Risiko Resesi di Kawasan Asia lebih Rendah

Marketing.co.id  –  Berita Financial Services | Tahun 2023 tinggal menghitung hari. Setiap datangnya tahun baru biasanya muncul berbagai harapan, termasuk kondisi ekonomi yang lebih baik. Sayangnya memasuki tahun 2023 diwarnai dengan berbagai proyeksi ekonomi yang kurang mengembirakan, seperti ancaman resesi global dan inflasi yang meninggi. Bagaimana prospek ekonomi dunia dan Indonesia di tahun depan, berikut pemaparan Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI).

Pertumbuhan ekonomi dunia terus direvisi turun sepanjang 2022 dibayangi berbagai dinamika pasar global. Bagaimana pandangan Anda terhadap pertumbuhan ekonomi dunia di 2023?

Kami melihat kondisi di 2023 masih akan dipengaruhi oleh dinamika dari tahun 2022. Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2023 diperkirakan melemah sebagai dampak pengetatan likuiditas global secara agresif di 2022, karena terdapat dampak tertunda dari kenaikan suku bunga terhadap ekonomi. Kawasan negara maju akan merasakan dampak pelemahan yang lebih besar karena kenaikan suku bunga yang lebih agresif dan inflasi tinggi di 2022. Oleh karena itu kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan berada pada level sangat rendah di 2023 dan juga terdapat risiko resesi ekonomi di kawasan negara maju.

Positifnya, kawasan Asia diperkirakan menjadi penyeimbang, di mana risiko resesi negara-negara di kawasan Asia lebih rendah karena kenaikan suku bunga yang lebih kecil di 2022 dan inflasi yang relatif lebih terkendali. Kawasan Asia tidak terpapar masalah energi seberat di Eropa atau inflasi sektor tenaga kerja di AS. Selain itu ekonomi Asia juga ditopang oleh ekspektasi pulihnya ekonomi China seiring dengan pelonggaran kebijakan Zero Covid.

Inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga yang agresif dipandang sebagai faktor utama yang menyebabkan melemahnya pertumbuhan ekonomi. Bagaimana arah kebijakan suku bunga global di 2023?

Kami melihat tekanan inflasi akan mengalami moderasi di 2023. Kenaikan suku bunga yang tinggi dan juga pengetatan kuantitatif yang dilakukan bank sentral Amerika dan Eropa akan mulai berdampak pada tingkat permintaan dan membantu menahan laju inflasi. Selain itu dari sisi suplai juga sudah terlihat adanya perbaikan rantai pasokan serta turunnya harga pangan dan komoditas yang akan mengurangi tekanan inflasi. Walau demikian, tingkat inflasi 2023 akan tetap relatif lebih tinggi dibandingkan rata-rata historis, dipengaruhi faktor non-regular seperti konflik Rusia-Ukraina dan inflasi sektor jasa yang relatif sticky karena beralihnya permintaan dari barang menuju jasa pasca pandemi.

Baca juga: Industri Telekomunikasi Perlu Berkolaborasi dalam Menghadapi Resesi Global 2023

Seiring dengan tekanan inflasi yang mereda dan pertumbuhan ekonomi yang melemah, kami melihat siklus kenaikan suku bunga bank sentral sudah mendekati puncaknya. Fokus berbagai bank sentral dunia ke depannya akan beralih menjadi lebih holistik dengan mempertimbangkan pengendalian inflasi dan kondisi ekonomi secara keseluruhan. Kami memperkirakan puncak dari kenaikan suku bunga The Fed akan terjadi di paruh pertama 2023 dan bertahan hingga akhir tahun.

Sebelumnya Anda menyebutkan bahwa ekonomi Asia dapat menjadi penyeimbang bagi ekonomi global di 2023 di tengah risiko resesi ekonomi di kawasan negara maju. Bisa Anda elaborasi lebih dalam lagi terkait pandangan ini?

Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa ekonomi Asia diuntungkan dalam kondisi di mana kebijakan moneter Amerika Serikat pada level stabil atau akomodatif, serta ekonomi China yang kuat. Kebijakan suku bunga Amerika yang stabil cenderung positif bagi arus dana ke Asia, sementara ekonomi China yang kuat akan berdampak positif pada perdagangan dan ekonomi Asia karena China merupakan partner dagang utama bagi kebanyakan negara Asia. Di 2022, kedua faktor ini tidak suportif bagi Asia, karena ada kenaikan suku bunga Amerika yang agresif dan ekonomi China yang melemah.  2023 kami melihat kedua faktor ini dapat menjadi lebih suportif, di mana suku bunga AS diperkirakan sudah memuncak dan lebih stabil, serta ekonomi China dapat membaik seiring pembukaan kembali ekonomi. Oleh karena itu kami melihat masih terdapat peluang di kawasan Asia di tengah risiko resesi ekonomi di kawasan negara maju.

Katarina Setiawan - Chief Economist & Investment Strategist MAMI
Katarina Setiawan – Chief Economist & Investment Strategist MAMI

Di tengah pelemahan ekonomi global, bagaimana Anda melihat outlook ekonomi Indonesia?

Pertumbuhan PDB 2023 diperkirakan sedikit lebih rendah dibandingkan 2022, terdampak kenaikan suku bunga, normalisasi harga komoditas dan perlambatan ekonomi global yang menekan ekspor. Meskipun demikian, pertumbuhan Indonesia masih relatif stabil dan cukup jauh dari kemungkinan resesi yang diperkirakan terjadi di kawasan negara maju. Ekonomi Indonesia masih tertopang oleh konsumsi domestik yang terjaga, di mana konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Kenaikan UMR yang tinggi untuk 2023 menjadi salah satu faktor yang dapat mendukung daya beli konsumen di tahun depan. Secara keseluruhan kami memperkirakan pertumbuhan PDB 2023 di kisaran 4,5% – 5,0%.

Bank Indonesia menaikkan suku bunga secara agresif di 2022. Apakah tren kenaikan suku bunga ini masih akan berlanjut di 2023?

Kami memandang Bank Indonesia sudah mendekati puncak dari siklus kenaikan suku bunganya. Dari sisi inflasi tingkat inflasi berpotensi menjinak di 2023 karena efek dari normalisasi harga pangan dan minyak dunia, serta redanya dampak kenaikan harga BBM. Selain itu ekspektasi kenaikan suku bunga Amerika yang lebih terbatas akan mengurangi tekanan bagi BI untuk menaikkan suku bunga. Oleh karena itu kami melihat Bank Indonesia akan mencapai puncak suku bunganya di paruh pertama 2023, di kisaran 5,50% – 5,75%, dan kemudian bertahan di level tersebut hingga akhir tahun.

Tahun 2023 merupakan tahun Pemilu menjelang pagelaran Pilpres di Februari 2024. Apakah ada dampak periode Pemilu terhadap ekonomi?

Terdapat data menarik di mana secara historis perputaran uang di masa-masa pemilu cenderung meningkat dan penjualan ritel naik dua kuartal menjelang pemilu. Jadi kami melihat periode Pemilu dapat berdampak positif pada konsumsi rumah tangga. Tentunya ini menjadi hal positif bagi ekonomi Indonesia yang memang bergantung pada konsumsi domestiknya. Terlebih, di tahun 2024 mendatang pemilu presiden dan legislatif dilakukan serentak, membuat belanja pemilu dapat lebih tinggi dari biasanya dan memberikan dampak positif lebih besar bagi konsumsi.

Baca juga: 7 Prediksi Tren Konsumsi di Tengah Ancaman Resesi 2023

Bagaimana Anda melihat potensi pasar obligasi dan saham Indonesia di 2023?

Sepanjang 2022, kinerja pasar obligasi tertekan oleh tren kenaikan suku bunga. Kurva imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia mengalami kenaikan di semua tenor, memberikan tantangan bagi kelas aset obligasi. Untuk 2023, kami melihat ada potensi perbaikan iklim pasar obligasi didukung tekanan kenaikan suku global yang sudah berkurang. Kami juga melihat potensi kembalinya investor asing ke pasar obligasi Indonesia di 2023 seiring dengan pulihnya selera investasi setelah tekanan kenaikan suku bunga dan penguatan USD mereda. Di akhir tahun 2022 sudah terlihat investor asing kembali masuk ke pasar obligasi Indonesia, setelah sepanjang tahun terus mencatat jual bersih. Pada tahun 2023 kami memperkirakan imbal hasil obligasi pemerintah 10-tahun di kisaran 6,50% – 6,75%.

Pasar saham Indonesia mencatat kinerja yang baik di 2022, mengungguli kinerja pasar saham global dan regional, didukung stabilitas kondisi makroekonomi domestik. Untuk 2023 kami memandang stabilitas makroekonomi Indonesia masih akan menjadi faktor pendukung bagi pasar saham. Terutama apabila kita bandingkan secara relatif dengan berbagai negara lain yang pertumbuhan ekonominya dapat tertekan. Selain itu potensi perbaikan selera investasi terhadap pasar Asia juga dapat berimbas positif bagi pasar saham Indonesia yang juga akan mendapat inflow dana asing. Pada akhir tahun 2023 kami memperkirakan IHSG dapat mencapai level 8040.

Apa saran Anda untuk strategi investasi portofolio investor memasuki tahun 2023?

Masih terdapat tantangan bagi investor di 2023. Volatilitas pasar diperkirakan tetap tinggi karena pasar masih akan terus memperhatikan arah kebijakan suku bunga dan juga seberapa dalam pelemahan ekonomi yang dapat terjadi di 2023. Oleh karena itu kami menyarankan investor untuk melakukan diversifikasi investasi dengan memiliki eksposur di aset yang dapat menawarkan potensi pertumbuhan tinggi seperti saham dan juga aset yang menawarkan stabilitas seperti obligasi. Diversifikasi menurunkan risiko volatilitas dan memberi fleksibilitas bagi investor untuk stay invested di pasar namun tetap dapat memanfaatkan peluang ketika terjadi volatilitas pasar.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.