bahwa mereka adalah pemilih partai Anda atau bukan?” tanya saya.
“Didata dulu melalui survei.”
“Wow, luar biasa. Apakah Anda merasa bisa memenangkan pemilu dengan cara tersebut?” tanya saya lagi.
“Mestinya ya, semakin punya peluang. Bukankah pelanggan bisa loyal kalau diberi pelayanan yang customized?”
Saya mengangguk-angguk tanpa meneruskan diskusi ini. Dalam hati saya bertaruh bahwa 98% kemungkinan partainya tidak akan menjalankan hal itu.
Loyalitas pelanggan memang menjadi “cita-cita luhur” setiap perusahaan. Termasuk pula partai, mereka tentunya ingin bisa memecahkan masalah dari setiap pemilihnya. Oleh karena itu, CRM dianggap sebagai tools yang bisa mewujudkannya. Ibaratnya, loyalitas pelanggan menjadi ideologinya dan CRM adalah konstitusinya. Loyalitas menjadi idealisme yang ingin dicapai dan CRM adalah undang-undang dasar yang bisa mengarahkan untuk mencapai idealisme tersebut.
Sayang, sama seperti ideologi dan konstitusi, CRM sering kali terdengar hebat dalam diskusi-diskusi para top management, tetapi masa depannya begitu suram pada saat diimplementasikan. Hebatnya lagi, banyak juga perusahaan yang merasa sudah piawai dalam CRM, padahal baru sebatas mengenal nama nasabahnya.
CRM memang selalu berada di dua sisi. Sebagian melihatnya terlalu simple, sebagian lagi melihatnya sangat complicated sehingga implementasinya kadang tak terbayangkan dalam otak kita. Seorang marketer dari operator seluler diminta atasannya untuk membangun proyek CRM bagi pelanggan prabayar mereka. Maklum, industri ini memang punya tingkat kebocoran pelanggan (churn rate) yang tinggi. Itulah sebabnya, loyalitas pelanggan harus dipertahankan.
Tapi, belum juga bertindak, marketer tersebut sudah keburu pusing. “Ah, pusing mengelola jutaan pelanggan prabayar. CRM untuk mereka cuma satu, kasih pulsa murah dan mereka akan loyal kepada kita,” katanya.
Jawaban semacam ini memang mewakili rasa frustrasi marketer yang melihat bahwa CRM tidak ada gunanya, sulit, menambah kerjaan, dan hasilnya belum tentu ada. Bayangkan, perusahaan operator selular yang lebih mudah punya database dan melihat pergerakan pelanggannya pun masih berkeluh kesah, apalagi perusahaan yang harus setengah mati mencari database pelanggannya.
Seperti partai, mereka mesti mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk mendata konstituennya. Lagi pula, apa benar orang akan menjawab jujur? Omongan pada saat didata belum tentu sama dengan pilihan di bilik suara.
Karena takut dan bingung, maka akhirnya CRM acap dijalankan dalam bentuk proyek-proyek jangka pendek. Perilaku ini tidaklah salah, selama proyek ini berkelanjutan dan dijadikan pembelajaran terus-menerus.
Wajar jika kita mencoba yang kecil dulu sebelum kebablasan mengeluarkan investasi berskala raksasa. Namun, CRM pun bukan proyek sementara. CRM adalah proses yang dilakukan di dalam perusahaan. CRM adalah strategi yang membutuhkan campur tangan dari top management, bukan hanya pekerjaan dari departemen marketing.
Mengapa? Karena CRM mengintegrasikan data dari berbagai departemen. Bayangkan, sebuah perusahaan besar pasti memiliki data pelanggan yang tercecer di mana-mana: data pelanggan baru ada di bagian sales, data pelanggan yang komplain ada di bagian service, data pelanggan yang membayar ada di bagian operasional, trafik pelanggan mungkin di bagian lain. Belum lagi Anda butuh bagian promosi untuk menciptakan paket-paket promosi dan loyalty program. Kalau tidak ada campur tangan top management, bagaimana semua bagian tersebut bisa bekerja sama?
Selain itu, membuat data mart yang menjadi lalu lintas akses data dari semua bagian tentunya jadi tantangan tersendiri. Itulah sebabnya, di perusahaan besar banyak yang berpikir bahwa ERP (Enterprise Resources Planning) harus dimiliki terlebih dulu baru mengembangkan modul CRM di dalamnya.
Melihat hal ini, akhirnya banyak marketer keburu putus asa. Loyalitas menjadi seperti ideologi Pancasila, enak dibayangkan tapi susah mencapainya. Paling enak memang menjalankan CRM jika bisnis Anda berfokus di dunia maya seperti toko buku online. Anda bisa memantau semua yang dibeli dengan cepat.
Kebiasaan mereka dengan mudah ditangkap karena jalannya bisnis Anda semuanya terjadi di server yang Anda miliki. Data untuk keperluan akuisisi pun bisa cepat diperoleh lewat kerja sama dengan situs lain. Itulah sebabnya, perkembangan CRM akan lebih membantu jika perusahaan Anda mulai berubah dari brick and mortar menjadi perusahaan brick and click atau bahkan menjadi perusahaan pure click.
Namun, jangan pernah juga melihat bahwa IT adalah segala-galanya untuk menjalankan strategi CRM. Investasi kecil dalam proyek IT pun bisa menjadi permulaan yang baik. Mulailah dari beberapa segmen pelanggan tertentu, baru kemudian meluas ke segmen pelanggan yang lain. Bagaimanapun setiap kegiatan CRM harus punya cost-benefit analysis. Jangan sampai biayanya benar-benar jauh di atas value of customer. Di samping itu, si pelanggan sendiri tentunya harus sudah mulai ingin merasakan sesuatu yang spesifik. Plus, perusahaan juga harus siap memenuhi tuntutan spesifik dari pelanggannya.
Dalam hal partai politik, kalau Anda sudah tahu kebutuhan spesifik dari para pemilih, lalu apa yang bisa Anda berikan? Ada segmen yang meminta pendidikan gratis, ada yang minta beras, ada yang minta kredit usaha.
Bagaimana Anda bisa memberikan apa yang mereka butuhkan kalau Anda belum memenangi pemilu? Kalau pun sudah menang, apakah semudah itu memberikan apa yang mereka inginkan? Banyak keputusan politik yang harus dilewati sebelum sampai ke sana.
Kalau ditantang seperti ini, aktor partai politik tadi mungkin akan berpikir ulang untuk menjalankan strategi CRM. Akhirnya, yang bisa dideliver ya janji-janji surga yang sesuai dengan kebutuhan spesifik para pemilih: mereka yang butuh pendidikan dijanjikan pendidikan gratis; yang butuh makan dijanjikan perut mereka akan selalu kenyang; dan lain-lain. Selama janji Anda lebih baik dari partai lain, plus hadiah ekstra seperti kaus yang berisi janji-janji partai, mereka mungkin akan loyal ke partai Anda! (www.marketing.co.id)