Selebriti Mencengkeram Media Sosial

Inga! Inga! Media sosial termasuk salah satu corong marketing yang mampu menyuarakan pesan dengan sangat kuat. Menggunakan media sosial secara profesional akan meningkatkan branding secara positif bagi seseorang, termasuk selebriti. 

selebriti media sosial

Kata “inga” pada kalimat jangkar di atas pernah sangat populer di masa lalu. Sebuah momen yang belum tentu berulang di masa modern. Namun sayangnya, masih banyak entitas pribadi dan profesional yang menggarap corong marketing dunia modern, antara lain media sosial, tidak selayaknya profesional sejati. Banyak di antara mereka yang masih terpaku pada kenangan yang sulit berulang.

Dalam konteks marketing, khususnya marketing konvensional, media-media seperti televisi, radio, koran, tabloid, majalah, pernah berjaya di masanya dan menjadi ikon budaya. Bahkan hingga kini, televisi masih merajai di banyak wilayah dan segmen usia di Indonesia, khususnya di wilayah rural dan segmen usia di atas 40 tahun.

Namun kini, ikon budaya modern yang baru telah muncul dan memiliki kekuatan dahsyat, khususnya di segmen remaja dan dewasa muda yang tinggal di kota-kota besar Indonesia. Ikon budaya tersebut adalah media baru bernama media sosial, dengan nama-nama seperti Facebook, Twitter, Instagram, Medium, dan masih banyak lagi.

Media-media sosial tersebut mampu menarik hati masyarakat Indonesia antara lain karena sedari awal memang lekat dengan berbagai kebiasaan dan profil khas Indonesia, yaitu suka ngobrol, berkumpul, dan sangat visual. Maka, tidak heran jika berbagai riset menunjukkan bahwa hal-hal yang pertama kali dikerjakan pengguna internet di Indonesia adalah hal-hal berkenaan dengan kegiatan di media social. Antara lain berkomentar di status orang, mengunggah informasi, hingga mengintip profil seseorang.

Media Sosial Bagi Selebriti

Selebriti dalam konteks bisnis adalah produk. Sebagai produk yang memberikan jasa hiburan, misal dengan akting, menyanyi, atau menari, selayaknya menjalankan konsep khas marketing. Selebriti profesional memahami konsep segmentasi pasar berbasis geografi, demografi, dan psikografi. Selebriti profesional juga memahami positioning yang perlu dia tampilkan di benak konsumennya, termasuk pemahaman mengenai media-media yang dikonsumsi oleh konsumennya.

Contoh pemahaman mengenai media-media yang dikonsumsi tersebut adalah sebagai berikut. Selebriti A menjual kemampuan akting dan menyanyi yang sangat disukai oleh pria dan wanita segmen usia 18─35 tahun di kota-kota besar di Indonesia. Segmen pasar yang disasar sang selebriti memiliki profil sangat familier dengan dunia digital dan penggunaan media sosial, sedangkan di sisi lain sudah jarang mengonsumsi media-media konvensional seperti televisi atau koran cetak. Jikalau mereka mengonsumsi televisi dan koran, mayoritas mereka melakukan secara daring (online).

Gambaran ringkas profil konsumen di atas adalah kumpulan informasi krusial yang perlu diketahui dan dipahami selebriti A dan tim profesional di belakangnya, jika dia ingin menjaga dirinya tetap eksis dalam jangka panjang.

Maka, pilihlah media sosial sebagai corong utama informasi karya-karya sang selebriti A. Sedangkan gunakan media konvensional sebagai pelengkap komunikasi kepada publik. Sehubungan dengan penonjolan kemampuan akting dan menyanyi, maka konten-konten yang perlu sering ditampilkan adalah segala hal yang berhubungan dengan jualan utama sang selebriti. Jika diperlukan, tampilkan juga kegiatan-kegiatan di balik layar dan sekilas kehidupan pribadi selebriti A.

Hal lain yang perlu dipahami selebriti A, pemilik pelantar (platform) media sosial pun memahami bahwa keberadaan para selebriti—khususnya dengan jumlah pengikut yang masif dan lamannya sangat sering dikunjungi—turut menjaga keberadaan media sosial di benak para penggunanya. Berdasarkan hal itu, media-media sosial tersebut ada yang memberikan kebijakan monetisasi berbasis konsumsi fitur-fitur tersedia. Inilah sebabnya seseorang bisa hidup hanya sebagai selebriti di ranah media sosial. Terdengar sangat spesifik, tapi sudah menjadi kenyataan di era informasi.

Jadi, hal menarik lainnya dari penggunaan media sosial sebagai salah satu corong komunikasi kepada konsumen adalah kemampuannya menjadi salah satu sumber pendapatan sang selebriti.

Dengan Kekuatan Pengaruh, Datanglah Tanggung Jawab

Saat seseorang sudah memiliki pengaruh kepada khalayak luas, sudah selayaknya dia menyadari tanggung jawab sosial yang diembannya.

Kembali ke contoh selebriti A, dengan pengaruh yang dimiliki, dia harus menyeleksi dan menyaring konten-konten yang dipublikasikan kepada publik. Hal ini patut disadari karena tidak sedikit pengguna internet di Indonesia menggunakan media sosial secara terlalu personal dan melupakan etika-etika dan bahkan hukum yang berlaku resmi.

Kasus-kasus semacam unggahan konten bernuansa pelecehan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) adalah kewajiban untuk dijauhi. Unggahan konten-konten lainnya yang patut menjadi perhatian adalah hal-hal yang sifatnya tidak untuk semua umur. Negara-negara maju pun sangat memahami hal ini sehingga mereka membagi konten-konten, termasuk konten internet, antara lain untuk semua umur dan dewasa.

Maka, jika selebriti A ingin mengunggah konten-konten yang hanya pantas dilihat oleh orang-orang yang cukup umur, sudah selayaknya dia sedari awal membuat pengaturan ”dewasa”. Bila media sosial yang dia gunakan tidak memberikan fasilitas atau fitur pengaturan berbasis kategori umur, maka sebaiknya selebriti A tidak mengunggah konten tersebut.

Selain pemahaman kelayakan konten, lakukan juga hal-hal yang sifatnya edukatif. Contoh konten-konten edukatif adalah ajakan rajin membaca buku, menekankan pentingnya pendidikan untuk masa depan. Termasuk hal-hal yang berhubungan dengan kemampuan utama sang selebriti, misalnya metode akting dan teknik-teknik pengaturan nafas saat menyanyi.

 Andika Priyandana, dari berbagai sumber

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.