Ralali: Pitching Ke Investor Tak Mudah, Tapi Ini Tips Andalannya!

Ralali Lebaran Sale; sumber gambar: Ralali.com
Ralali Lebaran Sale; sumber gambar: Ralali.com

Mungkin, pitching kepada investor lebih sulit ketimbang mengajukan pendanaan ke bank. Wajar saja, karena angel investor bersedia memberikan bisnis kita pendanaan tanpa bunga. Joseph Aditya, founder sekaligus CEO Ralali punya jawabannya.

Penting untuk diketahui bahwa angel investor merupakan orang-orang yang berani menginvestasikan uangnya pada sebuah bisnis startup. Mereka cenderung orang yang sibuk dan selalu memastikan uang yang mereka keluarkan diinvestasikan pada tim atau rekan kerja yang tepat. Tidak mengherankan jika mereka sering kali berpikir ulang untuk mengambil sebuah keputusan investasi.

Dalam artikel ini Aditya akan membeberkan kisah suksesnya menggaet investor awal untuk mendanai bisnis yang sedang dibangunnya untuk berkembang lebih jauh lagi.

Menurut Aditya, biasanya yang pertama kali dilihat investor adalah founder-nya. Seperti yang telah diceritakan di atas, mereka akan menggelontorkan uangnya, sehingga mereka akan melihat apakah founder-nya bisa dipercaya atau tidak – seperti profil dan visi-nya.

Apabila background founder-nya jelas – misalnya, akademiknya bagus atau pernah bekerja di perusahaan besar, maka semakin besar kemungkinan mendapatkan investor. Setelah itu barulah investor akan melihat timnya.

Selain melihat background founder dan timnya, investor juga melihat bisnis model dan market size-nya. Mereka akan melihat apakah bisnis model-nya itu akan bisa besar apa tidak.

Ralali sendiri merupakan sebuah situs e-commerce yang mengkhususkan diri berkecimpung dan mendistribusikan produk-produk industri di Indonesia.

Lahirnya Ralali berawal dari kesulitas Aditya mencari produk yang diinginkannya. Meskipun ada, penjual tidak memberikan spesifikasi serta data teknis yang diperlukan.

“Waktu itu saya mencari beberapa produk, tapi sulit sekali menemukannya. Walaupun ada penjual tak memberikan spesifikasi dan data teknis yang saya perlukan. Itulah awal mulanya saya berniat mendirikan situs e-commerce dengan ceruk industrial tools,” kata Aditya seraya mengenang.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Ide Aditya untuk membuat sebuah situs e-commerce menuai ketertarikan investor luar negeri dan para pelaku/penjual produk industri khususnya di Indonesia. Dana segar sekitar 1-5 miliar berhasil pun berhasil didapat untuk mengembangkan bisnisnya tersebut. Uang tersebut digunakan Aditya untuk membangun infrastruktur – kantor, sistem, dan sumber daya manusia.

Namun sepertinya Aditya belum puas dengan dana yang didapatkannya tersebut. Saat ini Aditya sedang mencari investor baru. “Yang pertama belum cukup. Investor pertama itu biasanya hanya testing sehingga uang mereka kucurkan pun sangat kecil sekali,” kata Aditya.

Nama Ralali

Awalnya Aditya tidak terpikir untuk memberi nama Ralali. Biasanya, kata Aditya, yang namanya dotcom itu inginnya terlihat keren, jadi dulu namanya bule banget. Namun, waktu itu Aditya pulang kampung ke tanah kelahirannya, Semarang. Aditya mengatakan kepada orang tuanya bahwa dirinya berniat meninggalkan bisnis lamanya dan ingin fokus dengan bisnis yang dibangunnya sekarang ini. Orang tua Aditya mendukung dan berpesan agar namanya (brand) itu kalau bisa dari mana kamu berasal.

“Kebetulan sekali, di dekat tempat tinggal saya di sana ada warung kucing namanya Ora Lali. Itu kan kepanjangan dan Jawa banget, jadi saya hilangin hurup O-nya aja, jadi deh Ralali,” kata jebolan Bachelor of Commerce (BCom) Deakin University ini tertawa.

Strategi

Bagi Aditya, peluang Ralali untuk berkembang pesat terbentang luas. Pasalnya, belum ada bisnis sejenis atau pesaing yang akan mengganggu perkembangan bisnis Ralali. Potensi pasarnya pun sangat besar sekali. Ada lebih dari 58 juta bisnis di Indonesia. Jika satu persennya saja berhasil didapatkan itu sudah sangat membanggakan.

Lewat Ralali ini, Aditya ingin mencoba mendobrak offline – yang sangat tradisional. Di kawasan Glodok misalnya, berapa item yang mampu disediakan satu toko? Paling tidak lebih dari 2000-an item itupun sudah termasuk toko besar.

Untuk semakin mengenalkan Ralali ke pasar. Aditya aktif melakukan aktivitas marketing, baik online maupun offline. Menariknya meski bisnisnya berbasis online, Aditya justru lebih banyak menghabiskan uangnya untuk aktivitas marketing di ranah offline.

Bagi Aditya, online tidak terlalu efektif bagi bisnis yang sedang dijalankannya yang menargetkan perusahaan alias business to business (B2B). “Kebanyakan aktivitas marketing kita di offline, karena kita adalah perusahaan B2B. Biasanya di ranah online kita gunakan hanya untuk meningkatkan awareness saja,” kata pengidola Jack Ma ini.

Ralali lebih banyak fokus mengedukasi pasar lewat seminar, event atau mendatangi langsung klien untuk menjelaskan secara detail. Untuk mendekati mereka, Ralali menggunakan email marketing. Bagi Aditya, strategi ini (email marketing) dirasa paling cocok. Untuk meningkatkan awareness, Ralali menjalin kerja sama dengan media-media berbasis bisnis.

Sampai saat ini klien yang sudah ter-register di www.ralali.com sudah mencapai 20 ribuan. Brand yang berhasil diajak bergabung sudah mencapai 200 dengan jumlah produk diatas 15 ribuan. Pasar terbesar di wilayah Jawa Barat dan Jakarta. Surabaya dan Balikpapan akan menjadi target Ralali berikutnya untuk memperluas pasar.

Sampai akhir tahun nanti Aditya menargetkan peningkatan pertumbuhan 3 kali lipat dan 1000 brand dengan jumlah produk mencapai 100 ribuan. Untuk mencapai targetnya tersebut, dalam waktu dekat Aditya akan menjalin kerja sama dengan Kemenperin untuk merangkul Usaha Kecil Menengah (UKM) berbasis teknologi.

Tips dan Trik Menggaet Investor Ala Joseph Aditya

Buatlah presentasi yang bagus. Presentasi yang Anda lakukan harus meyakinkan investor, mulai dari diri Anda sendiri, model bisnis, dan market share harus bisa dijelaskan sedetail dan sesimpel mungkin. Mungkin cukup 10 slide saja.

Hal ini penting karena investor tidak memiliki banyak waktu. Dari 10 itu langsung saja to the point – problemnya apa, solusinya apa dan market size-nya seperti apa, dan untuk menjalankan itu semua siapa timnya. “Buatlah presentasi semenarik mungkin ketika menjelaskan market size dan bisnis model,” pesan Aditya.

Namun bagi Aditya, yang terpenting dari itu semua adalah networking. Paling susah itu bertemu dengan investor itu sendiri sehingga networking itu perlu. “Waktu itu saya aktif bergaul – seperti ikut ghatering antara investor dan pencari investor. Jika networking tidak memungkinkan, Anda bisa mendekati media, ikut event, atau kontes. Bukan soal menangnya tapi soal publikasinya,” tutup Aditya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.