Timing

www.marketing.co.id – Idul Fitri adalah waktu yang tepat bagi para pemasar barang-barang konsumsi untuk menyerbu pasar. Soalnya, pendapatan masyarakat pada bulan Ramadhan rata-rata meningkat dua kali lipat akibat adanya THR (Tunjangan Hari Raya). Di Indonesia, bonus THR memang cenderung dipergunakan untuk meningkatkan konsumsi. Sekalipun hutang kartu kredit dan cicilan masih menumpuk, kebanyakan orang cenderung memilih untuk menghabiskannya dalam jangka pendek, ketimbang berinvestasi atau mengurangi beban hutang masa mendatang. Itulah sebabnya, lebaran merupakan timing yang tepat untuk menggenjot aktivitas pemasaran. Beberapa merek seperti Khong Guan yang hampir tidak pernah beriklan, pada bulan Ramadhan iklannya muncul di televisi.

Bukan hanya untuk akuisisi, Idul Fitri juga saat yang tepat untuk meningkatkan loyalitas pelanggan. Pada masa ini, sentuhan emosional terhadap target konsumen jauh lebih mengena. Betapa menyentuhnya sebuah pelayanan yang baik diberikan pada saat orang mudik. Saat di mana orang rela mempertaruhkan kenyamanan demi bertemu sanak famili. Tidak mengherankan, bila para provider jasa seperti telekomunikasi dan perbankan mencoba menjalankan pelayanan excellent karena lebaran seolah merupakan ujian bagi kesetiaan pelanggan.

Bagi pemasar, timing memang menjadi hal yang penting. Timing yang tidak pas bisa menyebabkan kegagalan. Sebuah merek yang bagus tapi terlambat masuk pasar membuatnya sulit menjadi nomor satu. Terlalu cepat juga membuat merek tidak bisa menyerap pasar. Jadi, terlambat maupun terlalu cepat bisa menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan.

Di Indonesia, timing yang tepat bisa jadi “jatuh ke pangkuan Anda”. Produk pencuci tangan tanpa air seperti Handy Clean menemukan timing yang tepat pada saat terjadinya isu SARS. Pocari Sweat awalnya kurang diterima konsumen Indonesia. Namun Pocari menemukan timing-nya pada saat wabah demam berdarah dan saat musim kemarau di Indonesia semakin panjang. Kala itu orang mulai merasakan kebutuhan cairan tubuh sebagai hal yang penting untuk menjaga kualitas hidup.

Lebaran merupakan timing yang paling mudah diprediksi. Perilaku konsumtif orang juga lebih mudah diperkirakan karena setiap tahun polanya selalu mirip. Namun timing yang bersifat blessing in disguise tentunya sulit diprediksi. Pemasar harus sabar dan punya daya tahan tinggi untuk mendapatkan “durian runtuh” atau sampai pada tren perilaku yang diharapkan.

Terkadang, timing paling mudah diprediksi dengan melirik tren di negara lain. Apa yang sedang “in” di sana dipastikan bakal “in” di Indonesia. Padahal, kenyataannya belum tentu begitu. Banyak pemasar bersiap-siap menunggu timing yang tepat dengan investasi besar, padahal timing yang tepat tersebut membutuhkan perubahan mind set yang tidak bisa terjadi dalam waktu singkat. Banyak produk sukses di tempat lain tetapi gagal di Indonesia karena perbedaan mind set.

Di benak orang Indonesia, yang namanya supermarket adalah sebuah ruangan dengan berbagai item produk di kiri-kanan, di mana pembeli bisa melihat-lihat dan merabanya. Supermarket bukanlah daftar barang-barang yang ada di web. Kita telah belajar dari kegagalan Lippo Shop karena mind set ini.

Buku adalah barang cetak yang bisa dibaca di mana pun dan kapan pun. E-book bagi orang Indonesia bukanlah buku karena Anda harus duduk di depan komputer atau melihat di PDA sambil menggerakkan scroll bar. Itulah sebabnya, orang Indonesia banyak yang mencetak sebuah e-book melalui printer agar bisa dibaca sambil tidur. Aqua Splash kurang begitu sukses karena mindset orang Indonesia melihat air (putih) itu tidak memiliki aroma dan rasa. Dari ketiga contoh itu saja, Anda bisa membayangkan, butuh berapa lama produk semacam itu bisa menemukan timing yang tepat?

Apakah timing bisa diciptakan? Bisa saja. Timing yang pas terjadi pada saat kebutuhan benar-benar sudah klop dengan produk yang ditawarkan Agar lebih mudah memprediksi timing ini, Anda harus menciptakan kebutuhan. Namun untuk itu, Anda harus rela melakukannya bersama kompetitor. Orang semakin takut dengan tulang keropos (osteoporosis) karena produk yang terkait dengan osteoporosis sama-sama beriklan, menciptakan kebutuhan dan timing yang tepat untuk masuk ke kategori ini.

Ini yang bisa terjadi dengan teknologi 3G. Apakah sekarang benar-benar timing yang tepat untuk produk ini? Saya rasa belum. Hanya ponsel high-end yang mampu menjalankan 3G. Namun kebutuhan itu kini berusaha diciptakan oleh para operator seluler. Saya rasa, setiap operator seluler sadar akan hal itu. Sekarang ini mereka cuma unjuk taring, mana yang pertama, tercepat, terluas, dan lain-lain. Bagaikan lomba balap mobil, mereka kini baru menyalakan mesin dan menginjak gas dalam-dalam untuk memperdengarkan suara mesin masing-masing. Begitu bendera start diangkat, mereka langsung memasukkan gigi dan melaju ke arena balap yang sesungguhnya.

Jadi, Anda bisa bersama-sama menciptakan arena balap. Setelah arenanya selesai, itulah timing yang tepat untuk masuk. Tentu saja berapa lama “arena balap” itu tersedia sangatlah relatif. Jika harus mengubah mind set, pasti butuh waktu yang lama. Akibatnya, mesin mobil Anda harus meraung-raung terus sementara persediaan bensin semakin menipis. Wah, kalau Anda tidak mematikan mobil dulu, bisa jadi, mobil Anda sudah kehabisan bensin sebelum lomba dimulai. (Rahmat Susanta)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.