Tiket.com Mendunia Berkat Strategi Zero Marketing

Potensi e-commerce travel sangat besar. Pasarnya bertumbuh lebih besar ketimbang perusahaan travel itu sendiri. Seperti apa kisah Tiket.com di e-commerce?

Natali Ardianto, Co-Founder & CTO Tiket.com
Natali Ardianto, Co-Founder & CTO Tiket.com

Potensi e-commerce travel sangat menjanjikan. Tumbuhnya populasi kelas menengah dan meningkatnya pendapatan masyarakat dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi pemicu atas bergesernya pola konsumsi dari barang-barang kebutuhan pokok ke gaya hidup.

Hal itu membuat konsumen Indonesia menjadi semakin loyal dalam ‘berbelanja’ pengalaman dan membuat popularitas berwisata kian meroket.

Data Nielsen menyebutkan, sebanyak 37% responden memilih berlibur sebagai prioritas kedua pengeluaran mereka setelah menabung (74%).

Pada tahun 2030, pengeluaran tahunan responden untuk traveling diprediksi akan mencapai angka 105 miliar dolar AS, melesat dari 26 miliar dolar AS pada tahun 2011.

Natali Ardianto, Co-Founder & CTO Tiket.com mengatakan, kini travelling bukan lagi menjadi barang mewah lagi, melainkan sudah menjadi kebutuhan sekunder. Pertumbuhan pasarnya jauh lebih cepat dibanding perusahaan travel itu sendiri.

Menurutnya, potensi online jauh lebih besar ketimbang offline. Sebagai gambaran, ketika Tiket.com jualan Citilink, hanya dalam waktu satu setengah bulan, Tiket.com menjadi agen nomor satu untuk penjualan tiket Citilink.

Offline terbatas area, sedangkan online pasarnya ke seluruh Indonesia bahkan dunia,” terangnya.

Zero marketing

Ardianto bercerita bagaimana perjalanan Tiket.com dari awal berdiri hingga besar seperti sekarang. Tahun 2012, Tiket.com merupakan perusahaan kecil, otomatis secara keuangan pun masih pas-pasan. Strategi yang diterapkan kala itu bekerja sama dengan media – zero marketing.

“Misalnya dengan mengikuti lomba. Tujuannya bukan mencari hadiah namun publisitas. Dulu kami mengikuti sebuah lomba di Philipina dan menang. Lantas, kami mencari berita tentang kemenangan kami tersebut tapi tidak ada, hanya ada satu itu pun di Philipina (tuan rumah),” kata Ardianto. 

Kemudian Tiket.com protes ke Kominfo dan meminta mereka untuk membuatkan berita tentang kemenangan tersebut. Itulah strategi awal-awal Tiket.com.

Tahun 2013, secara finansial Tiket.com mulai stabil, cashflow sudah mulai positif. Dari situ, Tiket.com sudah berani melakukan aktivitas marketing yang lebih agresif.

Promosi dilakukan di berbagai media, baik online – Google Adword, SEM (Search Engine Marketing) , dan offline – surat kabar, radio, pameran, melakukan kerja sama strategis dengan pihak bank dan perusahaan lain.

Branding tidak ada habisnya, yang penting kontinu. Tapi kita juga menjaga value dari brand itu sendiri. Kami ingin yang ada di benak konsumen itu bukan termurah, tapi yang termudah dan pelayanan terbaik,” lanjut Ardianto.

Menarik investor

Menurutnya, terkadang anak muda suka mensabotase diri. Merasa dirinya tidak mampu (minder), belum melakukan apa-apa sudah merasa dirinya tidak pantas, tidak mungkin mampu. Padahal, dengan konsistensi, kegigihan, dan tentunya network apapun bisa dilakukan.

Ia bercerita, ketika baru berdiri enam bulan, Tiket.com ingin Kereta Api Indonesia bergabung. “Kalau ditanya kalian siapa, sudah pasti minder,” ceritanya.

“Tapi dengan kegigihan, kami menjelaskan ke mereka bahwa kami adalah anak-anak muda yang percaya bisa mengubah lanskap internet Indonesia. Akhirnya dalam waktu beberapa bulan kemudian, mereka bergabung dengan Tiket.com,” lanjutnya.

Bagi Ardianto, networking bisa dilakukan di mana saja. Apalagi saat ini komunitas banyak sekali. “Mereka (komunitas) memiliki spesifikasi tertentu. Di situ kita bisa bertemu dengan orang-orang media, calon investor, calon network di pasar yang sama, atau rekan yang bisa menjadi partner di masa depan,” ujar pria yang murah senyum ini.

Ia menyayangkan banyak anak-anak muda yang berpikir bahwa dengan membuat produk yang keren mereka sudah bisa jualan. Padahal kita harus pintar marketing dan jualan.

“Ketika membuat e-commerce teman-teman berpikir itu all about website. Itu salah. Yang benar adalah marketingnya bagaimana. Inilah yang sering dilupakan teman-teman digital,” ujarnya.

Founder e-commerce itu bagusnya orang geek dan orang pintar berbisnis. Mengerti bagaimana membuat rilis press, dan memiliki jaringan dengan media,” sarannya.

Persaingan

Persaingan sudah pasti ada tapi tidak memakan pasar orang lain. Tahun 2013 lalu pendapatan Tiket.com meningkat 13 kali lipat  dibanding tahun lalu.

Menurut Ardianto, kata kuncinya adalah customer excellence. Ia berharap Tiket.com menjadi sebuah perusahaan yang sustainable, bertumbuh dan berkembang bersama customer.

Permasalahnya, saat ini masyarakat belum berani bertransaksi online karena alasan keamanan. Padahal menurutnya, semua metode pembayaran aman, kartu kredit pun aman, meskipun kena fraud uangnya pasti kembali.

Ardianto menjelaskan, setidaknya ada tiga hambatan yang dihadapi e-commerce saat ini. Pertama, metode pembayaran. Di Indonesia belum ada konvergensi metode pembayaran, Tiket.com saat ini memiliki 14 cara pembayaran. Tiket.com tidak bisa hanya menggunakan kartu kredit, karena pemegangnya hanya belasan juta dan belum merata.

Kedua, logistik. Selain metode pembayaran masalah lain yang dihadapi e-commerce Indonesia adalah logistik. Indonesia yang berbentuk negara kepulauan membuat biaya pengiriman menjadi mahal. Moda transportasinya tidak efisien, di mana sampainya tidak bisa cepat.

Ketiga, pemerintah. “Sebenarnya kalaupun pemerintah tidak melakukan apa-apa kita sudah happy. Kalaupun ingin melakukan sesuatu adalah yang mendukung e-commerce Indonesia. Lihat saja top 10 Indonesia yang didominasi asing,” begitu ia memaparkan.

“Berbeda halnya jika kita melihat top 10 Cina, isinya lokal semua. Itu karena dukungan pemerintah. Para pemain e-commerce lokal dilindungi,” tutupnya.

Artikel ini pertama kali muncul di Majalah Youth Marketers edisi 07, klik di sini untuk melihat artikel asli dan artikel menarik lainnya.

2 COMMENTS

  1. menurut saya adalah yg penting produknya.
    segencar apapun marketing atau promosi. kalau produknya jelek ya rugi ya.
    sebaliknya kalau produknya bagus walau tanpa zero marketingpun pasti bisa sukses.

  2. Komentar yang saya utarakan semua berdasarkan pengalaman saya. Mungkin pak Afrid beruntung bisa memiliki produk yang bisa sukses tanpa perlu marketing.

    Tiket.com memiliki partner yang menggunakan API Tiket.com untuk dibuatkan Android appsnya. Satu orang ini mengembangkan tiap malam dalam dua minggu. Tampilannya tanpa desain khusus.

    Seminggu berjalan tidak ada download yang berarti. Saya bantu publikasi dengan membuatkan rilis press, dalam dua bulan 200.000 downloads dan generate omzet Rp 4 milyar tiap bulan.

    Ada lagi Entrepreneur lain yang memiliki situs kencan. Websitenya bagus. Cara promosi dia adalah dengan mengenakan kaos yang bertuliskan nama website dia. Dalam satu tahun, 500 members.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.