Semua Harus Terlibat

www.marketing.co.id – Kegiatan market intelligence memiliki peranan penting dalam pengambilan keputusan strategis. Itu pula yang dilakukan So Good Food guna mendapatkan informasi yang akurat dan objektif.

Indonesia sebagai negara berkembang dengan jumlah populasi yang mencapai sekitar 237 juta penduduk merupakan “ladang” bagi para produsen consumer goods untuk memasarkan produk dan meraup keuntungan besar. Faktanya, banyak korporasi besar yang memasuki bisnis ini. Salah satunya So Good Food yang mencoba peruntungan dan merasakan atmosfer ketatnya persaingan.

Perusahaan yang berlokasi di Grha Praba Samanta, Jakarta Barat ini resmi memasuki pasar consumer goods satu dekade silam dengan nama awal PT Supra Sumber Cipta, lantas bertransformasi menjadi PT So Good Food. Keberadaannya bertujuan mengakomodasi seluruh produk yang dihasilkan Japfa Group, seperti susu, daging sapi, ayam, dan seafood menjadi olahan makanan protein hewani bermerek So Good, So Nice, So Fresh, dan Real Good.

Vice President Head of Marketing PT So Good Food Denny Gumulya, mengutarakan, perusahaan melihat peluang besar untuk memasuki bisnis consumer goods, terutama produk makanan olahan, pasalnya didukung oleh ketersediaan bahan baku dan memiliki prospek pasar sangat luas. “Industri ini akan terus tumbuh seiring berkembangnya perekonomian di Indonesia,” kata dia.

Kendati menawarkan keuntungan besar, Denny menyadari bisnis consumer goods memiliki kompetisi yang sangat ketat dari perusahaan-perusahaan pesaing, baik perusahaan nasional maupun perusahaan multinasional. Karena itu, dibutuhkan strategi-strategi jitu di dalam menjalani dan mengelolanya.

Guna memastikan bisnisnya berjalan sesuai rencana, So Good Food kerap melakukan riset pasar, seperti riset produk, konsumer, dan kompetitor untuk menciptakan strategi pemasaran yang tepat. Salah satu riset yang kerap dilakukan secara kontinu adalah riset terhadap kompetitor melalui kegiatan market intelligence.

Kegiatan ini fungsinya untuk mengumpulkan, menganalisis, mengevaluasi data dan informasi guna memonitor lingkungan pemasaran, serta memprediksi lingkungan pemasaran yang akan terjadi di masa mendatang. Tujuan utamanya menjaga, melindungi, dan mendukung pencapaian sasaran pemasaran secara efektif.

Dalam menjalankan aktivitas market intelligence, Denny menyebutkan, meskipun tidak memiliki divisi khusus, secara internal pihaknya memanfaatkan SDM yang dimiliki setiap cabang, seperti salesman. Tugasnya melakukan audit internal penjualan dengan berkunjung setiap hari ke grosir atau outlet, sekaligus dapat difungsikan pula dalam mengorek data penjualan kompetitor.

“Bila melakukan kunjungan ke grosir atau outlet, sebanyak dua kali dalam seminggu, salesman harus menanyakan stok produk dan target penjualan kompetitor. Sistem ini mungkin jarang digunakan oleh kompetitor, tapi So Good menganggap ini cukup efektif,” ujar dia.

Selain itu, anak perusahaan Japfa Group ini menjadikan karyawan sebagai “mata dan telinga” perusahaan untuk mencari data kompetitor. Dalam prosesnya, staf yang berada di lapangan memberikan laporan kepada atasannya. Kemudian, informasi tersebut disampaikan kepada kantor pusat.

“Seluruh karyawan bisa berfungsi sebagai market intelligence yang akan dirandom dalam penugasan dan pengecekan. Sementara akurasi bisa dilakukan bersama-sama antara kantor cabang dan pusat. Lazimnya, data yang paling diinginkan dari kompetitor lebih pada data pasar dan penjualan,” tambah Denny.

Kegiatan “intai-mengintai” antara pelaku bisnis consumer goods adalah sesuatu yang wajar. Namun, Denny menegaskan, pihaknya melakukan semuanya sesuai dengan batasan-batasan dan kaidah normatif, semisal tidak menempatkan seorang market intelligence di organisasi kompetitor. Pada prinsipnya, So Good Food ingin bersaing secara sehat dan tidak ingin menjatuhkan kompetitor. “Biarkan pesaing tetap ada. Sebab bila ada persaingan, pasar yang terbentuk akan semakin besar,” imbuh dia.

Sementara untuk aktivitas eksternal, So Good Food mengandalkan publikasi survei dari berbagai perusahaan, dan juga tanggapan serta keluhan langsung dari konsumen. Teknik lainnya melalui pembelian produk pesaing, menghadiri promosi terbuka dan pameran, laporan publikasi pesaing, dan informasi dari berbagai media, termasuk membeli informasi dari konsultan riset, seperti Nielsen.

Marketing Manager PT So Good Food Nugroho Edi Sasongko, menambahkan, seluruh karyawan—terutama salesman—perlu diedukasi. Caranya dengan melatih dan memotivasi salesman untuk menemukan dan melaporkan perkembangan strategi dan penjualan kompetitor, sedangkan distributor pun perlu dimotivasi untuk memberikan informasi penting. “Pelatihan dan motivasi bisa dilakukan pada saat rapat mingguan cabang lewat teleconference,” kata dia.

Selain memanfaatkan market intelligence untuk riset terhadap kompetitor, aktivitas ini juga biasa digunakan pada saat perusahaan melakukan inovasi produk. Informasi kompetitor dikombinasi dengan data konsumen, seperti kebutuhan dan respons konsumen terhadap produk yang ditawarkan. “Tujuannya untuk mengetahui ketertarikan konsumen untuk membeli dan menggunakan produk yang ditawarkan,” tambah dia.

Informasi yang diperoleh terkadang bisa benar atau salah. Karena itu perlu dilakukan validasi agar hasil riset akurat dan objektif. Walhasil, data yang diperoleh So Good Food selalu dibandingkan dengan data-data dari beberapa konsultan sebagai patokan atau sumber di dalam memutuskan strategi pemasaran yang ditetapkan.

Terkait metode survei yang dilakukan terhadap riset kompetitor, Nugroho mengatakan, agak sulit untuk menjelaskan, lantaran So Good Food memiliki metode tersendiri yang melibatkan seluruh karyawan. Namun untuk riset konsumen, biasanya perusahaan menggunakan riset kualitatif atau kuantitatif. “Semua disesuaikan kebutuhan,” pungkas Nugroho. (Moh. Agus Mahribi)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.