Sumpah Pemuda Dulu dan Kini: Disruptif Anak Kolonial dan Milenial

Jakarta, 29 Oktober 2018 – Hari Sumpah Pemuda yang kita peringati tiap tanggal 28 Oktober setiap tahun merupakan buah dari terobosan anak-anak muda pada zamannya. Beberapa tokoh muda saat itu seperti Soenario, J. Leimena, Soegondo Djojopoespito, M.Yamin, Amir Syarifuddin Harahap, dan W.R. Supratman berhasil menembus sekat-sekat kesukuan yang membelenggu, sehingga menyulitkan bangsa kita untuk bersatu dan meraih kemerdekaan.

Sumpah Pemuda akhirnya menelurkan tiga ikrar penting yang mewarnai perjalanan bangsa Indonesia hingga hari ini, yaitu bertumpah darah satu, tanah air Indonesia; berbangsa satu bangsa Indonesia, dan berbahasa satu bahasa Indonesia. Untaian ikrar ini menjadi legacy bagi bangsa kita  dan akan tetap relevan sampai kapan pun. Tidak berlebihan jika pengusaha nasional Sandiaga Uno menyebut perjuangan mereka sebagai disrupsi anak-anak zaman kolonial.

“Mereka ketika itu memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bukan bahasa Jawa yang banyak digunakan. Ini merupakan sikap disruptif anak-anak kolonial,” tutur Sandi saat jumpa pers Indonesia Young Entrepreneur Summit (IYES) 2018, di Artpreneur Ciputra World, Kuningan, Jakarta, Minggu (28/10/18).

Di era zaman kemerdekaan, sikap disruptif mesti dimiliki generasi milenial. Sikap disruptif bisa diwujudkan dengan menjadi entrepreneur dan menciptakan lapangan pekerjaan ketimbang menjadi karyawan. Sandi juga menghimbau anak-anak milenial jangan hanya menjadi generasi konsumen, namun menjadi generasi yang menciptakan sesuatu untuk dipasarkan.

“Mereka (pencetus Sumpah Pemuda) 17 tahun lebih awal mencetuskan Sumpah Pemuda sebelum kemerdekaan. Sekarang kita kurang lebih 15-20 tahun lagi akan menuju puncak bonus demografi. Apa yang milenial sekarang ikrarkan, ini yang kita tanya kepada mereka,” tutur Sandi.

“Karena yang paling tahu milenial adalah milenial sendiri. Jadi kami justru bertanya sumpah apa yang akan mereka sampaikan supaya Indonesia pada 100 tahun peringatan Sumpah Pemuda dan milenial benar-benar menjadi pengisi kemerdekaan, dan kita betul-betul akan bangga jika melihat milenial menghasilkan karya-karya terbaik untuk bangsa,” imbuh Sandi.

Ki-ka : Hendra Noviyanto Co-Founder Warunk Upnormal, Gamal Albinsaid CEO Indonesia Medical, Fajrin Rasyid Co-Founder dan President Bukalapak.com, Kamrussamad Founder Kahmipreneur, Sandiaga Uno Pengusaha Nasional, Angkie Yudistia CEO Thisable Enterprise, Diajeng Lestari selaku CEO Hijup.com dan Miftah Sabri CEO Salasar.com

Pendiri KAHMIPreneur, Kamrussamad mengatakan, selaku penyelenggara IYES 2018 dia merasa senang atas antusiasme peserta. Peserta tidak hanya berasal dai sekitar Jakarta, namun dari berbagai daerah di Indonesia.

“Di awal, kami menargetkan hanya akan diikuti oleh 1,000 orang saja, ternyata kenyataannya malah membludak melebihi kapasitas. Ini merupakan awal yang baik ajang IYES 2018, para kawula muda dan masyarakat Indonesia masih sangat bersemangat untuk menjadi entrepreneur-entrepreneur serta creator-creator muda yang gigih dan andal dalam membangun dan menciptakan lapangan pekerjaannya sendiri,” tuturnya.

Puncak IYES 2018 diisi dengan berbagi inspirasi dari lima pengusaha muda. Diajeng Lestari CEO Hijup.com, mengaku menjadi pengusaha karena terinspirasi dari mata kuliah Management of Change ketika kuliah S1.

Background saya ilmu politik. Waktu ikut kuliah ketahanan nasional, dosen saya mengatakan ketahanan suatu negara bukan hanya ditentukan jumlah tentara, tapi berapa banyak produk suatu negara bisa masuk ke negara lain,” tuturnya.

Tahun 2011, Diajeng memberanikan diri mendirikan HijUp, e-commerce B2C (Business to Customer) dengan konsep fashion mall yang khusus menjual produk fashion wanita muslim. Hingga kini, sudah lebih dari 120 merek dari desainer lokal bergabung ke situsnya. HijUp tidak hanya menjual fashion muslim saja serta kini merambah untuk kebutuhan pakaian anak-anak dan produk-produk home & living.

Keterbatasan tidak menyurutkan Angkie Yudistia untuk membangun usaha. Dia memutuskan berwiraswasta karena sebagai penyandang disabilitas dia sulit mendapatkan pekerjaan. Namun wanita cantik ini tidak patah arang. Untuk membantu teman-teman yang senasib dengannya, dia mendirikan social enterprise khusus untuk penyandang disabilitas, yang diberi nama Thisable Enterprise.

Social Enterprise ini didirikan dengan tujuan menciptakan akses bagi para difabel untuk mendapatkan pekerjaan. Kini, sudah ada beberapa perusahaan yang siap menampul difabel sesuai kebutuhan. “Sampai saat ini kami sudah mendidik sekitar 1.700 penyandang disabilitas,” tuturnya.

Keresahan akan dominasi  kuliner asing di Indonesia mendorong Hendra Noviyanto, Co-Founder Warunk Upnormal mendirikan gerai Warunk Upnormal. Dalam kurun waktu 5  tahun dia berhasil mengembangkan perusahaan Cita Rasa Prima yang bergerak dibidang kuliner dengan beberapa merek restaurant seperti Warunk Upnormal, Bakso Boedjangan, Nasi Goreng Rempah Mafia, Sambal khas Karmila, Fish Wow Cheese, dan Martabak Maskulin. Total cabang yang dimiliki mencapai 208 tersebar di seluruh Indonesia.

“Makan harus bahagia, lalu muncul ide bikin tempat makanan yang  higinis. Lalu kami riset, kami cari makanan yang paling sering dimakan orang Indonesia. Kami ingin memperkenalkan makanan di Indonesia,” katanya menceritakan ide berdirinya Warunk Upnormal.

Gamal Albinsaid, CEO Indonesia Medical, merupakan seorang dokter, aktivis wirausaha social, dan CEO Indonesia Medika. Dia juga menggagas berdirinya Klinik Asurani Sampah dan Bank Sampah, yaitu klinik asuransi kesehatan yang biaya preminya bisa dibayar dengan sampah yang ditujukan bagi warga kurang mampu. Tahun 2018 ini Gamal menargetkan  dapat mencetak sekitar 10 ribu wirausahawan social baru melalui Gerakan Jaringan Wirausaha Nusantara. “Bisnis bukan hanya tentang, uang tapi berbuat kebajikan untuk bekal di akhirat,” tuturnya.

Sebelum mendirikan Bukalapak.com, Fajrin Rasyid sempat bekerja sebagai konsultan branding dan web developer. Co-Founder dan President Bukalapak.com ini mengatakan, Bukalapak yang berdiri tahun 2010 saat ini sudah membantu 4 juta UKM di Indonesia. “Yang dijual di Bukalapak semua produk Indonesia, tidak seperti marketplace lain yang juga menjual produk asing,” tuturnya. Hingga saat ini Bukalapak berhasil membuka lapangan pekerjaan kepada 2.500 orang. Yang membanggakan untuk tenaga coding seluruhnya anak bangsa.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.