Solusi Kreatif Strategi Distribusi di Era Digital

Solusi Kreatif Strategi Distribusi di Era DigitalPerusahaan-perusahaan yang mampu bertahan hidup di era baru adalah perusahaan-perusahaan yang mampu mencari solusi kreatif untuk meningkatkan kapabilitas logistik dan distribusi.

Jika Anda seorang pengusaha yang hidup di sebuah negara yang sedang berkembang dan akan menghadapi perdagangan bebas, mungkin Anda akan dipusingkan oleh masalah distribusi produk Anda hingga ke tangan konsumen.

Anda mungkin harus berpikir keras mencari solusi dari masalah tersebut. Berbagai masalah terkait faktor distribusi hingga ke tangan konsumen sangat memengaruhi biaya produksi hingga 20%. Bahkan, bahan bakar minyak (BBM) yang semula dikira berpengaruh signifikan terhadap harga di tingkat ritel ternyata memiliki dampak yang kecil.

Bagaimana cara mencari solusi dari masalah ini? Padahal, harga jual barang di rantai paling akhir terbentuk dari komponen biaya di tiga segmen, antara lain produsen, ritel, dan distribusi. Sementara distribusi punya masalah-masalah seperti rantai distribusi yang panjang, distributor yang susah diatur untuk urusan harga, hingga masalah lain yang juga krusial seperti jalan rusak, ketidakpastian ketersediaan energi, plus persoalan klasik seperti kemacetan. Akibatnya, harga pasar pun menjadi bergejolak karena adanya masalah-masalah tersebut. Rasanya, kondisi ini dihadapi oleh semua pelaku bisnis.

Strategi Distribusi Perdagangan Konvensional dan E-commerce

Setiap bisnis yang berurusan dengan memindahkan produk dari satu tempat ke tempat lainnya harus berhadapan dengan tantangan-tantangan dalam bentuk logistik dan distribusi. Tidak peduli perusahaan tersebut bergerak di bidang perdagangan konvensional atau e-commerce. Jadi, jika ada premis yang menyatakan bahwa ada friksi strategi distribusi antara kedua bidang perdagangan tersebut, mungkin tujuannya lebih pada pencarian sensasi judul cerita.

Sehubungan dengan urusan distribusi dan logistik, pada umumnya usaha kecil dan menengah (UKM) adalah segmen bisnis yang paling rentan terhadap masalah-masalah ini. Dan pada akhirnya masalah tersebut dapat menggiring kepada mengeringnya sumber daya yang dimiliki dan kumpulan konsumen yang jengkel.

Menurut Volodymr Babich (professor of operations di Georgetown University’s McDonough School of Business), adanya gangguan-gangguan dalam jaringan distribusi menggiring pada kenaikan drastis pos biaya dan menurunnya nilai saham perusahaan, dengan contoh perusahaan-perusahaan yang jatuh bangkrut sebagai konsekuensinya.

Jika kita memerhatikan kanal distribusi konvensional, kanal tersebut terdiri dari satu atau lebih produsen, pedagang besar, dan pedagang ritel yang setiap entitasnya berdiri secara terpisah dan berusaha untuk memaksimalkan keuntungan tiap-tiap pihak (Kotler dan Armstrong, 2001). Dalam model tersebut, para distributor beroperasi secara independen atau mengikat perjanjian tertentu dengan pemasok atau distributor lainnya. Karena praktik ini, jaringan distribusi konvensional menjadi lebih terfragmentasi sebab pihak pabrikan, pedagang besar, dan ritel menawar harga yang diberikan tiap pihak secara agresif.

Karena tiap-tiap anggota model distribusi konvensional bekerja secara independen dan terpisah, tidak ada satu pun di antara mereka yang memiliki kontrol penuh terhadap anggota lainnya. Sebagai contoh, para produsen yang bermain di model distribusi konvensional tentu sangat mengetahui bahwa mereka tidak bisa mengontrol distributor produknya soal di mana mereka harus menjual, harga yang ditetapkan ke konsumen, dan lain-lain. Di sini tidak ada otoritas formal yang memberikan legitimasi untuk mengontrol pihak-pihak yang terlibat. Adanya isu tambahan dalam bentuk maksimalisasi profit setiap anggota model distribusi konvensional demi pemenuhan tujuan perusahaan juga menyebabkan kemunduran sistem ini, karena rendahnya perhatian terhadap performa sistem distribusi secara holistik.

Lantas, bagaimana cara mencari solusinya?

Patut menjadi catatan bahwa perusahaan yang paling berdaya adalah perusahaan yang mampu mencari solusi kreatif dari masalah-masalah yang dihadapinya, termasuk masalah distribusi dan logistik. Solusinya? Ada berbagai macam, mulai dari memotong biaya, simplifikasi proses bagi para vendor, atau improvisasi pengalaman pelanggan.

Saat ini, perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan solusi-solusi kreatif tersebut dan terekspos dengan baik adalah perusahaan yang bergerak di bidang e-commerce. Sebenarnya, bentuk perbaikan terhadap sistem distribusi konvensional dapat dilacak hingga awal tahun 1980-an. Menurut Evangelista, et al (1984), solusi masalah yang dihadapi model distribusi konvensional adalah penerapan sistem bauran pemasaran baik secara vertikal maupun horizontal. Namun, untuk pembahasan strategi distribusi e-commerce, bentuk sistem pemasaran vertikal merupakan yang paling mendekati dan paling banyak digunakan.

Model distribusi dengan sistem pemasaran vertikal adalah bentuk jaringan yang terdiri dari dua atau lebih anggota dalam model distribusi, misalnya produsen dan pedagang besar, pedagang besar dan pedagang ritel, atau produsen dengan beberapa pedagang besar dan pedagang ritel (Evangelista et al, 1984). Jadi, semua anggota dalam model distribusi ini bertindak sebagai satu sistem yang utuh.

Contoh model ini dapat diambil dari perusahaan e-commerce yang menerbitkan dan menjual buku. Perusahaan mengikat kerja sama dengan sekumpulan penulis buku (baca: pemasok) yang memberikan pasokan tulisan secara rutin. Perusahaan ini juga memiliki situs yang mempromosikan buku-buku terbitannya serta perusahaan pemasaran yang mengiklankan dan memasarkan produk. Tidak berhenti sampai di situ, perusahaan tersebut pun menangani distribusi dan pengiriman produk-produk final.

Jelas bahwa si perusahaan e-commerce memahami bahwa semua tahapan mulai proses produksi buku hingga distribusi ke tangan konsumen harus ada dalam kontrolnya. Jika ada masalah muncul di salah satu bagian, perusahaan tersebut dapat mengatasinya sesegera mungkin. Ini adalah model yang jauh lebih baik daripada model konvensional yang harus berurusan secara rutin dengan agen-agen distributor, pengiriman produk, dan masih banyak lagi.

Contoh lain yang berhubungan dengan distribusi dan pengiriman dari perusahaan e-commerce adalah sebagai berikut. Berdasarkan data penjualan, lebih dari 90% penjualan dihasilkan hanya dari satu kota (sebut saja kota X). Maka demi meningkatkan efisiensi biaya distribusi dan pengiriman sekaligus menambah pengalaman positif pelanggan, perusahaan e-commerce ini memutuskan: (1) memiliki armada distribusi sendiri di kota X; (2) menjanjikan gratis biaya pengiriman di kota X kepada para konsumen dan; (3) menjanjikan waktu pengiriman maksimal 24 jam sampai ke tangan konsumen. Perusahaan e-commerce ini membuat keputusan-keputusan strategis berbasis data demi keberlangsungan perusahaan dalam jangka panjang.

Hidup jauh lebih nikmat saat Anda mau dan mampu mencari solusi kreatif dari permasalahan-permasalahan yang ada. Kerja cerdas, bukan kerja keras.

Andika Priyandana

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.