Setiap Era, Ada Tantangan dalam Pengukuran

Handi_IrawanGartner, salah satu perusahaan konsultan teknologi terkemuka di dunia, pernah menyatakan, “Dalam lima tahun mendatang, chief marketing officer (CMO) akan memiliki bujet untuk teknologi yang lebih besar dibandingkan bujet teknologi dari chief technology officer (CTO). “

Sepintas sulit dipercaya bahwa pernyataan ini bisa menjadi suatu kebenaran. CMO dan departemen pemasarannya sudah pasti akan memiliki bujet yang besar untuk pemasaran. Demikian pula dengan CTO atau departemen IT yang dipimpinnya, pastilah memiliki bujet yang besar untuk investasi di bidang teknologi.

Prediksi tersebut tentu bukannya tidak beralasan sama sekali. Di era digital ini, perusahaan dituntut untuk semakin analitis. Ini artinya, perusahaan harus benar-benar lebih memanfaatkan data, melakukan analisis kuantitatif, semakin menekankan pada fakta dan informasi yang ada untuk membuat keputusan-keputusan bisnis.

Jumlah data akan semakin meledak, dan akhirnya setiap perusahaan akan berhubungan dengan big data yang memberi tantangan dan kesempatan tersendiri.

Perusahaan yang biasa melakukan pengukuran dan tergolong perusahaan yang analitis, menurut hasil survei yang diterbitkan oleh MIT, ternyata memiliki kinerja 300% yang lebih baik. Ini sudah memberikan gambaran yang sangat nyata akan tuntutan bagi perusahaan dan marketer untuk memperbaiki kinerja analitis mereka.

Menjadi Tidak Terstruktur

Ketika memasuki tahun 1950, perusahaan-perusahaan sudah mulai melakukan perencanaan jangka panjang berdasarkan data- data dan informasi yang ada. Inilah era ketika long-range planning adalah raja dalam membuat keputusan bisnis.

Perusahaan-perusahaan Jepang, misalnya, sangat dikagumi dengan perencanaan mereka yang melihat 50 tahun ke depan. Melakukan perencanaan adalah sesuatu yang terlihat mudah karena data-data menunjukkan pola yang mudah dibaca.

Long-range planning sudah mulai memudar di era tahun 1980 saat kompetisi semakin meningkat, perubahan teknologi yang cepat, dan juga perubahan perilaku konsumen yang dinamis. Perusahaan dituntut semakin fleksibel dan adaptif. Perusahaan harus menjadi market-driven company dan siap dengan analisis skenario dalam membuat keputusan.

Lompatan besar kemudian mulai muncul di era tahun 2000-an saat internet dan media sosial mulai menghiasi dan menambah jumlah informasi secara eksponensial. Muncullah terminologi yang dikenal dengan big data. Ini bukan hanya untuk menunjukkan jumlah data dan informasi yang sangat besar, tetapi juga sekaligus tidak terstruktur. Besar dan tidak terstruktur! Inilah tantangan pertama bagi para marketer.

Marketer memiliki data-data internal yang sangat besar seperti data transaksi. Marketer juga memiliki data-data industri yang tersebar ke mana-mana. Marketer berhadapan pula dengan data-data besar yang dapat diakses melalui mesin pencari Google.

Mereka pun berhadapan dengan kicauan Twitter, percakapan di Facebook, dan jutaan blog yang ada. Bagaimana kita mengintegrasikan data-data yang memiliki sumber yang demikian banyak? Sebuah pekerjaan yang tidak mudah. Marketer yang memiliki database pelanggan internal, pastilah sulit menyatukan data-data yang ada di media sosial.

Winning_Strategy_PengukuranTuntutan untuk harus mendengarkan pelanggan, dekat dengan pasar, dan semakin analitis memaksa marketer untuk terus melakukan monitoring dan memperbaiki teknologi yang mereka gunakan.

Tidak mengherankan bila kemudian Gartner memberikan prediksi bahwa CMO dan departemen pemasarannya harus mengeluarkan bujet teknologi yang semakin besar baik untuk perangkat keras maupun peranti lunak untuk menghadapi data yang besar tidak terstruktur ini.

Kehebatan Digital dalam Pengukuran

Sejalan dengan tantangan terhadap besarnya data dan tidak terstruktur, media digital dan teknologi digital sebenarnya meredifinisi dalam pengukuran. Teknologi ini memungkinkan marketer untuk melihat hasil pengukuran secara real-time.

Ini sungguh berbeda dengan media konvensional. Kita perlu menunggu waktu 1 hari atau 1 minggu, atau bahkan lebih untuk melihat bagaimana respons konsumen terhadap suatu iklan yang kita tayangkan atau promosi yang kita jalankan.

Teknologi digital yang sederhana, misalnya, seperti email, sudah menjanjikan pengukuran yang sangat cepat. Saat Anda mengirimkan ribuan atau jutaan email ke pelanggan Anda, dalam waktu singkat Anda bisa terus memonitor jumlah pelanggan yang membuka email, berapa email yang tidak bisa diterima, dan berapa pelanggan yang men-share email Anda kepada orang lain.

Google Analytic dan berbagai web analytic lainnya akan siap segera membantu melakukan pengukuran terhadap kinerja situs kita. Setiap saat kita tahu jumlah pengunjung, lama mereka berkunjung, jumlah halaman yang dibuka, dan informasi lainnya.

Untuk media sosial, sudah tersedia banyak platform yang siap membantu pengukuran secara real-time. Platform seperti MediaWave yang digunakan oleh Frontier dalam ajang Social Media Award misalnya, bisa memonitor percakapan yang ada di media sosial setiap waktu.

Kesemua alat pengukuran digital ini benar-benar memberikan kesempatan yang sangat besar bagi marketer untuk terus meningkatkan efektivitas komunikasi mereka setiap saat.

Tantangan Pengukuran Digital

Proses pengukuran untuk media digital pada prinsipnya tetap sama saja dibanding dengan tahapan pengukuran media konvensional. Kesemuanya dimulai dengan menetapkan goal atau sasaran yang ingin dicapai. Setelah itu, menentukan kriteria atau KPI yang hendak diukur.

Misalnya, sebuah situs e-commerce mempunyai goal mendapatkan trafik dari pelanggan baru sebanyak 30%. KPI yang ditetapkan adalah harga yang harus dibayar untuk mendapatkan pengunjung yang baru, atau yang biasa disebut dengan pay-per-click (PPC) atau cost-per-click (CPC).

Jadi, sasarannya adalah mendapatkan pengunjung baru sebanyak 30%, dan mungkin di antara 30% ini sekian persen diharapkan membeli produk yang ditawarkan di situs tersebut.

Nah, proses selanjutnya adalah attribution. Inilah yang akan menjadi tantangan dalam pengukuran digital marketing. Attribution ini untuk menentukan media atau program manakah yang akan memengaruhi perilaku dan keputusan pelanggan untuk membeli.

Seorang calon pelanggan melihat banner ad di salah satu portal berita dan dia tertarik tetapi belum sempat melihatnya. Kemudian, di hari yang lain, dia melihat rich media mengenai merek yang iklannya ada di banner tersebut. Mulai tertarik tetapi belum membeli.

Satu minggu kemudian, dia baru teringat tetapi agak lupa untuk mencari produk tersebut dan situsnya. Lalu, dia menggunakan mesin pencari dan merek produk itu ternyata juga memasang iklan paid-search.

Melalui paid-search ini, pelanggan lantas masuk ke situsnya dan membeli produk tersebut secara online. Lalu, siapakah yang paling berjasa dalam menentukan pembelian? Banner ad, rich media, ataukah paid-search?

Inilah proses attribution, yaitu berusaha untuk mencari bobot setiap faktor dalam menentukan proses pembelian. Pengukuran digital memiliki kemungkinan untuk mampu mencari optimasi proses-proses seperti ini dibandingkan pengukuran di media konvensional. Walau demikian, tetap saja marketer akan menghadapi kompleksitas yang tinggi.

Problem kedua dalam pengukuran digital berhubungan dengan kualitas sumber daya manusia dan kemampuan perusahaan. Jadi, ketersediaan data dan informasi bukan masalah lagi, tetapi justru kualitas perusahaan dan sumber daya manusia yang menjadi tantangan besar.

Survei yang diterbitkan oleh MIT menunjukkan bahwa para pelaku bisnis di Amerika masih dianggap memiliki kemampuan yang tidak memadai dalam proses pengukuran digital. Kalau survei di Amerika saja menyimpulkan hal seperti itu, saya yakin gap kemampuan ini pastilah akan lebih besar lagi bila survei dilakukan di Indonesia.

Inilah kesempatan bagi generasi muda untuk segera mengisi gap tersebut. Kita membutuhkan generasi muda yang semakin analitis. Perangkat digital sudah memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran dengan cara yang cepat dan mudah, tetapi diperlukan kualitas sumber daya manusia untuk menikmati kemudahan tersebut.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.