Sebidang Kaca yang Mematri Dunia

Mengembangkan usaha kaca patri jelas sulit. Tetapi, berkat kualitas, kreativitas, dan tampil beda, kaca patri Brian Yaputra terpatri hingga ke lima benua.

Mulanya Brian Yaputra tak percaya jika usahanya bisa sepesat sekarang. Betapa tidak, usaha yang kini telah merambah ke seluruh dunia itu hanya diawali dari kesukaannya melihat keindahan seni kaca patri yang terpampang di mesjid-mesjid di Turki pada tahun 1980. Perjalanan pria kelahiran Semarang, 12 Agustus 1947, ke negara tersebut, juga ke Eropa, dilakukan di tengah kesibukannya mengelola pabrik peralatan elektronika milik keluarga.

Di Turki, Brian memotret setiap kaca patri yang dilihatnya. Bahkan, dua rol film ia habiskan untuk itu. Tetapi, alumnus Chinese English School, Semarang, tahun 1966, itu tak habis pikir bagaimana cara pembuatannya. Kemudian, pada tahun 1981, tanpa sengaja Brian melihat orang membuat kaca patri di sebuah mal di Amerika. Dia pikir, kok gampang banget membuatnya.

Lalu, Brian membeli sebidang kaca patri di mal itu seharga US$ 4.000 dan dibawa pulang ke Jakarta. Naas, kaca yang ia beli pecah dalam perjalanan. Terus ia mencoba mematrinya, justru tangannya kena solder dan terluka. Tak ada jalan keluarnya ketika itu. Tapi, ini menjadi kenangan terindah bagi Brian.

Saking hobinya melihat keindahan seni kaca patri tak terbendung, kemudian Brian membeli buku-buku tentang kaca patri dari Amerika. Buku-buku itu terus dibaca dan akhirnya ia mengerti. Rupanya, solder yang digunakan untuk mematri elektronika berbeda dengan solder kaca patri. Lantas, tahun 1982, ia mengirim Fredy Sudjadi (anak buahnya) pergi ke Amerika untuk mempelajari cara pembuatan kaca patri. “Saya pikir ini bisnis yang bagus karena di Indonesia belum ada bisnis seperti ini,” katanya.

Tapi, orang Indonesia yang pergi Amerika hanya untuk belajar membuat kaca patri ketika itu dianggap nyeleneh. Masih banyak urusan yang bisa dipelajari, kok malah mau belajar seperti begini. Tiga bulan Fredy di sana. Setelah berhasil membuatnya di Jakarta, kaca patri itu dianggap acrylic, bukan kaca. Maka dari itu, kaca patri ini dinamakan Eztu Glass Art. Estu berasal dari bahasa Jawa yang berarti betul-betul. Jadi, Eztu Glass Art berarti betul-betul seni kaca. Memakai huruf “z” di dalam kata Eztu, Brian beralasan, agar lebih kental dengan unsur seninya.

Lambat laun produk Eztu Glass diterima pasar. Namun, Brian tak begitu saja menerima pesanan dalam skala besar. Ia masih takut mengerjakan proyek besar karena kegagalan masih sering menghampiri. Nah, belajar dari kegagalan-kegagalan seperti itulah Brian kemudian sanggup menerima orderan dari sebuah proyek real estate pada tahun 1984-1985. Jadi, masa-masa itu hanya rumah mewah milik orang kaya, ningrat, atau stasiun kereta api saja yang tampak terpasang kaca patri karena harganya yang mahal.

Memang wajar jika harga kaca patri itu mahal. Sebab, kaca yang diimpor dari Amerika, Jerman, juga China itu terbuat dari bahan arsenik, emas, dan lain-lain dengan 24 warna dasar. Jika sudah dikombinasikan, kaca tersebut menjadi bersinar sangat indah. Ada kaca yang mampu memancarkan “sinar genit” atau sering disebut dengan dancing light. Sinarnya memancar ke mana-mana.

Langkah Brian ini sebetulnya mengembalikan sejarah seni kaca patri ke Indonesia. Karena, seni yang indah ini sudah hilang dari negeri ini sejak tahun 1950-an. Sebelumnya seni semacam ini sudah muncul pada zaman penjajahan Belanda pada tahun 1909, salah satunya terpasang di Masjid Al-Mashun, Medan.

Kini, maestro kaca patri ini telah memiki pabrik di Cikupa, Tangerang, sejak 1986 dan memiliki varian kaca dekoratif berupa stained glass, triplon glass, melton glass, moons glass, efotoframe glass, dan lamina glass. Untuk distribusinya, Eztu Glass Art membagi dua kantor layanan, yaitu di Jalan Biak (untuk international market) dan Jalan S Parman (untuk domestik), Jakarta. Berbentuk perseroan mulai tahun 1989 dan karyawannya sekarang sudah mencapai 380 orang.

“Kalau dulu saya mendesain sendiri, sekarang tinggal mengoreksi saja. Anak buah saya sudah banyak dan di sini boleh dikatakan sebagai universitas. Orang bekerja di tempat saya dan berapa lama kemudian mereka itu membuka pabrik sendiri. Ya, marilah, harus begitu dong. Itu bagus sekali,” kata Brian seraya mengatakan bahwa ilmu memang harus dicuri agar kita maju, bukan barang yang dicuri.

Brian mengakui, word of mouth memang menjadi alat promosi yang paling jitu di dalam bisnis kaca patri. Di saat orang belum tahu sama sekali tentang kaca patri, promosi dari mulut ke mulutlah yang mampu membangkitkan pasar. Di samping itu, ketekunan mesti terus digalakkan. Maka, President Rotary Club, Jakarta Menteng, periode 1988-1989, itu menjunjung tinggi prinsip quality, value, service, design, creativity, dan different yang tertulis jelas di katalog produk.

“Kalau kami bilang servis kami terbaik, mungkin ya mungkin tidak. Tapi, kualitas kami utamakan. Dan, kalau Anda membayar Rp 100.000 harus mendapatkan Rp 200.000 dari kami. Setelah itu, kreativitas kami pertahankan dan desain selalu berbeda dengan orang lain. Karena kami yang terdepan harus berbeda dan memberikan panutan,” ujar bapak tiga anak itu.

Brian mempersilakan produknya dijiplak. Ia tidak takut produknya ditiru oleh orang lain. Sebab, itu membuat yang membuat pihaknya lebih kreatif dan berbeda. Untuk itu, ia selalu meng-update tren kaca patri ke luar negeri. Kalau trennya minimalis, pihaknya juga bisa membuat kaca patri bergaya minimalis. Artinya, harus bisa menyesuaikan dengan segala desain.

Pasar Luar Negeri

Setelah menelan pahitnya sejarah perjuangan bisnis kaca patri, setidaknya sekarang Eztu Glass Art telah diakui di seluruh belahan dunia. Awalnya negara-negara yang disasar adalah Malaysia, Singapura, Brunei, dan Jepang. Lantas, Eztu Glass Art merambah pasar Inggris dan Belgia, kemudian Amerika. Bahkan, ada orang Jepang yang terus mengimpor kaca patri Eztu Glass Art sejak tahun 1998 hingga kini dan tidak pernah pindah ke merek lain.

Jika mereka mengekspor produk ke Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam itu dikarenakan letak geografisnya yang dekat dengan Indonesia. Sementara pengiriman ke Jepang bermula dari kebaikan negeri Matahari itu. Jepang pernah menerima mahasiswa asal Indonesia. Setelah diterima untuk magang atau bekerja di perusahaan-perusahaan di sana, orang Indonesia diminta untuk mencari barang-barang yang ada di negeri ini. “Kami diminta untuk menyuplai ke sana. Ya sudah, sejak saat itu sampai sekarang kami mengekspor ke sana,” tutur Brian.

Lalu, apabila Anda pernah berkunjung ke Disneyland, Hong Kong. Coba tebak, kaca patri dari mana yang terpajang indah kawasan wisata tersohor itu? Kaca patri itu tak lain dari Eztu Glass Art, Indonesia. Lucu juga ceritanya. Ketika tahun 1993, dalam penerbangan dari Shanghai menuju Hong Kong, Brian merasa terganggu dengan orang yang duduk bersebelahan dengannya karena batuk pilek. Tak henti-hentinya orang itu batuk.

“Kemudian saya minum permen pereda tenggorokan, sebutir saya kasih dia. Dihisap juga. Lalu dia bertanya ke saya, ‘Ngapain ke Hong Kong?’ Saya jawab, ‘Mau lihat-lihat pameran kaca di sana’. Tanya dia, ‘Lho, kamu kerja di kaca?’” tiru Brian. Setelah menjawab, ya, lantas orang itu memberikan kartu namanya. Brian terperangah, rupanya penumpang sebelah yang tak menyenangkan itu seorang doktor, guru besar dan kepala asosiasi arsitek di Hong Kong.

Ternyata, tak hanya itu saja, doktor itu bilang hendak berkunjung ke pabrik kaca milik Brian. Tiga minggu kemudian doktor itu benar-benar datang. Ia bermaksud memesan kaca patri Eztu Glass Art untuk gereja yang sedang dikerjakannya bersama murid-murid sekolah menengah pertama di sana. Sejak saat itu order demi orderan di Hong Kong mengalir ke Eztu Glass Art.

Apa kuncinya? Kata Brian, quality, value, service, design, creativity, dan different adalah kuncinya. Sementara itu, dari sisi promosi, sekali lagi, word of mouth sangat top dan menjadi andalannya. Buktinya, jarang sekali produk Eztu Glass Art ditemui di kolom-kolom iklan surat kabar. “Di Amerika, Jepang, maupun Hong Kong pun kami tidak beriklan. Promo melalui word of mouth itu yang kami andalkan,” tegas owner PT Eztu Glass Adimore, pengelola Eztu Glass Art, yang menolak menyebutkan besarnya omzet perusahaannya saat ini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.