The Science and the Practice of Customer Satisfaction

Ketika seorang sahabat yang sekaligus klien Frontier menyapa saya dan duduk bersama sambil menikmati secangkir teh dan kopi, mudah ditebak, obrolan pastilah seputar marketing dan bisnis. Maklum, dengan profesi sebagai konsultan, banyak sahabat yang pasti menanyakan apa yang menjadi tren terbaru dalam dunia pemasaran. Yang mengesankan bagi saya dari obrolan ini adalah pertanyaan “Pak Handi sekarang kok sudah mulai jarang menulis seputar kepuasan pelanggan? Bukankah dulu paling sering membahas topik ini ?”. “Oh ya..” hanya sepotong kata ini yang saya respon.

Rupanya, pertanyaan ini meninggalkan pemikiran sendiri. Ketika saya melihat artikel-artikel yang saya tulis selama 2 tahun terakhir ini, memang, hampir tidak ada yang memiliki judul kepuasan pelanggan. Walaupun sebenarnya, beberapa tulisan seputar CRM, Customer Lifetime Value dan Loyalitas, sudahlah pasti merupakan bagian dari kepuasan pelanggan.

Pada tahun 1999, bersama majalah SWA, saya menggagas sebuah penghargaan yang dikenal dengan nama Indonesian Customer Satisfaction Award (ICSA). Sejak saat itu, perhatian saya terhadap dunia kepuasan pelanggan terus meluncur. Maklum, dengan survei ICSA dan puluhan survei seputar kepuasan pelanggan, membuat saya memiliki banyak informasi dan pengetahuan untuk berbagi. Sejak itu, lebih dari 100 artikel yang saya tulis mengenai kepuasan pelanggan. Buku pertama saya yang berjudul 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan juga kemudian menjadi best seller. Buku kedua berjudul ”Indonesia Customer Satisfaction” telah memberikan banyak inspirasi kepada perusahaan bagaimana menjadi leader dalam kepuasan pelanggan.

ICSA adalah penghargaan yang fenomenal. Selain sebagai penghargaan yang banyak dikomunikasikan, bertahan hingga 10 tahun, juga besar pengaruhnya dalam memberikan inspirasi bagi banyak perusahaan di Indonesia. Kesadaran akan pentignya kepuasan pelanggan di perusahaan yang mendapatkan ICSA, sangat terlihat nyata. Salah satu contoh adalah perusahaan-perusahaan mulai rajin untuk melakuan pengukuran kepuasan pelanggan.

Pada tanggal 4 September tahun 2003, saya menggagas Hari Pelanggan Nasional yang dideklarasikan oleh presiden. Sekitar 50 perusahaan besar di Indonesia, turut merayakan Hari Pelanggan Nasional setiap 4 September beberapa tahun kemudian. Hingga saat ini, beberapa perusahaan yang berkomitmen tinggi, masih terus melakukan aktifitas untuk merayakan Hari Pelangggan Nasional. Mereka sadar, karyawan perlu terus diingatkan akan pentingnya pelanggan. Mereka yang memberikan penjualan, pertumbuhan dan laba perusahaan dan termasuk yang membayar gaji karyawan.

New Thing?

Lalu, apa yang terbaru seputar kepuasan pelanggan? Apa yang menjadi fokus perusahaan dalam memuaskan pelanggan? Apakah konsep kepuasan pelanggan bergeser saat perusahaan memasuki era digital?

Memang kenyataan, buzzword kepuasan pelanggan memang sudah tidak mendominasi lagi. Maklum, marketer kemudian mulai mencari buzzword yang lebih trendi. Kepuasan pelanggan kemudian mulai bermetafora. Konsep kepuasan pelanggan semakin dipertajam. Jadilah konsep Customer Experience, CRM, Customer Collaboration, Viral Marketing dan lain-lainnya. Semua konsep ini, memiliki pandangan kepuasan pelanggan plus. Di atas kepuasan pelanggan, diperlukan tambahan strategi dan implementasi yang berbeda. Jadi, kepuasan pelanggan tetaplah strategi utama tetapi sudah dilihat dalam konteks yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi, globalisasi dan perubahan perilaku konsumen.

Yang masih hot dalam konteks kepuasan pelanggan adalah hubungannya dengan kinerja keuangan baik yang menyangkut profitabilitas, ROI, harga saham maupun nilai perusahaan. Tidak mengherankan, pengukuran kepuasan pelanggan haruslah dilakukan lebih terintegrasi. Perusahaan selalu menginginkan untuk mendapatkan hubungan antara kepuasan pelanggan dan return yang dihasilkan. Studi sudah menunjukkan bahwa harga saham sangat dipengaruhi oleh kepuasan pelanggan. Implikasinya, kalau Anda membeli saham-saham yang dari perusahaan yang memiliki kepuasan pelanggan tinggi, maha capital gain yang akan Anda peroleh akan lebih tinggi dibandingkan dengan membeli saham-saham yang dari perusahaan yang memiliki tingkat kepuasan yang rendah.

Sayangnya, tidak mudah untuk mendapatkan hubungan ini. Pertama, karena adanya lag time antara tingkat kepuasan dan kinerja keuangan perusahaan. Peningkatan kepuasan pelanggan saat ini, bisa mempengaruhi kinerja keuangan di tahun mendatang atau bahkan 3 hingga 5 tahun lagi. Kedua, hubungan antara kepuasan pelanggan dan profitabilitas tidak linear. Ini jelas membuat kesulitan untuk melihat kekuatan hubungan antara dua varibel ini. Kompleksitas ini kemudian menjadi semakin tinggi karena adanya intervensi dari variabel lain yang mempengaruhi profitabilitas perusahaan. Bagi akademisi, justru, inilah daya tariknya. Tidak mengherankan, artikel di jurnal-jurnal pemasaran, pembahasan kepuasan pelanggan banyak yang fokus dalam topik ini.

Bagi praktisi, isu seputar kepuasan pelanggan yang menarik adalah dalam konteks Customer Asset Management (CAM). Kepuasan pelanggan haruslah dioptimalkan dan bukan dimaksimalkan. Pelanggan puas merupakan aset yang ada nilainya. Tetapi, pelanggan yang seperti apakah? apakah kita perlu memuaskan pelanggan dengan tingkat yang sama untuk setiap pelanggan? Tentunya tidak. Kepuasan pelanggan dari pelanggan yang memberikan nilai besar bagi perusahaan, jelas harus menjadi prioritas.

Customer Asset Management (CAM) inilah yang dapat memberikan gambaran terhadap nilai dari pelanggan yang puas. Disebut dengan CAM, karena setiap upaya perusahaan untuk memuaskan pelanggan, haruslah dalam konteks investasi yang menguntungkan. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dari perusahaan untuk memahami dan mengerti pelanggannya. Melalui CAM ini, perusahaan banyak disadarkan bahwa menghasilkan ”delighted customer” atau memuaskan pelanggan secara berlebihan belum tentu merupakan upaya yang optimal. Perlu dicatat, saya tidak mengatakan bahwa ”creating delighted customer” adalah strategi yang salah tetapi belum tentu investasi yang optimal untuk beberapa industri. Industri dimana nilai pelanggan relatif rendah seperti consumer goods industry, bisa menjadi upaya mahal bagi perusahaan untuk membuat pelanggan menjadi delighted.

CAM juga mengajarkan kepada perusahaan bagaimana biaya akuisisi relatif terhadap kepuasan pelanggan. Pertimbangan yang sangat tepat, adalah hal yang sangat penting. Jangan sampai perusahaan terjebak untuk melakukan akuisisi yang berlebihan dan kemudian melupakan kepuasan pelanggan seperti yang terjadi di industri telekomunikasi. Ketika industri sudah jenuh, perusahaan masih saja berlomba-lomba untuk mencari pelanggan baru.

Strategi dan Teknologi

Strategi kepuasan pelanggan masih menjadi topik yang menarik. Terdapat 2 area yang menarik yaitu pertama apakah perusahaan lebih fokus untuk membuat kepuasan pelanggan di kesempatan pertama atau kepuasan pelanggan melalui recovery strategy. Kedua, dimensi kepuasan pelanggan yang menjadi tren di masa mendatang. Teknologi telah mengubah harapan pelanggan.

Untuk hal pertama, perusahaan juga harus jeli. Harus diakui, bahwa strategi recovery sudah lebih mendapatkan perhatian. Perkembangan IT dan internet telah banyak membantu perusahaan untuk meningkatkan reliability yaitu memberikan pelayanan yang benar pertama kali. Di sisi lain, penyebaran komplain sudah semakin menguatirkan. Sebuah email komplain, bisa menyebar menjadi ribuan dan bahkan ratusan ribu dengan adanya efek viral. Perusahaan kelas dunia seperi Apple, Dell, American Airline dan bahkan beberapa perusahaan di Indonesia, sudah pernah merasakan. Sebuah komplain yang tidak ditangani dengan baik, tiba-tiba bisa muncul di halaman pertama dari google bila seseorang mengetik keyword yang berhubungan dengan perusahaan yang mendapatkan komplain.

Akhirnya perusahaan menyadari bahwa recovery strategy juga harus semakin mendapat perhatian. Kerusakan terhadap merek dan citra perusahaan yang ditimbulkan, jauh lebih besar dari upaya menjaga kepuasan pelanggan di kesempatan pertama. Hanya sayangnya, perusahaan di Indonesia banyak yang mulai menyadari tetapi mereka tidak benar-benar melakukan implementasi untuk recovery strategy ini.

Masih dalam konteks strategi, maka perusahaan harus memiliki dimensi kepuasan pelanggan yang perlu diprioritaskan. Perusahaan tidak akan dapat menjadi hebat di segala dimensi tetapi mereka perlu untuk fokus kepada dimensi yang penting bagi pelanggannya dan memberikan dampak bisnis yang besar. Dalam hal ini, sudah mulai terjadi pergeseran yang besar. Di masa lalu, keramahan dan akurasi adalah dimensi yang dominan. Tren ke depan menunjukkan terjadinya pergeseran dimensi. Kecepatan, informasi dan kenyamanan adalah dimensi yangt semakin penting. Pelanggan sudah biasa menerima layanan yang cepat. Selain kecepatan, pelanggan juga membutuhkan layanan yang memberikan kejelasan informasi. Mereka menginginkan layanan yang dapat diakses kapan saja, dimana saja dan dengan cara yang mudah. Tidak mengherankan, sumber-sumber komplain yang memenuhi media masa, banyak berhubungan dengan 3 dimensi ini. (www.marketing.co.id)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.